Membumikan Nilai-Nilai Ramadhan: Bukan hanya sebagai Seremonial, tetapi juga sebagai jalan Perjuangan
Membumikan Nilai-Nilai Ramadhan: Bukan hanya sebagai Seremonial, tetapi juga sebagai jalan Perjuangan
oleh Nur Latifah Sa’ada
Ramadhan bukan sekadar bulan untuk menahan lapar dan dahaga, melainkan sebuah momentum sakral yang mengajarkan tentang spiritualitas, keikhlasan, dan kepedulian sosial. Ia hadir sebagai ruang refleksi bagi setiap insan, bukan hanya untuk mendekatkan diri kepada Tuhan secara personal, tetapi juga sebagai katalisator perubahan sosial. Ramadhan bukan hanya tentang ibadah individu, tetapi juga kesempatan emas untuk menerjemahkan nilai-nilai ketuhanan ke dalam aksi sosial yang berdampak luas bagi masyarakat.
Ramadhan mengajarkan kejujuran, ketahanan diri, dan solidaritas. Puasa bukan hanya perkara menahan lapar dan haus, tetapi juga latihan untuk mengasah empati dan membangun kesadaran akan kondisi sosial di sekitar kita. Islam telah menegaskan bahwa ibadah tidak semata-mata berorientasi pada ritual, tetapi harus memiliki dimensi sosial yang kuat. Rasulullah ﷺ pernah bersabda, "Sungguh aku berjalan bersama saudaraku untuk memenuhi kebutuhannya lebih aku cintai daripada i'tikaf di masjidku ini (Masjid Nabawi) selama sebulan." (HR. Thabrani, disahihkan oleh Al-Albani dalam Silsilah Ash-Shahihah, no. 906). Hadits ini menegaskan bahwa keterlibatan dalam membantu sesama bisa lebih utama dibandingkan dengan sekadar berdiam dalam ibadah personal. Bagi seorang aktivis, ini menjadi prinsip bahwa perjuangan sosial adalah bagian dari ibadah itu sendiri.
Dalam atmosfer Ramadhan yang penuh keberkahan, aktivisme menemukan momentumnya. Nilai-nilai perjuangan yang tertanam dalam gerakan aktivis sejatinya sejalan dengan semangat Ramadhan: puasa melatih ketahanan diri, aktivisme menuntut daya juang; Ramadhan mengajarkan keikhlasan, aktivisme membutuhkan pengorbanan tanpa pamrih; Ramadhan menumbuhkan kepedulian sosial, aktivisme berdiri di atas fondasi keadilan sosial. Oleh sebab itu, seorang aktivis tidak cukup hanya mengisi Ramadhan dengan ibadah personal, tetapi harus menjadikannya sebagai pijakan untuk memperkuat peran sosialnya dalam mengadvokasi dan membela kaum yang termarginalkan.
HMI sebagai salah satu organisasi mahasiswa Islam terbesar memiliki peran strategis dalam membumikan nilai-nilai Ramadhan. HMI dapat menjadikan Ramadhan sebagai momentum emas untuk memperkuat eksistensi gerakannya. Aktivisme yang berlandaskan nilai-nilai Islam akan lebih bermakna jika tidak hanya berhenti pada wacana, tetapi benar-benar diwujudkan dalam aksi yang membawa manfaat bagi masyarakat luas..
Bagi seorang aktivis, menjaga ketulusan berarti memastikan bahwa setiap perjuangan yang dilakukan tidak hanya menjadi ajang eksistensi, tetapi benar-benar bertujuan untuk membawa perubahan bagi masyarakat. HMI sebagai organisasi yang lahir dari semangat perjuangan Islam, harus menanamkan bahwa setiap gerakan yang dilakukan bukan sekadar formalitas atau strategi organisasi melainkan bentuk pengabdian kepada umat. Ramadhan memberikan ruang refleksi untuk memastikan bahwa setiap langkah perjuangan tetap berada dalam koridor nilai-nilai kebenaran dan keadilan.
Ramadhan bukan hanya perkara menahan diri dari lapar dan haus, tetapi juga ujian dalam membangun kepedulian sosial. Dalam Islam, ibadah sosial sering kali dinilai lebih besar daripada ibadah personal. Rasulullah ﷺ bersabda, "Mengajarkan satu bab ilmu kepada orang lain lebih baik bagimu daripada shalat sunnah 1.000 rakaat." (HR. Ibnu Majah, dinilai hasan oleh Al-Albani). Hadits ini menegaskan bahwa menyebarkan ilmu dan membangun kesadaran adalah bagian dari ibadah yang memiliki keutamaan luar biasa.
HMI memiliki tanggung jawab besar untuk memastikan bahwa kader-kadernya tidak hanya menjadi pribadi yang taat secara spiritual, tetapi juga memiliki sensitivitas sosial yang tinggi. Ramadhan adalah momen yang tepat untuk mengokohkan peran ini. Semangat Ramadhan harus menjadi bahan bakar untuk terus melanjutkan perjuangan di bulan-bulan berikutnya, bukan hanya bersinar selama 30 hari dan redup setelahnya.
Membumikan nilai Ramadhan berarti menjadikan esensi ibadah sebagai inspirasi dalam setiap aspek kehidupan, termasuk dalam perjuangan sosial. Seorang aktivis tidak boleh terjebak dalam eksklusivitas ibadah yang hanya bersifat personal, tetapi harus mampu menerjemahkan nilai-nilai Ramadhan ke dalam aksi sosial yang berorientasi pada kebaikan bersama. Rasulullah ﷺ telah banyak menegaskan dalam hadits-haditsnya bahwa ibadah sosial memiliki pahala yang luar biasa, bahkan dalam banyak kasus, lebih besar daripada ibadah personal.
Ramadhan harus menjadi pendorong untuk terus berkontribusi dalam memperjuangkan keadilan sosial. Semangat keikhlasan, kebersamaan, dan kepedulian yang ditanamkan dalam bulan ini harus terus dibawa sepanjang tahun. Dengan demikian, Ramadhan tidak hanya menjadi bulan penuh ibadah, tetapi juga menjadi titik tolak dalam membangun masyarakat yang adil makur dan berlandaskan nilai-nilai Islam. Islam tidak pernah mengajarkan pemisahan antara ibadah personal dan sosial; keduanya saling melengkapi dan menguatkan.
Membumikan Ramadhan adalah memastikan bahwa bulan suci ini tidak berhenti pada aktivitas ibadah individual, tetapi juga tercermin dalam aksi sosial yang membawa kebermanfaatan bagi masyarakat. Bagi seorang aktivis, inilah saatnya untuk semakin mengokohkan nilai-nilai perjuangan dalam bingkai spiritualitas. Dengan demikian, Ramadhan bukan sekadar momen peningkatan ibadah, tetapi juga landasan untuk membangun peradaban yang lebih baik. Inilah hakikat Ramadhan yang sesungguhnya: bukan hanya tentang menahan diri, tetapi tentang membangun empati, menebar manfaat, dan menguatkan solidaritas sebagai wujud dari keimanan yang sejati.
Komentar
Posting Komentar