Free Palestine Until Palestine is Truly Free
oleh Alya Citra Ramadhani
Konflik di Palestina terus berlanjut dengan intensitas yang semakin meningkat, menyebabkan penderitaan yang mendalam bagi rakyatnya. Setiap kali ketegangan meningkat, warga sipil menjadi pihak yang paling menderita dan terperangkap di antara serangan militer dan pembatasan yang mengisolasi mereka. Meskipun media sering kali fokus pada peristiwa-peristiwa besar, kenyataan di lapangan jauh lebih menyakitkan—kehidupan sehari-hari yang dipenuhi ketakutan, kehilangan, dan harapan yang semakin sirna.
Sengketa yang telah berlangsung lebih dari tujuh dekade ini bukan hanya soal klaim wilayah, tetapi juga berkaitan dengan hak-hak dasar, kebebasan, dan martabat manusia. Setiap serangan yang terjadi, setiap rumah yang hancur, dan setiap nyawa yang melayang hanya semakin memperburuk situasi kemanusiaan yang sudah sangat memprihatinkan. Palestina, yang seharusnya menjadi tempat aman bagi warganya, malah menjadi medan pertempuran politik dan kekerasan tanpa henti.
Konflik Palestina-Israel dimulai pada awal abad ke-20, berawal dari klaim atas tanah yang sama oleh Yahudi dan Arab Palestina. Setelah Deklarasi Balfour 1917 yang mendukung pendirian "rumah nasional" bagi Yahudi di Palestina, ketegangan meningkat antara kedua komunitas. Pada 1947, PBB mengusulkan pembagian Palestina menjadi dua negara, namun ditolak oleh negara-negara Arab. Ketika Israel mendeklarasikan kemerdekaannya pada 1948, perang pun meletus antara Israel dan negara-negara Arab, mengakibatkan pengungsian massal orang Palestina. Perang Enam Hari pada 1967 memperburuk situasi dengan Israel menguasai wilayah Tepi Barat, Gaza, dan Yerusalem Timur. Konflik terus berlanjut, mencakup beberapa intifada, perang, dan negosiasi tanpa solusi yang jelas dengan dampak kemanusiaan yang besar bagi rakyat Palestina.
Pada awal tahun 2025, setelah bertahun-tahun menderita akibat kekerasan dan konflik yang tak kunjung reda akhirnya Palestina merasakan sedikit harapan. Pada tanggal 2 Januari 2025, sebuah perjanjian damai yang melibatkan pihak internasional dan negara-negara besar membawa gencatan senjata sementara memberi napas lega bagi rakyat Palestina yang telah lama hidup dalam bayang-bayang peperangan. Infrastruktur yang hancur mulai dibangun Kembali dan kehidupan mulai pulih meski penuh tantangan. Program-program rekonstruksi yang didukung oleh negara-negara seperti Qatar, Mesir, dan Amerika Serikat memberi rakyat Palestina kesempatan untuk membangun kembali hidup mereka, dengan harapan akan masa depan yang lebih baik.
Namun, kebebasan yang dirasakan setelah bertahun-tahun penderitaan itu ternyata hanya sementara. Pada tanggal 5 Maret 2025, ketegangan yang meningkat akibat provokasi kecil dan konflik berskala kecil di Tepi Barat memicu serangan besar-besaran dari militer Israel ke Gaza. Serangan udara yang dimulai pada pagi hari itu menghancurkan seluruh upaya rekonstruksi dan menyebabkan kerugian besar baik materiil maupun manusiawi. Serangan tersebut terjadi setelah serangkaian ketegangan yang tak terhindarkan dengan pertempuran sporadis dan ketidakstabilan yang berlarut-larut. Dalam waktu 24 jam, ribuan warga Palestina kembali terpaksa mengungsi dan sekali lagi rumah-rumah yang telah dibangun dengan susah payah hancur dalam sekejap.
Kehidupan yang sempat sedikit pulih kini terancam kembali oleh serangan udara dan darat yang semakin intens. Pada tanggal 6 April 2025, serangan itu semakin meluas dengan wilayah Gaza dan Tepi Barat menjadi sasaran tembak. Warga sipil yang telah berjuang untuk meraih kedamaian dan kembali ke rutinitas normal harus menghadapi kembali situasi yang penuh ketakutan. Dalam serangan tersebut, banyak fasilitas vital, termasuk rumah sakit dan sekolah, turut hancur, memperburuk krisis kemanusiaan yang sudah sangat mengkhawatirkan.
Di tengah kegelapan ini, harapan mereka terhadap perdamaian yang sejati semakin redup. Dengan konflik yang terus berulang dan penderitaan yang dialami Palestina menggambarkan betapa rapuhnya perdamaian dan betapa besar tantangan yang dihadapi oleh warga Palestina untuk mencapai kehidupan yang aman dan sejahtera. Konflik ini terus memperlihatkan bahwa meski ada upaya untuk mencapainya, perdamaian yang benar-benar berkelanjutan masih sangat sulit untuk diraih.
Banyak negara yang ingin memberikan dukungan namun terhalang oleh faktor-faktor politik, ekonomi, dan diplomatik yang membatasi kemampuan mereka untuk bertindak secara efektif. Situasi ini membuat Palestina semakin terisolasi menghadapi kesulitan tanpa banyak bantuan konkret dari luar. Namun, di tengah keterbatasan ini, kita sebagai umat manusia dapat terus mendukung dan mendoakan agar perdamaian segera terwujud bagi Palestina. Mari kita bersama-sama mendoakan agar rakyat Palestina diberikan kekuatan, kedamaian, dan harapan, serta agar dunia menemukan jalan untuk menghentikan penderitaan karena keadilan, perdamaian, dan kebebasan adalah hal yang layak diterima rakyat Palestina.
Referensi :
Amnesty International. Israel and the Occupied Palestinian Territories. Available from https://www.amnesty.org/en/countries/middle-east-and-north-africa/israel-and- occupied-palestinian-territories/.
CNN Indonesia. Konflik Palestina-Israel: Apa yang Terjadi dan Mengapa? CNN Indonesia. Available from: https://www.cnnindonesia.com.
Masalha N. Palestine: A Four Thousand Year History. London: Zed Books; 2007.
Sindonews. Berita Palestina Terkini. Available from: https://www.sindonews.com/topic/366/palestina.
Tempo. Konflik Palestina-Israel: Latar Belakang dan Sejarah. Tempo.co. Available from: https://www.tempo.co.
United Kingdom. Balfour Declaration. Available from: https://www.gov.uk/government/publications/declaring-balfour-1917-2017.
Komentar
Posting Komentar