Langsung ke konten utama

Cak Nur dan Perjuangan : Sebuah Nilai Dasar

Cak Nur dan Perjuangan : Sebuah Nilai Dasar

Oleh: Nanang Kurniawan

Pandangan Cak Nur ini kemudian diaplikasikan dalam konteks perjuangan HMI, mengarah pada perumusan beberapa nilai dasar perjuangan yang relevan dengan tuntutan zaman. Beberapa nilai dasar tersebut antara lain:

Toleransi dan Pluralisme: Cak Nur menekankan pentingnya menerima perbedaan dan keberagaman dalam masyarakat. Dia berpendapat bahwa pluralisme adalah kekayaan yang harus dijaga dan bukan sebagai ancaman. Dalam konteks HMI, nilai ini tercermin dalam semangat persaudaraan dan inklusivitas organisasi, di mana anggota HMI berasal dari latar belakang budaya, suku, dan agama yang beragam.

Dialog Antar agama dan Antar budaya: Cak Nur menekankan perlunya menjalin dialog dan komunikasi yang aktif antara berbagai agama dan budaya. Dialog ini dapat membantu memahami satu sama lain, mengatasi perbedaan, dan menciptakan harmoni di tengah-tengah masyarakat yang heterogen. HMI mempromosikan dialog antaragama dan antarbudaya sebagai salah satu bentuk kontribusi mereka untuk membangun perdamaian dan persatuan di Indonesia.

Modernitas dan Keterbukaan: Pemikiran Cak Nur menempatkan modernitas sebagai bagian integral dari Islam yang berkemajuan. Dia berargumen bahwa Islam harus mampu beradaptasi dengan perubahan zaman dan tantangan sosial. Dalam konteks HMI, nilai ini tercermin dalam upaya organisasi untuk terus mengembangkan diri, memperkuat kapasitas, dan menerapkan pendekatan inovatif dalam menyikapi isu-isu yang dihadapi oleh mahasiswa dan masyarakat.

Demokrasi dan Keadilan Sosial: Cak Nur menegaskan pentingnya demokrasi dan keadilan sosial dalam Islam. Demokrasi dianggap sebagai cara terbaik untuk mencapai masyarakat yang adil dan merata. Dalam perjuangan HMI, nilai ini tercermin dalam komitmen untuk melawan segala bentuk otoritarianisme dan ketidakadilan yang merajalela di masyarakat.

Komentar

Paling Banyak Dikunjungi

Merefleksikan Makna Keadilan dalam Perjuangan Lembaga Kemahasiswaan

  Merefleksikan Makna Keadilan dalam Perjuangan Lembaga Kemahasiswaan Oleh Ardyansyah Saputra Basri Selama beberapa tahun belakangan, saya terlibat aktif di organisasi atau lembaga kemahasiswaan fakultas tempat saya mengenyam studi ilmu kesehatan masyarakat. Ada pahaman yang berkembang di kalangan anggotanya, yakni perihal keadilan. Keadilan diartikan sebagai sesuatu hal yang sesuai dengan kadar dan porsinya. Tapi apakah makna keadilan secara luas dapat diartikan seperti itu? jika ditelusuri, ternyata pahaman itu hadir dari hasil dialektika pada proses perubahan konstitusi. Kalau di Yunani Kuno, proses dialektika atau diskusi filosofis itu dilakukan di lyceum, di perkuliahan saya mendapatinya di mubes lembaga kemahasiswaan. Pada dasarnya berlembaga adalah aktivitas berpikir, kita berfilsafat di dalamnya, sejauh yang saya dapatkan. Proses dialektika atau diskusi filosofis ini sebenarnya merupakan metode untuk mendapatkan kebenaran atau pengetahuan. Pada setiap transisi periode kepengur

Merawat Telinga Kita

  Merawat Telinga Kita Oleh : Sabri Waktu kita terbatas, anggapan itu menjadi alasan manusia bertindak selalu ingin jauh   lebih cepat bahkan melupakan setiap proses yang dilalui dan orang-orang di sekitarnya. Melihat waktu sebagai sesuatu yang terbatas atau tanpa batas ditentukan oleh diri kita masing-masing. Kita memahami bahwa hidup kita berada di masa kini akan tetapi tidak menutup kemungkinan kita dihantui oleh masa lalu dan masa depan. Mendengarkan sesungguhnya merupakan salah satu cara kita menghargai waktu dengan orang-orang di sekitar kita, karena kehadiran seseorang dapat terasa tak ada jika apa yang ingin disampaikan tak didengarkan dengan baik. Maka kemampuan kita untuk mengabaikan sesam a akan terlatih. Apalagi berbagai kebiasaan yang ada saat ini mengajak kita untuk lupa akan pentingnya menciptakan sebuah kehadiran sejati dengan saling mendengarkan. Di antara kita, angkatan, komisaria

Falsafah Puasa; Pertanyaan dari Sisi Epistemologis

  Falsafah Puasa; Pertanyaan dari Sisi Epistemologis Oleh: Ardyansyah Saputra Basri Tanggal 1 Ramadhan 1443 H atau 3 April 2022 M, tepat pada jam 01.21 WITA suara ketukan palu sebanyak tiga kali berbunyi. Menandakan berakhirnya sidang penetapan program kerja pengurus HmI komisariat kesmas unhas cabang maktim periode 1443-1444 H/ 2022-2023 M. Ucapan syukur hamdalah menghiasi forum rapat kerja yang dilaksanakan secara daring via google meeting, yang berarti bahwa hal yang direncanakan kepengurusan telah dimulai selama kurang lebih satu tahun ke depan. Pada saat yang sama, notifikasi chat grup ramai silih berganti dari pengurus yang baru saja melaksanakan rapat kerja. Pertanyaan mengenai kapan rapat kerja selesai pun beralih menjadi penantian terhadap sahur yang nanti bagusnya makan apa, dengan siapa, dan jam berapa. Sahur pertama ini memang selalu menjadi persoalan, setidaknya dari yang apa saya amati di kultur Sulawesi Barat dan Sulawesi Selatan. Tidak jarang, beberapa teman yan