Langsung ke konten utama

Pendidikan Inklusif & Membebaskan, Menghapus Batasan: Pendidikan Yang Membebaskan

Pendidikan Inklusif & Membebaskan, Menghapus Batasan: Pendidikan Yang Membebaskan

Oleh : Nur Latifah Sa'ada

Pendidikan merupakan kunci dalam proses pemahaman dunia. Melalui pendidikan, individu diberikan akses tak ternilai terhadap beragam pengetahuan yang mendasar, memungkinkan individu untuk merenungkan dan menganalisis kompleksitas dunia sekitar. Pendidikan tidak hanya menyentuh seseorang pada konsep ilmiah dan matematika yang mendasar, tetapi juga pada sejarah, budaya, dan seni, yang membantu menguraikan lapisan-lapisan pemahaman yang lebih dalam tentang masyarakat dan peradaban. Dalam era informasi yang berkembang pesat, pendekatan pendidikan yang bersifat tradisional mungkin tidak lagi sepenuhnya relevan atau memadai. Dalam konteks ini, pendidikan harus mengalami transformasi yang lebih dalam dan dinamis. Pembelajaran tidak boleh lagi hanya menjadi proses pengiriman informasi, tetapi harus fokus pada pengembangan keterampilan kritis, seperti pemikiran kreatif dan kemampuan pemecahan masalah. 

Pendekatan pendidikan ala Paulo Freire sangat relevan dalam konteks transformasi pendidikan yang lebih dalam dan dinamis. Freire adalah seorang pendidik dan filsuf asal Brasil yang dikenal dengan pendekatannya yang kritis terhadap pendidikan. Dia memahami bahwa pendidikan seharusnya tidak hanya mengajarkan siswa apa yang harus mereka pikirkan, tetapi juga bagaimana mereka harus berpikir. Pendekatan pendidikan Freire memberikan penekanan pada pemahaman konteks sosial, peningkatan kesadaran sosial, dan partisipasi aktif siswa dalam proses pembelajaran. Menurut Freire, pendidikan seharusnya tidak hanya menjadi proses pasif di mana siswa menerima informasi dari guru, tetapi harus menjadi proses yang memungkinkan siswa untuk menjadi subjek yang aktif dalam pembelajaran mereka. Karena Freire melihat manusia sebagai makhluk yang sempurna, menurut Freire manusia harus diposisikan sebagai subjek. Sebagai subjek artinya manusia mampu mengubah realitas dari permasalahan yang ditemukan. Sebaliknya, manusia yang hanya beradaptasi adalah manusia sebagai objek.

Pendidikan bagi Paulo Freire merupakan proses humanisasi, yakni proses untuk memanusiakan manusia. Upaya humanisasi harus diaktualisasikan dengan tujuan melawan proses dehumanisasi. Salah satu konsep penting dalam pendidikan ala Paulo Freire adalah "pendidikan yang menyadarkan." Ini berarti bahwa pendidikan seharusnya menggugah kesadaran siswa terhadap realitas sosial dan politik yang ada di sekitar mereka. Sebaliknya dari pendidikan konvensional yang hanya mentransfer pengetahuan, pendidikan gaya Freire mengajak siswa untuk bertanya, menganalisis, dan berpartisipasi dalam mengubah realitas mereka. Dalam pendidikan ala Paulo Freire, guru bukanlah satu-satunya sumber pengetahuan, melainkan fasilitator yang membimbing siswa dalam proses pemahaman dan penemuan. Guru dan siswa bekerja bersama untuk memecahkan masalah dan menganalisis isu-isu sosial. Hal ini menciptakan lingkungan pendidikan yang demokratis, di mana semua suara dihargai dan diakui.

Realitas saat ini, pendidikan konvensional masih berpusat pada model transfer pengetahuan yang pasif, di mana guru memainkan peran utama sebagai pemilik pengetahuan dan siswa sebagai penerima informasi. Proses belajar dalam model konvensional menjadikan seorang pendidik sebagai pusat kegiatan, sebaliknya murid adalah pelengkap belaka dalam proses tersebut. Pendidikan model konvensional, Freire menyebutnya Pendidikan Gaya Bank, memposisikan guru sebagai “yang maha tahu”. Model ini seringkali mengabaikan peran kritis siswa dalam proses pembelajaran, sehingga menghasilkan hasil pendidikan yang terfragmentasi dan kurang relevan dengan realitas sosial yang kompleks. Pendidikan konvensional yang berfokus pada pengetahuan tanpa merangsang pemikiran kritis dan pemecahan masalah terkait dengan isu-isu sosial, dapat menghasilkan individu yang pasif dan terkotak-kotak dalam pemahaman mereka tentang dunia. Ketidakmampuan untuk melihat realitas sosial dan politik dengan kritis dapat berdampak negatif pada partisipasi siswa dalam proses perubahan sosial dan pada pemahaman yang lebih mendalam tentang masyarakat dan peradaban.

Pendekatan pendidikan "gaya bank" yang masih mendominasi sistem pendidikan kita adalah sebuah masalah yang harus disadari dan diperbaiki secara kritis. Ini bukan hanya mereduksi pendidikan menjadi proses hafalan dan pemindahan informasi, tetapi juga meredam potensi siswa untuk berpikir kritis, menganalisis, dan berpartisipasi aktif dalam pembelajaran mereka. Praktik "gaya bank" juga menciptakan ketidaksetaraan dalam pendidikan, dimana siswa yang mampu menghafal dan mengulang informasi mungkin dianggap sebagai siswa yang berprestasi, sementara siswa dengan pemahaman yang lebih dalam tentang konten pembelajaran sering kali terabaikan. Hal ini menciptakan paradoks di mana pendidikan seharusnya mendorong pemahaman yang mendalam, tetapi sebaliknya hanya mengejar prestasi akademik yang didasarkan pada hafalan.

Selama bertahun-tahun, model pendidikan "gaya bank" telah mengkristalisasi dan mengakar kuat dalam sistem pendidikan kita. Transformasi pendidikan bukanlah proses yang sederhana atau instan. Ia melibatkan perubahan mendalam dalam pandangan kita tentang bagaimana pendidikan seharusnya berlangsung. Pendidikan harus merangkul keberagaman dan inklusi. Setiap siswa memiliki potensi unik yang harus diberdayakan. Model pendidikan yang lebih dinamis harus memastikan bahwa semua suara dihargai dan diakui, tanpa memandang latar belakang, gender, atau kemampuan siswa.  Transformasi pendidikan adalah langkah penting dalam menjawab tantangan kompleks dunia saat ini.

Transformasi pendidikan ini memang tidak akan mudah dan memerlukan komitmen yang kuat dari semua pemangku kepentingan, termasuk guru, sekolah, dan pemerintah. Namun, langkah-langkah ini sangat penting untuk menciptakan generasi yang mampu berpikir kritis, berpartisipasi dalam perubahan sosial, dan memahami dunia dengan lebih mendalam. Pendekatan Freire memberikan landasan kritis yang kuat untuk merevolusi sistem pendidikan dan menghadapi tantangan kompleks dunia saat ini.

Pendidikan yang menyadarkan bukan hanya tentang mengajarkan fakta, tetapi juga tentang membantu siswa memahami kompleksitas dunia dan peran mereka dalam mengubahnya. Ini adalah pendekatan yang sangat relevan dalam dunia yang terus berubah dengan cepat, di mana kemampuan berpikir kritis, kesadaran sosial, dan kemampuan beradaptasi menjadi sangat penting. Ketika siswa dilibatkan dalam proses pemikiran kritis, mereka menjadi lebih sadar akan peran mereka dalam mengubah dunia. Mereka menjadi agen perubahan yang siap untuk menghadapi tantangan dan mengambil tindakan yang relevan. Dengan pendekatan Freire, pendidikan menjadi lebih daripada sekadar transfer informasi, melainkan alat yang mendorong pemikiran kreatif, kemampuan pemecahan masalah, dan partisipasi aktif dalam perubahan sosial yang lebih besar. Pendekatan ini memungkinkan individu untuk tidak hanya memahami dunia, tetapi juga untuk merangkul peran aktif dalam mengubahnya, menjadikan pendidikan sebagai kunci pembebasan dan perubahan yang lebih besar dalam masyarakat.

Komentar

Paling Banyak Dikunjungi

Merefleksikan Makna Keadilan dalam Perjuangan Lembaga Kemahasiswaan

  Merefleksikan Makna Keadilan dalam Perjuangan Lembaga Kemahasiswaan Oleh Ardyansyah Saputra Basri Selama beberapa tahun belakangan, saya terlibat aktif di organisasi atau lembaga kemahasiswaan fakultas tempat saya mengenyam studi ilmu kesehatan masyarakat. Ada pahaman yang berkembang di kalangan anggotanya, yakni perihal keadilan. Keadilan diartikan sebagai sesuatu hal yang sesuai dengan kadar dan porsinya. Tapi apakah makna keadilan secara luas dapat diartikan seperti itu? jika ditelusuri, ternyata pahaman itu hadir dari hasil dialektika pada proses perubahan konstitusi. Kalau di Yunani Kuno, proses dialektika atau diskusi filosofis itu dilakukan di lyceum, di perkuliahan saya mendapatinya di mubes lembaga kemahasiswaan. Pada dasarnya berlembaga adalah aktivitas berpikir, kita berfilsafat di dalamnya, sejauh yang saya dapatkan. Proses dialektika atau diskusi filosofis ini sebenarnya merupakan metode untuk mendapatkan kebenaran atau pengetahuan. Pada setiap transisi periode kepengur

Merawat Telinga Kita

  Merawat Telinga Kita Oleh : Sabri Waktu kita terbatas, anggapan itu menjadi alasan manusia bertindak selalu ingin jauh   lebih cepat bahkan melupakan setiap proses yang dilalui dan orang-orang di sekitarnya. Melihat waktu sebagai sesuatu yang terbatas atau tanpa batas ditentukan oleh diri kita masing-masing. Kita memahami bahwa hidup kita berada di masa kini akan tetapi tidak menutup kemungkinan kita dihantui oleh masa lalu dan masa depan. Mendengarkan sesungguhnya merupakan salah satu cara kita menghargai waktu dengan orang-orang di sekitar kita, karena kehadiran seseorang dapat terasa tak ada jika apa yang ingin disampaikan tak didengarkan dengan baik. Maka kemampuan kita untuk mengabaikan sesam a akan terlatih. Apalagi berbagai kebiasaan yang ada saat ini mengajak kita untuk lupa akan pentingnya menciptakan sebuah kehadiran sejati dengan saling mendengarkan. Di antara kita, angkatan, komisaria

Falsafah Puasa; Pertanyaan dari Sisi Epistemologis

  Falsafah Puasa; Pertanyaan dari Sisi Epistemologis Oleh: Ardyansyah Saputra Basri Tanggal 1 Ramadhan 1443 H atau 3 April 2022 M, tepat pada jam 01.21 WITA suara ketukan palu sebanyak tiga kali berbunyi. Menandakan berakhirnya sidang penetapan program kerja pengurus HmI komisariat kesmas unhas cabang maktim periode 1443-1444 H/ 2022-2023 M. Ucapan syukur hamdalah menghiasi forum rapat kerja yang dilaksanakan secara daring via google meeting, yang berarti bahwa hal yang direncanakan kepengurusan telah dimulai selama kurang lebih satu tahun ke depan. Pada saat yang sama, notifikasi chat grup ramai silih berganti dari pengurus yang baru saja melaksanakan rapat kerja. Pertanyaan mengenai kapan rapat kerja selesai pun beralih menjadi penantian terhadap sahur yang nanti bagusnya makan apa, dengan siapa, dan jam berapa. Sahur pertama ini memang selalu menjadi persoalan, setidaknya dari yang apa saya amati di kultur Sulawesi Barat dan Sulawesi Selatan. Tidak jarang, beberapa teman yan