ANALISIS PERILAKU PEMILIH DALAM PERSPEKTIF PEMILIH DI INDONESIA
Oleh : Nur Latifah Sa'ada
Generasi Z atau yang sering disebut sebagai generasi Post-Milenilal atau Information Generation (iGeneration) adalah remaja yang lahir diawal tahun 1995-2000-an. Dalam sebuah artikel berjudul “How Generation Z Will Change The World” oleh majalah Time pada tahun 2018 dipandang bahwa generasi ini sangat optimistik dan akan membawa perubahan besar bagi dunia.
Lahir di tengah pesatnya perkembangan teknologi, membuat generasi Z menjadi generasi yang terbiasa dengan keberadaan dan manfaat teknologi. Perkembangan teknologi dan informasi kemudian memicu generasi Z memiliki wawasan luas, ambisius dalam bekerja dan cenderung berpikir instan. Predikat “Agen perubahan” menjadi tren dikalangan remaja generasi Z yang kemudian banyak di aktualisasikan dalam bentuk pengabdian pada organisasi, komunitas dan forum yang berorientasi pada perubahan.
Generasi Z dikesankan memiliki langkah yang progresif dalam politik. Intensifikasi terhadap teknologi mempengaruhi cara mereka berinteraksi dengan dunia dan informasi. Hal ini menciptakan ciri khas tersendiri bagi generasi Z dalam pandangannya terhadap politik. Mereka menjadi lebih terbuka dengan berbagai sudut pandang, cenderung pula lebih memperhatikan isu-isu sosial dan lingkungan seperti keberagaman, perubahan iklim, pemerintahan yang bersih dan kesetaraan dalam pemilihan politik mereka.
Kepraktisan, kecepatan dan intensitas menjadi pertimbangan utama bagi generasi Z dalam hal mencari informasi. Pada tahun 2017, riset yang dilakukan oleh Tirto.id dengan 1.201 responden generasi Z menunjukkan bahwa sebanyak 35,2% generasi Z mencari informasi melalui media sosial, 26,1% dari browser dan 14.4% dari televisi. Ini menunjukkan bahwa media sosial berperan besar sebagai sumber informasi generasi Z. Media sosial telah menjelma menjadi patron utama bagi remaja generasi Z. Remaja generasi ini sangat mudah menerima persepsi dan mengimitasi gaya hidup yang tersediadi media sosial. Dengan demikian, lembaga pendidikan, organisasi masyarakat, perusahaan media, bahkan keluarga diuji perannya sebagai pemberi informasi kepada generasi Z.
Media sosial merupakan sarana yang paling kuat dalam membentuk perilaku remaja saat ini. Kehadiran media sosial membuat perubahan mendasar pada perilaku generasi Z dalam mengambil keputusan, bekerja, belajar dan berinteraksi. Ada beberapa perubahan yang secara konkrit dapat dilihat sebagai akibat dari perilaku sosial media generasi Z. Pertama, generasi Z memiliki budaya asik sendiri. Generasi Z lebih senang menghabiskan waktu berseluncur di sosial media berinteraksi dengan teman-temannya ketimbang berkumpul bersama orang tua dan keluarga. Dengan media sosial, remaja generasi Z menciptakan ruang otonomnya sendiri untuk menghindari kontrol orang tua. Menguatnya budaya asik sendiri mencerminkan bahwa remaja sekarang cenderung mengarah pada individualisasi kehidupan berkeluarga. Ini yang kemudian membentuk sikap politik generasi Z yang akan lebih dipengaruhi oleh lingkaran perteman ketimbang keluarga. Kedua, lahir ditengahnya pesatnya arus informasi menjadikan generasi Z sebagai remaja yang serba tahu dan serba bisa. Segala sesuatu yang menarik bagi mereka dapat mereka peroleh melalui sosial media secara mandiri. Sehingga, sangat memungkinkan bahwa generasi ini akan memiliki wawasan politik yang lebih luas dibanding generasi pendahulunya akibat kemudahan mencari informasi.
Masa remaja adalah tahap pencarian identitas seorang individu. Masa remaja adalah masa dimana individu sedang mengalami kebingungan terhadap identitas, peran dan fungsi dirinya di masyarakat. Maka dari itu, remaja selalu ingin mencari tahu hal-hal tersebut untuk menjawab berbagai pertanyaannya. Hadirnya media sosial menjadi sarana remaja mengekplorasi jawaban yang mereka inginkan yang nantinya akan berkontribusi pada perkembangan kontruksi identitas mereka. Dalam proses pencarian jatidiri, remaja generasi Z cenderung terbuka dengan beragam informasi mengenai diri mereka di media sosial dan mengadaptasi identitas-identitas yang mereka teladani sebagai sosok panutan yang kebanyakan merupakan selebgram daripada harus berkiblat kepada selebritas televisi.
Di era media sosial pengelolaan akun merupakan kekuatan utama dalam mempromosikan, menginformasikan dan mengkomunikasikan sebuah gagasan. KPU RI selaku penyelenggara pemilu perlu memastikan anak muda juga mendapatkan akses publik terhadap informasi terkait pemilu .Hari ini, dapat dilihat bahwa KPU belum memanfaatkan potensi sosial media secara optimal. Padahal jika melihat bahwa sasaran utama pendidikan politik salah satunya adalah generasi muda, media sosial ada sarana yang paling tepat. Pendidikan politik yang akan dilakukan perlu mengacu pada program atau kegiatan yang biasanya membahas motivasi dan kesiapan generasi Z untuk berpartisipasi penuh dalam pemilu.
Selanjutnya, partai politik sebagai peserta pemilu sekaligus sebagai tempat bertumbuhnya kader-kader politik dan calon pemimpin negara, sangat perlu melakukan pendekatan, perekrutan, dan pengkaderan yang "berbeda" terhadap gen Z. Hal ini sejalan dengan perbedaan karakteristik generasi Z dengan generasi pendahulunya, dimana generasi Z akan lebih senang pada pendekatan yang tidak mengikat mereka terlalu kuat secara ideologi. Melainkan membebaskan mereka untuk mengenal arti politik melalui program-program yang relevan dengan dirinya, sehingga mereka bisa menilai bahwa mengambil peran dalam politik adalah mengambil peran dalam melakukan perubahan skala besar bagi kesejahteraan masyarakat.
Komentar
Posting Komentar