Refleksi Ketakwaan: Mengkultivasi Konsep Takwa Terhadap Tantangan Era Modernitas
Oleh Muhammad Resky Maulana
KONSEPSI RUANG LINGKUP TAQWA
Dimulai bahwa,
sejatinya tanpa mengenali diri sendiri terlebih dahulu, muncul pertanyaan
tentang bagaimana kita dapat mengenal Allah Sang Pencipta tanpa mengenal diri
terlebih dahulu?. Perlu adanya jalan untuk menyelami diri sebagai manusia. Hal
ini dirasa penting, sebagai ajang mengukur sejauh mana seseorang mengenali
dirinya sendiri. Man ‘arafa nafsahu ‘arafa Rabbahu. Siapa yang mengenal
dirinya akan mengenal Tuhannya. Maka dari itu sabagai wujud manifestasi iman
seseorang kepada Tuhan, dibtuhkan ketakwaan dan keimanan sebagai pondasi awal
mengenal Tuhan dan diri kita sendiri.
Sejauh pemahaman yang dicapai, dijelaskan bahwa taqwa adalah
sikap abstrak yang mengakar di hati setiap muslim dan penerapannya terkait
dengan hukum agama dan kehidupan sosial. Seorang muslim yang taat harus selalu
berusaha menaati perintah Allah dan menjauhi segala larangan-Nya dalam hidup
ini. Disisi lain taqwa Secara etimologi taqwa berasal dari kata "waqa
– yaqi – wiqayah", taqwa artinya menjaga diri, menghindari dan
menjauhi. Sedangkan pengertian taqwa secara terminologi adalah takut kepada
Allah berdasarkan kesadaran dengan mengerjakan semua perintah-Nya dan menjauhi
segala larangan-Nya.
Allah SWT memerintahkan umat Islam untuk bertakwa sebelum memerintahkan yang lain, sehingga takwa menjadi motivasi bagi mereka untuk menunaikan perintah-Nya sebagaimana difurmankan dalam QS. al-Maidah (5) ayat 35.
Sejak saat itu Allah menyuruh orang-orang beriman untuk
bertakwa kepada-Nya dan mencari cara untuk mendekati-Nya dengan beramal saleh
dan tidak dikhianati oleh agamanya, seperti yang dialami Ahli Kitab. Tuhan
kemudian menegaskan kembali dengan menyatakan bahwa kemenangan dan kebahagiaan
hanyalah hasil dari kedua hal itu. Sehingga mereka yang tidak melakukannya akan
mengalami berbagai macam penderitaan di kemudian hari di hari kiamat yang sulit
digambarkan. Ayat ini menyentuh jiwa manusia yang memanggilnya untuk
mendekati Tuhan. Ajakan itu untuk orang-orang yang meski hanya sekilas iman,
seperti dalam seruan, wahai orang beriman meski hanya sekilas iman, bertakwalah
kepada Allah dan jauhi azab-Nya, baik dunia maupun ukhrawi, dan mencari
Ikhlaslah di jalan baik, percaya bahwa Allah akan mengizinkan kita untuk
mendekati sukacita-Nya, dan berjuang di jalan-Nya, yaitu menggunakan semua
kemampuan fisik dan internal kita untuk menegakkan nilai-nilai ajaran-Nya,
termasuk melawan hawa nafsu sendiri. sehingga kita mendapatkan kebahagiaan,
yaitu dengan mendapatkan apa yang kita inginkan baik untuk kebahagiaan duniawi
maupun Ukhrawi
Ketakwaan muncul sebagai manifestasi logis dari bentuk iman
seseorang yang selalu ditumbuhkan dengan muroqobatullah yakni senantiasa merasa
takut atas kemurkahan dan azab Allah SWT. Penggambaran takwa hendaknya kita
berada pada bentuk mengimani Allah SWT dengan mendekati kebenaran-Nya serta
menjauhi segala larangan-Nya. Maka dari itu, takwa dapat memberikan nilai lebih
kita dihadapan Allah SWT dengan dicegahkan segala azab-Nya dengan cara
memanifestasikan takwa dalam bentuk amal soleh dan beriman kepada Allah
sepanjang waktu melalui perbuatan dan
niat baik..
Segala kebaikan yang datang dari keimanan dan ketakwaan adalah bentuk output dari takwa dan kiranya dapat mendefinisikan bahwa takwa adalah sumber kebaikan dalam individu dan masyarakat. Kemudian ketaqwaan akan menjewantahkan hal-hal baik dari sebuah bentuk pencegahan dari hal-hal yang memungkinkan berbuat dosa. Takwa dapat dikatakan menjadi pilar utama seorang muslim dalam pembinaan jiwa, akhlak, dan sosial masyarakat dari dirinya untuk mengkoparasikan perbuatan baik dan buruk dalam segala cobaan yang didapatkan. Maka dari itu, hakikat tkawa yang didapatkan akan berpengaruh pada perilaku dan pembentukan sosial masyarakat yang dijalani.
KOMPLEKSITAS PROBLEMATIKA, TANTANGAN, DAN RISIKO DEGRADASI KETAKWAAN DI ERA MODERN
Masalah sosial budaya adalah masalah pikiran dan realitas kehidupan. Terbentuknya
pola pikir masyarakat Indonesia yang majemuk, sehingga kehidupan sosialnya
selalu kompleks dalam konflik dengan sesama muslim maupun non muslim. Telah
ditunjukkan bahwa di zaman sekarang ini beberapa masyarakat dapat saling
bermusuhan, yang berarti kehancuran sudah dekat yang tidak lain dan tidak bukan
dikarenakan penurunan iman dan ketakwaan yang terjadi akibat degradasi sosial
dalam masyarakat.
Kemampuan beradaptasi di era modern sangat menjadi tantangan masyarakat
untuk mewujudkan ekonomi yang baik. Maraknya praktik-praktik kapitalisme hari
ini sangat menutup ruang-ruang ekonomi dialektis dapat tercapai atas dasar
kesejahteraan. Kepentingan politik juga saat ini menggambarkan praktik yang
menyimpang dari output dari ketakwaan mulai dari perbuatan korupsi, kolusi, dan
nepotisme serta konflik partai sehingga dapat dikatakan jauh dari nilai-nilai
ketakwaan. Pragmatisasi dan opportunistik individu dapat menjauhkan capaian
ketakwaan secara realistis membuat penurunan norma-norma dan aspek penyalahgunaan
perilaku buruk mulai dari anak-anak, mahasiswa, serta masyarakat secara meluas.
Munculnya masalah sosial yang sangat kompleks di era sekarang menjadi factor
terjadinya degradasi ketakwaan dalam lingkungan sosial masyarakat.
Problematika ini mulai hadir dikarenakan kurangnnya wawasan ketakwaan
yang terjadi. Permasalahan yang penting dihadapi sekarang yakni model penerapan
atau dinamisasi umat islam terhadap era modern yang digambarkan serba bisa
dilakukan contohnya seperti kehidupan yang menghalalkan segala cara untuk
melakukan sesuatu hal yang dilarang oleh agama dikarenakan aspek teknologi
mampu mengubah konektivitas kita dengan ketakwaan jika dipergunakan dengan
mengesampingkan nilai-nilai agama dan ketakwaan. Disatu sisi, konteks ketakwaan
yang digambarkan dalam kehidupan modern sehari-hari ini sangat menurun ditambah
dengan kondisi religiusitas masyarakat
yang kurang mendukung.
Situasi demikian sangat berbeda dengan keadaan masyarakat muslim yang
padat pada kehidupan beragama sebelumnya dan keadaan pada masa itu yang cukup
mendukung kualitas keimanan. Oleh karena itu dirasa perlu untuk
mengimplementasikan konsep khusus mendidik individu muslim tentang taqwa
sebagai pedoman yang dapat digunakan (dipahami) oleh setiap Muslim. Karena
realita menunjukkan bahwa sosialisasi taqwa saat ini baik dalam bentuk syariah
seperti puasa maupun dalam bentuk lain atau normatif seperti himbauan kepada
da'i dan lain-lain, nampaknya kurang efektif dikarenakan beberapa faktor
seperti seorang muslim yang bersangkutan tidak begitu memahami arti atau
konsepsi taqwa, sehingga ragu-ragu untuk memulai, maka ketidaktahuannya
menghasilkan pertanyaan bagaimana, dimana dan kapan harus mulai meninggalkan
sikap taqwa. Lagi pula, faktor lingkungan atau kondisi sosial tempat hidupnya tidak
membantunya membangun sikap takwa yang seharusnya tergambarkan
Maka dari itu, penting bagi kita sebagai individu muslim memahamialur-alur alternatif sebagai implementasi dari takwa itu sendiri. Alur awal yakni gadhul bashar (memalingkan pandangan dalam artian mata dan telinga) senantiasa dijaga serta diimplikasikan kepada hal positif yang dapat menjewantahkan arti ketakwaan yang autentik. Alur ini merupakan tindakanyang dilakukan mulai dari penglihatan atau pendengaran yang ditangkap dan direfleksikan Kembali kedalam pikiran serta ditanamkan dalam hati sebagai bentuk tauhid kita terhadap keimanan dan ketakwaan yang dimiliki sebagai bentuk pondasi awal mengahdapi problematika dunia yang sangat kompleks sehingga nantinya dapat dijadikan solusi dalam penyelesaian masalah dan kehidupan serta tantangan modernitas global dan masa depan pemahaman takwa yang dimiliki umat muslim.
KONSEPSI IMPELEMENTASI KETAKWAAN
Menurut K.H.
A. Mustofa Bisri atau Gus Mus dalam bukunya “Saleh Ritual, Saleh Sosial (Kualitas
Iman, Kualitas Ibadah, dan Kualitas Akhlak Sosial)” Menjelaskan bentuk
konsep ketakwaan yang dapat dimengerti oleh masyarakat. Pada bagian buku ini
memiliki subbab yang bertuliskan “takwa” yang mendeskripsikan ketakwaan adalah
sebuah bentuk rasa takut kepada Allah SWT selain itu, Bahasa lainnya yaitu
diartikan sebagai bentuk dari keimanan dan amal baik seseorang. Dijelaskan
dalam buku ini bahwa dikalangan santri mereka diajarkan bahwa takwa yakni
melaksanakan segala perintah-Nya dan senantiasa menjauhi segala larangan-Nya
dengan melakukan aktivitas positif dan berdasarkan rrukun-rukun dasar yang
harus dijalankan sebagai umat muslim seperti shalat lima waktu, berpuasa,
menunaikan zakat, dan melaksanakan haji. Selain itu secara terperinci konsep
rukun islam tersebut menjewantahkan perintah Allah SWT yang lebih spesifik
yakni menepati janji, menunaikan amanat, berbuat baik kepada sesama, dan
senantiasa beriman kepada Allah dan Rasul-Nya sebagai konsepsi keimanan dalam
ketakwaan. Selanjutnya, larangan-laranganNya perlu diperhatikan dan dihindari
seperti berdusta, menganiaya sesame, riba, dan perbuatan negative lainnya yang
dapat menjauhkan diri kita dari Allah SWT. Dalam bukunya, Gus Mus berkesimpulan
bahwa takwa itu dilakukan atas dasar niat baik dan semampu dari umatnya dalam
memaksimalkan ibadah yang dilakukan. Dalih ini didapatkan berdasarkan pada
firman-Nya QS. At Taghabun Ayat 16 yang berbunyi “Fattaqullaha mastatha’tum!”
dalam artian “Maka bertakwalah semampu kalian!” seakan-akan kita dianjutkan meningkatkan
ketakwaan kita dengan semampu dan semaksimal mungkin dalam kehidupan
sehari-hari melalui implementasi sederhana yang dilakukan dan digambarakan
diatas tadi.
Menurut analisis dialektis diatas, disimpulkan bahwa Gus Mus berdasarkan dengan QS Al-Baqarah ayat 177 tentang penggambaran orang yang bertakwa dielaskan bahwa ketakwaan seseorang dapat dilihat dalam konsepsi pemahaman dan implementasi dasar takwa yang terdefinisikan dan digambarkan dalam Al-Quran. Adapun implementasinya yaitu dengan percaya kepada Allah dengan sikap takwa yang diterapkan misalnya, mendekatkan diri kita kepada Al-Khaliq dan menerapkan ajaran Al Qur’an. Kemudian mencerminkan memiliki sifat tulus memberikan hartanya (berinfak). Sikap takwa yang diterapkan misalnya, menyisihkan harta dan barang yang dimilikinya untuk dihibahkan sebagai sedekah. Selanjutnya, ditunjukkan seperti pribadi mukmin yang memiliki sifat kesalehan pribadi dan sosial. Sikap takwa yang diterapkan misalnya, bergaul sebagai anggota masyarakat dan luhur budi akhlaknya. Selanjutnya diimplementasikan menjadi pribadi mukmin yang memiliki sifat menepati janji apabila berjanji. Sikap takwa yang diterapkan misalnya, melaksanakan perintahNya serta larangan-Nya dan berusaha terus menjaga apa atau siapa yang kita cintai tetap baik atau agar semakin baik. Serta yang terakhir digambarkan bahwa ketakwaan ditampilkan dalam bentuk kualitas kesabaran pribadi dan tahan uji dalam kesempitan dan penderitaan. Sikap takwa yang diterapkan misalnya, sikap sabar dalam kefakiran, sabar terhadap penyakit dan musibah, sabar memegang nilai-nilai Islam, tidak terkecoh dengan gemerlap dunia.
REFLEKSI REALITAS
Mengingat
hubungan dinamis antara agama dan modernitas, upaya harus dilakukan untuk
mendamaikan persepsi agama dan modernitas. Persepsi masyarakat terhadap agama
melahirkan sikap beriman dan taqwa (Imtaq), sedangkan penguasaan rakyat
terhadap ilmu pengetahuan dan teknologi (Iptek) mutlak diperlukan di era
modernisasi dan industrialisasi. Oleh karena itu, di zaman sekarang ini, yang
sangat dibutuhkan adalah penguasaan Imtaq dan iptek sekaligus. Salah satu upaya
untuk mewujudkan pemahaman imtaq sekaligus menguasai ilmu pengetahuan dan
teknologi adalah pendidikan. Pendidikan sebagai suatu sistem harus dirancang
sedemikian rupa sehingga menciptakan manusia seutuhnya. Yakni, orang yang tidak
hanya menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi, tetapi juga mampu memahami
ajaran agama dan mengimplementasikannya dalam kehidupan sehari-hari.
Saat masalah
terungkap, iman dan takwa tidak bersifat statis, tetapi melalui pola dinamis.
Iman dan taqwa adalah dasar dan inspirasi pembangunan moral diri. Bagi umat
Islam tidak cukup hanya percaya pada keberadaan dan kekuasaan Allah, tetapi
kita harus terus melakukan perbuatan baik, yaitu perbuatan baik yang membawa
manfaat terbesar bagi kehidupan. Keimanan dan ketakwaan menjadi landasan bagi
manusia untuk menjawab berbagai masalah dan tantangan hidup, khususnya di dunia
saat ini. Setiap orang yang memiliki iman dan taqwa dapat dengan mudah
menemukan solusi untuk setiap masalah yang dihadapinya. Oleh karena itu, sangat
penting bagi kita semua untuk menanamkan keimanan dan ketakwaan sebagai dasar
perbuatan kita.
REFERENSI
Arif,
M. (2013). Membangun Kepribadian Muslim Melalui Takwa dan Jihad. STAIN Tulung
Agung. Vol.7 (2).
https://media.neliti.com/media/publications/143921-ID-membangun-kepribadian-muslim-melalui-tak.pdf.
Diakses pada 2 Februari 2023.
Bisri, Ahmad
Mustofa. (2016). Saleh Ritual, Saleh Sosial. Yogyakarta: Diva Press. https://divapress-online.com/book/saleh-ritual-saleh-sosial-2018.
Diakses pada 2 Februari 2023.
Notowidagdo,
R. (2022). Pengantar Kesejahteraan Sosial: berwawasan iman dan takwa.
Amzah.
https://books.google.com/books?hl=id&lr=&id=m3hmEAAAQBAJ&oi=fnd&pg=PP1&dq=iman+dan+takwa&ots=QxWvT9JXdW&sig=wgITHfEB_ZHC2QVWcPYKHWBa_xw.
Diakses pada 3 januari 2023.
Panji, A.
L., Afendi, A. R., Ramli, A., Sudadi, S., & Mubarak, A. (2023). Pendidikan
Islam Dengan Penanaman Nilai Budaya Islami. Jurnal Pendidikan Islam
Al-Ilmi, 6(1), 9-21.
Syafeie, AK. (2020). Internalisasi Nilai-nilai Iman dan Taqwa dalam Pembentukan Kepribadian Melalui Kegiatan Intrakurikuler. IAIN Syekh Nurjati Cirebon. Al-Tarbawi Al-Hadistsah: Jurnal Pendidikan Islam. Vol.4(1).
Syahfarani, A. (2021). Iman dan Taqwa: Implementasinya dalam Kehidupan Modern. https://retizen.republika.co.id/posts/19088/iman-dan-taqwa-implementasinya-dalam-kehidupan-modern. Di akses pada 2 Januari 2023.
Komentar
Posting Komentar