Theos dan Theologia dalam Perspektif Islam
Oleh St.Salwiah Ramadani
Hadirnya manusia
di muka bumi menjadikan peluang bagi agama dan kepercayaan untuk berkembang.
Jika menggunakan pendekatan sejarah sapiens, perkembangan agama dan
kepercayaan manusia telah dimulai sejak zaman primitif. Oleh karena
keterbatasan manusia primitif dalam menghadapi kesulitan, muncul perkembangan
pemikiran dan perasaan yang melahirkan kesadaran terhadap berbagai fenomena
kehidupannya. Suatu kesadaran akan kelemahan dan kekurangan manusia primitif
ini selanjutnya menjadikan mereka untuk bergantung kepada suatu entitas yang
dipandangnya lebih kuat dan mampu menguasai dirinya serta memberikan jaminan
keselamatan dan kesejahteraan. Harapan untuk bergantung dan dilindungi oleh
entitas di luar dirinya yang bersifat supranatural yang kemudian disebut sebagai
Tuhan.
Tuhan, Agama, dan Kepercayaan
Tuhan dalam bahasa Yunani dikenal dengan istilah Theos,
atau the creator (Pencipta). Sedangkan wacana tentang Tuhan dikenal
dengan istilah Theologia atau Teologi (berakar dari kata Theos
dan Logos). Theologia dapat dipahami sebagai pengajaran tentang
ke-Allah-an (teaching about the Godhead) atau sebagai pujian kepada
Allah (praise of God). Theologia dipahami sebagai komunitas iman
atau agama (community of faith) di mana tidak ada dikotomi antara pengajaran
tentang Allah dan pemahaman serta pengalaman tentang Allah. Dengan
demikian, muncullah sebuah agama yang dianggap menjadi wadah kebenaran akan adanya
Tuhan.
Dalam bahasa Indonesia, kata “agama” sama artinya dengan
Bahasa Arab yaitu “din” atau di dalam
bahasa-bahasa Eropa sama dengan “religion” (Inggris), “de religie” (Belanda), “la religion” (Perancis), “die religion” (Jerman). Sedangkan secara etimologi kata
“agama” berasal dari bahasa Sanskerta yang berarti “a = tidak”, “gama = kacau” atau “tidak
pergi, tetap ditempat, diwarisi turun temurun.” Sedangkan kata “din” mengandung
pengertian “menguasai, menundukkan, patuh, utang, balasan atau kebiasaan.”
“Din” juga membawa suatu peraturan
berupa hukum yang mesti
dipatuhi. Peraturan tersebut
terwujud dalam bentuk perintah yang wajib
dilaksanakan maupun larangan yang harus ditinggalkan beserta konsekuensinya.
Sedangkan kepercayaan merupakan istilah umum yang
dikembangkan oleh manusia. Bermula dari
harapan untuk memperoleh kesejahteraan dan keselamatan terhadap sesuatu di luar diri manusia yaitu zat
supernatural atau yang
disebut Tuhan. Namun
dalam sejarah manusia, kepercayaan
terhadap Tuhan memiliki perjalanan
panjang, diwarnai dengan berbagai peralihan dan pergeseran, bahkan penolakan. Jika ditelisik dalam sejarah perkembangan ilmu, kepercayaan
manusia bermula dari yang
bersifat kosmologis, anthropologis sampai ideologis. Dalam konteks itulah muncul dinamisme,
animisme, politeisme, panteisme, panenteisme dan monoteisme.
Perkembangan
kepercayaan yang melahirkan beragam aliran-aliran atau
mazhab berpikir atau kepercayaan (-isme)
kemudian lebih banyak dibahas dalam cabang keilmuan
teologi (theologia) seperti yang telah dijelaskan di atas.
Oleh karena tidak hanya satu agama saja yang ada, maka
begitupun pemahaman akan Tuhan juga ada beragam sesuai dengan kepercayaan agama
masing-masing, ada teologi Islam, ada teologi Kristen
dan lainnya sesuai dengan nama agama itu sendiri.
Persepsi Manusia tentang Konsep Ketuhanan
Teisme memandang Tuhan adalah
pencipta alam. Tuhan adalah sesuatu yang tidak terbatas. Tuhan dan ciptaanNya
sangat berbeda. Tuhan merupakan
wujud tertinggi, berada di dalam dan di luar alam, yang Maha Sempurna, Tuhan adalah dekat (imanen)
dan juga sekaligus jauh (transenden) dari alam. Semua perbuatannya, termasuk
mukjizat meskipun tidak sesuai dengan hukum alam, adalah benar. Sebagai
pencipta, Tuhan juga pemelihara alam. Doa dapat dikabulkan, adalah benar. Semua
agama samawi pada dasarnya sama-sama penganut teisme. Namun memiliki caranya sendiri dalam
mendekati Tuhan.
Islam Agama yang Saya Anut
Di Indonesia sendiri ada beberapa agama yang
dipercayai dan Karena saya lahir dikeluarga yang mempercayai agama islam
sehingga saya akan menjelaskan konsep ketuhanan dalam perspektif islam. Sehingga dalam diskursus ketuhanan dalam Islam, teologi
yang akan dibahas akan lebih difokuskan pada konsep
tauhid.
Secara
etimologis, Islam berasal dari kata “aslama” yang berakar dari kata “salama”. Sedangkan secara terminologis,
Islam dapat diartikan sebagai tindakan condong
dan bertawakkal kepada Allah. Sesungguhnya Dialah Yang Maha Mendengar lagi Maha
Mengetahui (QS.
8:61). Kata “salm” dalam ayat berarti damai atau perdamaian.
Ini merupakan salah satu makna dan ciri dari Islam, yaitu agama yang
mengajarkan umatnya untuk cinta damai atau senantiasa memperjuangkan
perdamaian, bukan peperangan atau konflik dan kekacauan.
Konsep Ketuhanan atau Tauhid dalam Islam
Ilmu yang membahas tentang Tuhan dalam Islam disebut ilmu
Tauhid. Ilmu Tauhid merupakan ilmu yang membahas
tentang: 1)
Allah swt; 2)
sifat-sifat
yang wajib padaNya; 3)
sifat-sifat yang boleh disifatkan kepadaNya; 4) sifat-sifat yang sama
sekali harus ditiadakan dari padaNya; 5)
serta tentang Rasul-rasul
Allah swt untuk menetapkan kerasulan mereka, hal-hal yang boleh dikaitkan
(dinisbahkan) kepada mereka dan hal-hal yang terlarang mengaitkannya dengan
mereka.
Tauhid berasal dari Bahasa Arab
yang berarti mengesakan. Tauhid adalah meyakini bahwasanya Allah swt itu esa (satu atau tunggal)
dan tidak ada sekutu bagiNya, sebagaimana dirumuskan dalam kalimat syahadat tauhid, yakni (tiada Tuhan selain
Allah). Dinamakan ilmu
Tauhid karena yang menjadi esensi
pembahasannya adalah menetapkan keesaan Allah swt dalam
zatNya, dalam menerima peribadatan dari makhlukNya dan meyakini bahwa Dialah
tempat kembali, satu-satunya tujuan. Ilmu Tauhid dipandang sebagai induk ilmu-ilmu Agama karena bertujuan
untuk memantapkan keyakinan dan kepercayaan agama melalui akal pikiran, di
samping kemantapan hati, yang didasarkan pada wahyu. Ilmu Tauhid juga berperan sebagai benteng
kepercayaan dan keimanan dengan
cara mengeliminasi
segala macam bentuk keraguan yang mungkin masih
melekat atau sengaja dilekatkan.
Sumber primer Ilmu Tauhid adalah al-Qur’an dan al-Hadis yang merupakan sumber naqli
(dalil kuat) untuk menjelaskan wujud,
sifat-sifat,
dan hubungan Allah dengan makhlukNya. Sedangkan dalil-dalil aqli (rasio)
filsafat dan sains dipakai
sebagai sumber sekunder.
Ulama membagi Ilmu Tauhid
menjadi tiga bagian, yaitu:
1) tauhid rububiyah,
yang mengajarkan bahwa Allah swt adalah satu-satunya pencipta,
pemelihara, penguasa dan pengatur alam semesta; 2) tauhid
uluhiyah/ubudiyah, yang mengajarkan bahwa
hanya Allah-lah zat yang layak diagungkan dan hanya kepadaNya lah manusia beribadah,
memohon pertolongan, tunduk, patuh, tidak kepada yang lain; 3) tauhid shifatiyah,
yang mengajarkan bahwa hanya Allah-lah yang memiliki sifat-sifat ke-mahasempurna-an dan terlepas dari
segala kekurangan.
Dalam Islam keesaan, transenden dan imanen Tuhan dijelaskan di dalam surat al-Ikhlas ayat 1 bahwa Allah itu Esa. Selanjutnya surat Qaf ayat 16 dikatakan bahwa Allah menciptakan manusia dan berada dekat dengan manusia bahkan lebih dekat dari urat lehernya, artinya imanen. Kemudian dalam surat al-A’raf ayat 54 dikatakan bahwa Allah itu bersemayam di ‘Arasy, artinya singgasana di luar alam atau transenden. Lebih lanjut dalam surat Yunus ayat 3 dikatakan bahwa Allah bersemayam di atas ‘Arasy yang memberi kesan Ia jauh dari alam (transenden). Kemudian di akhir ayat dijelaskan bahwa Allah sebagai the creator memiliki kuasa untuk mengatur semua urusan (sifat imanen Allah yang memperhatikan alam), sehingga Tuhan dalam Islam dipahami sebagai entitas yang imanen sekaligus transenden.
Referensi:
Budhy Munawar Rachman, dkk. 2022. Pemikiran Islam Nurcholish Madjid. Prodi
S2 Studi Agama-agama UIN Sunan Gunung Djati Bandung dan LSAF.
Ilhamuddin dan Nasution, Muhammad Lathief. 2017. Teologi Islam Warisan
Pemikir Muslim Klasik. Medan: Penerbit Perdana Publishing.
Nurcholish Madjid. Nilai Dasar Perjuangan; Dasar-dasar Kepercayaan. Himpunan
Mahasiswa Islam.
Komentar
Posting Komentar