Permindikbud Ristek No. 30 Tahun 2021: Menilik Lebih Jauh Pemutus Rantai Kekerasan Seksual di Perguruan Tinggi
Permindikbud Ristek No. 30 Tahun 2021: Menilik Lebih Jauh Pemutus Rantai Kekerasan Seksual di Perguruan Tinggi
Kekerasan seksual menjadi suatu
wabah pandemi terjadi saat ini terutama yang paling menjadi sorotan yakni dalam
dunia pendidikan utamanya di Perguruan Tinggi. Menurut Komnas Perempuan, selama
tahun 2015-2021, data pelaporan kekerasan di dunia pendidikan mengalami
fluktuatif. Pada tahun 2021, terjadi penurunan yaitu 9 kasus sementara pada
tahun 2020 yaitu 17 kasus. Dari laporan tersebut, Kekerasan Berbasis Gender
(KBG) di Perguruan Tinggi (PT) menempati urutan pertama yaitu 35% disusul di
pesantren atau pendidikan berbasis agama islam menempati urutan kedua atau 16%,
selanjutnya di sekolah SMA/SMK terdapat 15%. Hal ini menjadi persoalan yang
menakutkan di kalangan masyarakat terkhusus pada perempuan yang rentang
mengalami penindasan.
Per tanggal 31 Agustus 2022,
Mendikbud ristek Nadiem Makarim mengeluarkan suatu kebijakan yakni Peraturan
Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nomor 30 Tahun 2021
Tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Lingkungan Perguruan
Tinggi merupakan pedoman bagi perguruan tinggi untuk menyusun kebijakan dan
mengambil tindakan pencegahan dan penanganan kekerasan seksual yang terkait
dengan pelaksanaan tridharma di dalam atau di luar kampus sebagaimana yang
tercantum dalam Pasal 2 Permendikbud ristek No.30 Tahun 2021 ini. Hadirnya
peraturan ini dinilai sangat penting melihat dari maraknya kasus kekerasan
seksual di lingkup perguruan tinggi. Saat ini, kekerasan seksual menjadi satu
tindak kejahatan yang sangat sering dijumpai, khususnya di kalangan remaja.
Kekerasan seksual yang dialami siapapun akan memberi dampak yang mendalam dan
merugikan bagi korbannya. Tak sedikit kejadian kekerasan seksual yang dijumpai
dalam lingkup tempat menuntut ilmu salah satunya dunia kampus.
Perguruan tinggi di Indonesia saat
ini dinilai jauh dari kata aman akan kekerasan seksual. Namun, dari hasil data
mengenai tingginya kasus kekerasan seksual di perguruan tinggi, diketahui masih
terdapat beberapa korban yang enggan melaporkan hal tersebut kepada pihak-pihak
berwajib dengan beberapa alasan. Berdasarkan Direktorat Jenderal Pendidikan
Tinggi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, penyebab
pertama ialah korban kekerasan seksual merasa malu atas perlakuan yang menimpa
dirinya. Penyebab lainnya yaitu ketiadaan aturan/ mekanisme yang handal,
sehingga korban tidak tahu secara pasti apa yang harus dilakukan, kemana ia
harus lapor, dan prosedur apa saja yang harus ditempuh. Umumnya, pada kekerasan
seksual adanya relasi yang tidak seimbang, yakni posisi dominan pelaku dan sebaliknya,
serta posisi rentan korban dalam masyarakat dengan budaya patriarki merupakan
faktor determinan yang signifikan. Dengan demikian, kekerasan seksual dalam
berbagai wujudnya tidak lagi dapat dipandang semata-mata sebagai masalah
agresivitas seksual melainkan dipandang sebagai ekspresi dari hubungan
kekuasaan atau dominasi.
Menilik aturan Permendikbud ristek
No. 30 Tahun 2021 menuai suatu pro dan kontra dalam masyarakat, persoalan bahwa
kebijakan tersebut melegalkan suatu perzinahan, sehingga melanggar norma agama
tertuang pada kata ‘consent’ yang
merujuk pada persetujuan. Salah satunya adalah terdapat pada pasal 5 ayat 2
huruf 1 yaitu “menyentuh, mengusap, meraba, memegang, memeluk, mencium dan/atau
menggosokkan bagian tubuhnya pada tubuh korban tanpa persetujuan korban.
Dilihat dari konsep dasarnya kembali bahwa kebijakan ini dimana Permendikbud
ristek No. 30 Tahun 2021 mendefinisikan dengan jelas tentang kekerasan seksual
sebagai fokus daripada pembahasannya. Dalam permendikbud ristek ini, perlindungan
hak korban dijadikan prioritas utama. Nadiem Makarim menegaskan permendikbud
ristek ini menjadi wadah perlindungan korban serta mencegah terjadinya
keberlanjutan kasus kekerasan yang dialaminya. Diuraikan lebih jelas terkait
komitmen Permendikbud ristek ini dalam keberpihakan terhadap korban yakni
sebagai berikut.
1. Mengenal konsep relasi kuasa dan gender dalam mendefinisikan kekerasan
seksual (Bab 1 Ketentuan Umum)
Hal ini membantu perguruan tinggi
untuk secara tegas melihat definisi dan bentuk-bentuk kekerasan seksual yang
seringkali tidak diakui terjadi di kampus. Dalam banyak kasus pelaporan
kekerasan seksual, acapkali korban kembali menjadi korban karena disudutkan
dengan pertanyaan terkait dengan penampilan, ekspresi, hubungan dengan pelaku,
dsb. Pemahaman mengenai ketimpangan relasi kuasa dan/ atau gender, serta bentuk-bentuk kekerasan seksual yang sering terjadi
di kampus akan mencegah keberulangan/ re-viktimisasi pada korban.
2. Mekanisme pencegahan yang
komprehensif dan melibatkan setiap unsur civitas akademika
Melalui penguatan tata kelola
seperti pembentukan satuan tugas, penyusunan pedoman pencegahan dan penanganan
kekerasan seksual, penyediaan layanan pelaporan kasus, sosialisasi, pemasangan
tanda informasi, serta jaminan aksesibilitas bagi penyandang disabilitas (Bab
II Pencegahan). Dengan demikian, tidak perlu lagi ada kekhawatiran bahwa aturan
ini hanya mengakomodasi kelompok tertentu dan meninggalkan kelompok rentan
lainnya.
3. Menjamin pemulihan korban (Bab
Penanganan Bagian Kelima)
Penjaminan pemulihan korban
dilakukan dengan intervensi yang sesuai dengan apa yang diperlukan dan
disetujui oleh korban. Orientasi dari aturan ini bukan hanya penghukuman
terhadap pelaku, tetapi memperhatikan pemulihan yang korban perlukan baik
akibat dari kekerasan seksual yang dialaminya atau pun yang diakibatkan dari
proses investigasi.
4. Mencegah kriminalisasi korban dan
pembela dalam penanganan kasus yang sedang berlangsung (Bab Penanganan Bagian
Ketiga)
Sebagai bagian dari perlindungan
korban dan pembela, Permendikbud riste ini menjamin keberlanjutan hak serta
perlindungan dari ancaman fisik, non-fisik hingga kriminalisasi, bagi korban
dan saksi yang melaporkan peristiwa kekerasan seksual.
5. Sanksi yang tegas dalam penanganan
kekerasan seksual di kampus (Bab Penanganan Bagian Keempat)
Sanksi yang diatur terbagi menjadi
tiga bagian yaitu ringan, sedang, dan berat. Sanksi ringan mewajibkan pelaku
untuk menyatakan permohonan maaf secara tertulis yang dipublikasikan di
internal kampus atau media massa. Selain itu, pelaku yang mendapatkan sanksi
ringan dan sedang juga diwajibkan untuk mengikuti pembinaan konseling untuk
memberikan efek jera, sehingga tidak terjadi keberulangan.
6. Menjamin ruang partisipasi warga
kampus untuk mendukung korban melalui pembentukan Satuan Tugas Pencegahan dan
Penanganan Kekerasan Seksual (Bab IV Satuan Tugas Pencegahan dan Penanganan
Kekerasan Seksual)
Partisipasi dari setiap unsur
civitas akademika yang berpihak pada korban seperti mahasiswa, dosen, dan
tenaga kependidikan lainnya adalah kunci dalam implementasi Permendikbud ristek
ini. Dengan menetapkan syarat-syarat yang ketat seperti pernah mendampingi
korban kekerasan seksual serta proporsi anggota yang melibatkan partisipasi
mahasiswa sebesar 50%, satgas yang dibentuk mampu untuk menjangkau dan
mengamati situasi terkini di kampus. Hal ini sekaligus memberikan rasa aman dan
nyaman pada korban mahasiswa karena yang menerima laporan kasusnya merupakan
teman sebaya.
7. Memberikan perlindungan hak korban
dan saksi (Bab III Penanganan Bagian Ketiga Perlindungan)
Aturan ini memberikan jaminan
perlindungan bukan hanya kepada korban, melainkan juga kepada saksi.
Perlindungan tersebut diantaranya yaitu perlindungan akademis dan/ atau
pekerjaan sebagai pendidik maupun tenaga pendidik, perlindungan dari ancaman
fisik maupun non-fisik, perlindungan akan kerahasiaan identitas, perlindungan
dari ancaman pidana atau perdata hingga penyediaan rumah aman bila korban dan
saksi memerlukan.
8. Memastikan tanggung jawab perguruan
tinggi dalam meningkatkan keamanan kampusnya dari kekerasan seksual
Permendikbud ristek ini mewajibkan
kampus menjadi salah satu kunci yang bertugas mencegah dan menangani kasus
kekerasan seksual. Apabila perguruan tinggi tidak melaksanakannya, maka akan
berakibat pada pengurangan-pengurangan hak yang dimiliki perguruan tinggi
tersebut.
9. Mengakomodasi kebutuhan disabilitas
dalam tiap proses pencegahan dan penanganan kekerasan seksual
Hal ini merupakan bentuk
perlindungan Permendikbud ristek ini terhadap hak-hak disabilitas yang sering
kali diabaikan. Selain itu, pengakomodasian kebutuhan disabilitas juga
menunjukkan inklusivitas Permendikbud ristek ini terhadap ragam kerentanan
korban kekerasan seksual.
10.
Mengakomodasi
keragaman kondisi kampus di Indonesia
Pemimpin Perguruan Tinggi diberi
wewenang untuk mengatur lebih lanjut hal-hal yang belum diatur di Permendikbud
ristek (pasal 50) dan kepastian hukum untuk meminta bantuan dari Kemendikbud
dalam penanganan kasus-kasus yang berat (pasal 56).
Permasalahan dari pro kontra yang
terjadi pada Permendikbud ristek, dimana salah satu lembaga adat yaitu Lembaga
Kerapatan Adat Alam Minangkabau (LKAAM) Sumatera Barat mengajukan gugatan
berupa Judicial Review (JR) kepada MA
dengan Nomor Perkara 34 P/HUM/2022. Dalam gugatannya, LKAAM meminta MA untuk
meninjau kembali penerbitan Permendikbud ristek Nomor 30 Tahun 2021 tentang
PPKS di Lingkungan Pendidikan Tinggi dengan alasan karena pada pasal tentang
bentuk-bentuk kekerasan seksual terdapat frasa “tanpa persetujuan korban” dan
“yang tidak disetujui korban”. Frasa tersebut membuka ruang atas perbuatan
asusila yang dilegalkan dan pembentukan Permendikbud ristek tersebut tidak
memenuhi asas keterbukaan. Menurut mereka, kemendikbud tidak cukup membuka
ruang bagi masyarakat untuk memberikan masukan.
Hal tersebut membuat khawatir
beberapa kelompok masyarakat terutama kalangan yang selama ini peduli terhadap
isu kekerasan seksual di kampus. Salah satunya yaitu komnas perempuan, sehingga
komnas perempuan tegas menyerukan MA untuk menolah JR LKAAM. Ada tiga alasan
yang disampaikan Komnas Perempuan mengapa MA layak menolak permohonan Judicial Review LKAAM. Pertama, pemohon
tidak memenuhi kriteria untuk mengajukan keberatan atas Permendikbud ristek
PPKS karena tidak mampu membuktikan kualifikasinya, antara sebagai masyarakat
hukum adat atau badan hukum publik. LKAAM juga tidak memiliki kerugian hak
warga negara, tidak memiliki hubungan sebab akibat antara kerugian dan obyek
permohonan, dan pembatalan obyek permohonan tidak akan menghentikan tindakan
kekerasan seksual. Kedua, Kemendikbud telah memenuhi Prosedur Formal
Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.
Penolakan Judicial Review Permendikbud PPKS juga disampaikan sejumlah
akademisi dari beberapa universitas, antara lain: Universitas Indonesia (UI),
Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya, Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara.
Mereka menyatakan pembentukan Permendikbud ristek PPKS sudah memenuhi peraturan
perundang-undangan yang berlaku. Karena tidak ada alasan bagi MA untuk
mengabulkan permohonan Judicial Review LKAAM.
Hal yang sama dilakukan oleh Pergerakan Indonesia untuk Semua (PIS). PIS
menganggap LKAAM tidak sensitif terhadap meningkatnya kasus-kasus kekerasan
seksual di perguruan tinggi.
Permohonan uji materi ditolak oleh
MA, sehingga implementasi Permendikbud ristek Nomor 30 Tahun 2021 mulai
terjalankan di beberapa perguruan tinggi khususnya di Universitas Hasanuddin.
Sebelum adanya Permendikbud ristek No. 30, pada lingkup Universitas Hasanuddin
terdapat beberapa lembaga yang mengawal kasus-kasus kekerasan seksual, salah
satunya yaitu Komite Anti Kekerasan Seksual. Menurut laporan aduan kasus
kekerasan seksual yang diterima Komite Anti Kekerasan Seksual selama periode
2019-2021, yaitu berjumlah 16 kasus, 15 kasus dilaporkan oleh korban, 1 kasus
dilaporkan oleh pelaku. Jenis kekerasan yang paling banyak terjadi adalah di
ranah pribadi atau privat 57% (9
kasus) dengan rincian dilakukan oleh mantan pacar (6 kasus), pacar (2 kasus),
serta kerabat (1 kasus) dan lainnya dilakukan oleh pelaku dari ranah komunitas
43% (7 kasus), dengan rincian teman (4 kasus), dosen pembimbing (1 kasus),
atasan di tempat kerja (1 kasus) dan orang yang tidak dikenal (1 kasus).
Dari hal tersebut, menandakan bahwa
di lingkup Universitas Hasanuddin terdapat beberapa laporan kasus kekerasan
seksual dari sekian banyaknya kejadian kasus kekerasan seksual yang belum
terlapor, sehingga memungkinkan membentuk fenomena gunung es. Hal itu terjadi
dikarenakan korban malu diketahui identitasnya hingga pada relasi kuasa yang
mengintervensi korban ketika melaporkan pelaku.
Hadirnya Permendikbud ristek Nomor
30 Tahun 2021 di lingkup Universitas Hasanuddin menjadi suatu aturan
berperspektif terhadap korban, tetapi yang menjadi suatu pertanyaan sudah
sejauh mana progress implementasi Permendikbud ristek Nomor 30 Tahun 2021 di
UNHAS?
Dilansir dari tulisan Komite Anti
Kekerasan Seksual, dimana membuka forum diskusi yang bertemakan “Implementasi
Permendikbud ristek Nomor 30 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan
Kekerasan Seksual di Lingkungan Perguruan Tinggi” yang turut mengundang seluruh
mahasiswa Universitas Hasanuddin dengan pemantik Imam Mobilingo selaku anggota
Satgas yang diskkan oleh Rektor Universitas Hasanuddin dan Arinda Widyani Putri
selaku Koordinator Umum Komite Anti Kekerasan Seksual. Pada tulisan tersebut,
Imam menerangkan terkait perkembangan tindak lanjut Permendikbud ristek di
Unhas saat ini bahwa Rektor telah mengangkat 11 orang sebagai tim Satuan Tugas
sementara Permendikbud ristek Nomor 30 Tahun 2021 melalui Surat Keputusan
Rektor Nomor 5282/UN/4.1/KEP/2022. SK tersebut ditandatangani Rektor Unhas pada
29 Juli 2022 yakni.
● Prof. Dr. Farida Patittingi, SH.,
M.Hum selaku ketua satgas PPKS Unhas,
● Prof. Dr. Anwar Borahima, SH., MH
selaku wakil ketua Satgas PPKS Unhas,
● Dra. Rosniati, M.M selaku sekretaris
satgas PPKS Unhas,
● Dr. dr. Idar Mappangara,
Sp.PD.,Sp.JP.(K) selaku anggota satgas PPKS Unhas (unsur dosen),
● Abdullah Sanusi, SE.,MBA.,Ph.D
selaku anggota satgas PPKS Unhas (unsur dosen),
● Asmita, SH selaku anggota satgas
PPKS Unhas (unsur tenaga kependidikan),
● Andi Wiwiek Sultan, S.IP selaku
anggota satgas PPKS Unhas (unsur tenaga kependidikan),
● Saharia, S.T.,M.M selaku anggota
satgas PPKS Unhas (unsur tenaga kependidikan),
● Sampara, S.T.,M.M selaku anggota
satgas PPKS Unhas (unsur tenaga kependidikan),
● Imam Mobilingo selaku anggota satgas
PPKS Unhas (unsur mahasiswa), dan
● Sakinah Raodliyah Taslim selaku
anggota satgas PPKS Unhas (unsur mahasiswa).
Pada tulisan tersebut juga
memperdebatkan terkait apa yang menjadi dasar/ landasan pembentukan satgas
sementara Unhas. Menurut Imam Mobilingo selaku tim Satgas Unhas dari unsur
mahasiswa, dasar/ landasan pembentukan satgas Unhas ialah SK Rektor Nomor
528/UN/4.1/KEP/2022 yang terbit tanggal 29 Juli 2022. Satgas yang berlaku hari
ini pun bersifat sementara sampai diterima balasan dari Kemdikbud perihal
panitia seleksi yang terpilih. Hal ini menjelaskan bahwa satgas yang bersifat
sementara ini terbentuk tanpa melalui mekanisme yang sesuai dengan pasal 27 dan
pasal 28 perihal kuantitas dan kualitas satgas, maka dari itu Imam mengakui
bahwa satgas sementara ini bersifat mal prosedur.
Pada 26 September 2022, dikeluarkannya
surat pengumuman nama-nama panitia seleksi (pansel) satuan tugas yang berjumlah
8 orang yakni
● Prof Dr Rabina Yunus Msi selaku
pendidik,
● Dr Ir Novaty Eny Dungga MP selaku
pendidik,
● Prof Dr Nursini SE MA selaku
pendidik,
● Dr Ir Mardiana Ethrawaty Fachry Msi
selaku pendidik,
● Dra Rosniati MM selaku tenaga
kependidikan,
● Ernawati Rifai SE MM selaku tenaga
kependidikan,
● Alya Tasya Widjaya selaku mahasiswa,
dan
● Regina Meicieza Sweetly selaku
mahasiswa.
Dilansir dari tulisan Identitas
Mahasiswa bahwa dari sejak Juli 2022 Unhas telah mengirim nama-nama calon
pansel untuk dilakukan seleksi administrasi dan pansel yang dinyatakan lulus
berencana akan membuat buku pedoman anti kekerasan seksual yang akan dibagikan
ke setiap fakultas. Berdasarkan tulisan identitas mahasiswa mengenai “Satgas
PPKS ‘Tersandung’ Masalah Teknis” bahwa terdapat kurang inisiatif dan responsif
dari pihak administrator Unhas dalam penginputan data calon pansel yang
menyebabkan calon pansel tidak mengikuti materi dan penginputan data yang
dilakukan pada Bulan September. Lamanya penginputan data lantaran administrator
bingung berkomunikasi dengan pihak siapa dan kesibukan pada saat pergantian
rektor serta miskomunikasi yang terjadi saat penginputan data. Pada 4 November
2022, Rektor Unhas Prof. Dr. Ir. Jamaluddin Jompa, M. Sc resmi melantik 11
orang terpilih sebagai satuan tugas pencegahan dan kekerasan seksual dilingkup
kampus yakni
● Prof. Dr. Farida Pattitingi, S.H.,
M.Hum., (ketua satgas),
● Dr. Iskandar, S.Sos., M.Si.,
(sekretaris satgas),
● Prof. Dr. Nursini, S.E., MA.,
(anggota),
● Dr. Ir. Mardiana Ethrawaty Fachry,
MS., (anggota),
● Dr. Ir. Aslina Asnawati, S.Pt.,
M.Si., IPM., ASEAN Eng (anggota),
● Muhammad Rizal, S.S., M.Hum.,
(anggota),
● Qaiatul Muallima (anggota),
● Nanda Yuniza Eviani (anggota),
● Nurul Auliya Amin (anggota),
● Mutiara Humaerah Mahbubah Abdullah
(anggota), dan
● Muh. Widyachasan Warisman (anggota).
Dalam proses pembentukan, satgas
PPKS telah melewati proses seleksi dengan persyaratan yang telah ditetapkan
oleh peraturan yang tercantum dalam Permendikbud ristek No. 30 Tahun 2021 pada
pasal 27, 28, dan 29.
Permendikbud ristek Nomor 30 Tahun
2021 memiliki banyak dinamika dilalui hingga pada implementasinya, tetapi
ketika kita tarik kembali dasar pembentukan aturan ini dalam segi ajaran islam.
Berdasarkan hasil diskusi yang dilakukan oleh Kohati Komisariat Kesehatan
Masyarakat Universitas Hasanuddin, dimana salah satu narasumber Nurul Izzah
selaku Ketua Kohati Komisariat Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin
periode 1443-1444 H menjelaskan bahwa sikap saling menghargai merupakan salah
satu cara untuk menghindari perilaku penyimpangangan seksual, karena dengan
saling menghargai orang akan mengetahui batasan-batasan syar’i. Salah satu cara
untuk menghindari penyimpangan seksual yaitu dengan menjauhi perkara-perkara
yang menimbulkan syahwat, laki laki dapat dengan cara menundukkan pandangan,
perempuan harus menutup aurat agar tidak mengundang syahwat laki – laki. Di
dalam islam sendiri, sudah jelas menentang terkait kekerasan dalam bentuk
apapun terlebih lagi terkait dengan kekerasan seksual yang dijelaskan oleh
firman Allah SWT Q.S An-Nur ayat 33, Al isra ayat 32, An Nur ayat 30.
Konsep-konsep terkait perlindungan dan jaminan terhadap perempuan dalam hak-hak
dasar sebagai manusia dapat ditemukan dalam banyak literatur-literatur Islam.
Islam melindungi perempuan dari pelecehan melalui pelaksanaan aturan-aturan dan
kebijakan seperti.
1.
Penerapan aturan-aturan Islam yang
dikhususkan untuk menjaga kehormatan dan martabat perempuan.
Misalnya, kewajiban menutup aurat
(QS. An-Nur: 31), berjilbab ketika memasuki kehidupan publik (QS. Al-Ahzab:
59), larangan berhias berlebihan atau tabarruj (QS. Al-A’raaf: 31 dan QS.
Al-Ahzab: 33). Adanya pendampingan mahram
(kakek, ayah, saudara laki-laki, dan adik ayah) atau suami ketika perempuan
melakukan perjalanan lebih dari 24 jam. Dari Abu Hurairah RA, Nabi SAW
bersabda,
“Tidak
halal bagi seorang wanita yang beriman kepada Allah dan hari akhir, bersafar
sejauh perjalanan sehari semalam kecuali bersama mahramnya.” (HR. Muslim
no.1339).
2.
Penerapan aturan-aturan Islam
terkait pergaulan laki-laki dan perempuan.
Misalnya, perintah menundukkan
pandangan bagi laki-laki (QS. An-Nur: 30) dan perempuan (QS. An-Nur: 31),
larangan berduaan dan campur baur antar laki-laki dan perempuan tanpa hajat
syar’i. Rasulullah SAW bersabda,
“Seorang
laki-laki tidak boleh berduaan (khalwat) dengan seorang perempuan kecuali
wanita tersebut bersama mahramnya.” (HR.Muslim)
3.
Penerapan sanksi yang berat bagi
pelaku pelecehan.
Misalnya, pelaku pemerkosaan akan
dihukum had zina (QS. Al-Maidah: 33).
Jika pelakunya belum pernah menikah maka dicambuk 100x, jika sudah pernah
menikah dirajam hingga mati.
4.
Orang yang berusaha melakukan zina
dengan perempuan namun tidak sampai melakukannya, maka dia akan diberi sanksi
tiga tahun penjara, ditambah hukuman cambuk dan pengasingan. Hukuman yang
diberikan akan dimaksimalkan jika korbannya adalah orang yang berada di bawah
kekuasaannya seperti pembantu perempuannya atau pegawainya.
Selain itu, Islam juga melindungi
perempuan dari kekerasan, melalui pelaksanaan aturan-aturan dan kebijakan
seperti:
1. Perintah mempergauli istri secara
ma’ruf dan larangan berbuat aniaya terhadap istri (QS. Al-Baqarah: 228-229 dan
QS. An-Nisa: 19).
2. Penerapan sanksi bagi pelaku
kekerasan, di antaranya pelaku akan dihukum qishas
jika terjadi pembunuhan atau dihukum ta’zir
maupun membayar denda (diyat)
jika terjadi penganiayaan fisik.
Pelecehan seksual merupakan
penyimpangan terhadap norma agama dan moral. Kedua bentuk ini mengakibatkan
bahaya baik ditinjau dari aspek psikologis maupun sosiologis, sehingga
penyimpangan ini masuk dalam ranah patologi sosial. Ajaran Islam memandang bahwa
prostitusi maupun pelecehan seksual merupakan perbuatan dosa/ keji dan
melanggar larangan Allah SWT , sebagaimana firman yaitu
Q.S Al - A’raf ayat 33: َ ح َ ََّّم ِ ا ْ قُل ٰ لل ِ ا ب ْ ُ
ْشِرُكو َ ْن ت ا َ َ قِ و ِر الْح ْ ی َ غ ِ ب َ غْي َ الْبـ َ و َ ثْم اَْلِ َ و
َ َطَن ب َ م َ و َ ْه نـ ِ م َ َر ظَه َ
َش م احِ َ َفو الْ َ ِي ب َ َ َ َّرم َ ِ ِْْ ب َز نـ ُ ُـ ْ لَم َ م ِ َ ً ْل
ٰطن ُ َ ْن ا ْ ُ َّوا لُو ْ تـ لَى َُقو َ ع ِ َ ٰ الل َ م ََل َن ْ و ُ لَم ْ َۡ
تـ
Al-Quran tidak pernah memandang
laki-laki dan perempuan secara berbeda, Al-Quran tidak memandang perempuan
dengan rendah, tidak mengajarkan untuk berperilaku sewenang-wenang terhadap
perempuan apalagi untuk menyiksa maupun melukai perempuan. Beberapa ayat dalam
Al-Quran dapat menggambarkan bahwa Islam memberikan apresiasi terhadap cinta,
kasih sayang, keharmonisan dalam menjadi landasan hubungan antara suami dan
istri. Hal ini dapat dilihat dalam Alquran yaitu
Q.S Ar-Rum Ayat 21: َق َ ْن َخلَ َ ا ِ ٰاُٰت ْ ن ِ م َ َك
و ِ ٰذل ْ ي ِ َّن ف ِ ةًۗا َ ْم َح َّدةً َّوَ َ َّمو ْ َ ُكم ن ْ یـ َ بـ َ َل ۡ
َ َج و َ ْه لَیـ ِ ْٓا ا ْ ُو ُكنـ ْ َس ت ِ ل ً اج َ ْو َز ا ْ ِس ُكم ُْف ََّـ
ا ْ ن ِ م ْ لَ ُكم ََلٰ ِ م ْ َقو ِ ِت ل ُٰ َن ْ و ُ َ َف َّكر ُـَّتـ
Artinya: Di antara tanda-tanda
kekuasaan Tuhan adalah bahwa Dia menciptakan pasangan untukmu dari jenismu
sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tentram kepadanya, dan dijadikan-Nya
di antara kamu kasih sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar
terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir. [QS. 30:21]
Ayat ini menjadi penting karena Pertama, Al-Quran tidak mengaitkan
seksualitas dengan perilaku hewani atau tindakan jasmani saja, namun memandang
bahwa seksualitas ialah sarana Tuhan dalam menciptakan hubungan antara
laki-laki dan perempuan yang dicirikan dengan kebersamaan, kedamaian, cinta dan
kasih sayang. Kedua, ayat ini
memiliki penegasan laki-laki dan perempuan mempunyai karakteristik yang sama
termasuk karakteristik seksualitas, keduanya merupakan bagian dari
karakteristik alami manusia atau fitrah, keserupaan seksualitas tersebut yang
membuat sukun yang timbal balik itu menjadi bermakna. Tidak adanya pembeda
antara karakteristik seksual laki-laki dan perempuan juga dapat dilihat dari
Q.S Annur ayat 26: ِت َ یث ِ َخب لْ ِ ُوَن ل یث ِ َخب
الْ َ و َ ین ِ یث ِ َخب ْل ِ ُت ل َ یث ِ َخب الْ ٰۖ لطَّ ِ وَن ل ُ ب ِ ی الطَّ
َ و َ ین ِ ب ِ ی لطَّ ِ ُت ل َ ب ِ ی الطَّ َ ِت و َ ب ِ ی
Artinya: Perempuan-perempuan yang
keji adalah untuk lelaki lelaki yang keji dan lelaki lelaki yang keji adalah
untuk perempuan perempuan yang keji dan perempuan perempuan yang baik adalah
untuk lelaki-lelaki yang baik, dan lelaki-lelaki baik adalah untuk
perempuan-perempuan yang baik. Dengan demikian, dalam Al-Quran dijelaskan bahwa
kesucian dan kehormatan didasarkan pada perilaku bukan pada identitas atau
jenis kelamin.
Upaya dalam mengatasi pelecehan
seksual dapat dilakukan dengan memberikan konsep sex education pada anak yang tentunya tidak terlepas dari ajaran
agama islam, serta regulasi yang perlu dipertegaskan dengan melihat persoalan
akar rumput. Hadirnya Permendikbud No 30 Tahun 2021 ini menjadi langkah awal
dalam menciptakan ruang aman bagi para korban dalam lingkup pendidikan.
Referensi:
Biro
Komunikasi Unhas., 2022. Unhas Resmi
Lantik 11 Orang Satuan Tugas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual
Lingkup Kampus. https://www.unhas.ac.id/unhas-resmi-lantik-11-orang-satuan-tugas-pencegahan-dan-penanganan-kekerasan-seksual-lingkup-kampus/?lang=id
CSW., 2022. Puji Syukur, Judicial Review Permendikbud
PPKS ditolak. https://csw.id/puji-syukur-judicial-review-permendikbud-ppks-ditolak/
Direktori
Putusan MA RI., 2022. Putusan Mahkamah
Agung 34 P/HUM/2022. https://putusan3.mahkamahagung.go.id/direktori/putusan/zaecf2d885dd4d40a259313634303331.html
Identitas
Unhas., 2022. Berikut Nama Panitia
Seleksi Satgas PPKS di Unhas. https://identitasunhas.com/berikut-nama-panitia-seleksi-satgas-ppks-di-unhas/
Identitas
Unhas., 2022. Satgas PPKS ‘Tersandung’
Masalah Teknis. https://identitasunhas.com/satgas-ppks-tersandung-masalah-teknis/
Kemendikbudristek,
2021. Abstrak Permen 30 Tahun 2021 Tentang Pencegahan Dan Penanganan Kekerasan
Seksual Di Lingkungan Perguruan Tinggi.
KAKS UNHAS.,
2022. Imam Mobilingo:”Saya akui, satgas
sementar UNHAS bersifat malprosedur”. https://komiteantikekerasanseksualuh.wordpress.com/2022/09/17/imam-mobilingo-saya-akui-satgas-sementar-unhas-bersifat-malprosedur/
Komnas
Perempuan., 2022. Peluncuran Catahu
Komnas Perempuan 2022. https://komnasperempuan.go.id/kabar-perempuan-detail/peluncuran-catahu-komnas-perempuan-2022
Kompas.com.,
2022. MA Tolak Uji Materi Permendikbud
PPKS, Kemendikbud: Kampus Aman dari Kekerasan Seksual. https://www.kompas.com/edu/read/2022/04/19/101203071/ma-tolak-uji-materi-permendikbud-ppks-kemendikbud-kampus-aman-dari-kekerasan?page=all
KAKS., 2022.
CATAHU Komite Anti KS UNHAS 2021. https://komiteantikekerasanseksualuh.wordpress.com/2022/04/01/catahu-komite-anti-ks-unhas-2021/
Tempo.co.,
2022. Gugatan Permendikbud 30 Ditolak,
Kemendikbud Apresiasi Dukungan Masyarakat Sipil. https://nasional.tempo.co/read/1583646/gugatan-permendikbud-30-ditolak-kemendikbud-apresiasi-dukungan-masyarakat-sipil
Komentar
Posting Komentar