Konflik Penambangan Pasir di Wilayah Tangkap Nelayan dalam Analisis Ekonomi Politik
Oleh: St.Salwiah Ramadani
Berbicara tentang agraria tidak terlepas dari yang namanya evolusi manusia. Evolusi adalah salah satu cabang ilmu biologi yang mengkaji tentang perubahan struktur bagi makhluk hidup. Dahulu, sebelum manusia mengenal yang namanya bercocok tanam dan beternak, pada awalnya pada fase Quantropedal (berkaki empat) manusia (Homonin) mencari makan untuk bertahan hidup dipepohonan. Namun, seiring berjalannya waktu karena sumber makanan dipepohonan mulai menipis. Pada fase Tripedal manusia mulai turun kepermukaan tanah untuk mencari makanan, di sinilah manusia mulai melakukan perburuan. Dalam melakukan perburuan manusia mulai menggunakan perkakas berupa ranting tajam yang menyerupai tombak hal ini terus berkembang dan pada fase Bipedal membuat hidup mereka pada masa itu berpindah-pindah (Nomaden). Karena melihat kondisi tempat tinggal yang berubah-ubah mengakibatkan perkembangan kognitif sehingga mengakibatkan Revolusi Agriculture yang membuat perubahan kerja dari berburu dan mengumpulkan makanan berubah menjadi bercocok tanam dan berternak serta mengakibatkan manusia pada zaman itu mulai menetap dalam suatu wilayah hingga membentuk suatu perkampungan. waktu terus berjalan dan seluruh manusia pada saat itu bertahan hidup dengan bercocok tanam dan berternak.
Ketika kita berbicara tentang evolusi manusia hal ini berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan hidup. Dalam memenuhi kebutuhan hidup kita membutuhkan proses kerja sehingga proses kerja ini memunculkan yang namanya corak produksi. Pada corak produksi terbagi menjadi beberapa fase yaitu fase komunal primitif, fase perbudakan, fase feodalisme, dan fase kapitalisme. Saat ini kita berada pada fase kapitalisme di mana sistem produksi bergantung pada relasi antara pemilik modal sebagai kapitalis dan yang bukan pemilik modal sebagai pekerja sehingga pada fase ini tercipta Ekonomi Politik dimana banyak dilakukan ekspansi dan eksploitasi, baik ekspansi dan ekploitasi sumber daya alam maupun sumber daya manusia. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), eksploitasi merupakan suatu tindakan pemanfaatan untuk kepentingan sendiri, pengisapan dan pemerasan (tenaga orang) dan ekspansi adalah perluasan wilayah suatu negara dengan menduduki (sebagian atau seluruhnya) wilayah negara lain atau disebut juga sebagai perluasan daerah.
Eksploitasi-eksploitasi sumber daya alam maupun sumber daya manusia banyak terjadi di lingkungan sekitar, salah satunya yaitu Penambangan Pasir di wilayah tangkap nelayan tepatnya di Pulau Kodingareng. Proyek tambang pasir laut ini merupakan kegiatan pendukung pembangunan proyek strategis nasional yakni Makassar New Port. Sumber material untuk reklamasi Makassar New Port berada di blok spermonde, yang telah di atur dalam Perda Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (RZWP3K) Sulawesi Selatan. Makassar New Port merupakan salah satu Proyek Strategis Nasional (PSN) yang akan dibangun di pesisir Kota Makassar, tepatnya di Kelurahan Tallo dan Buloa. Rencana pembangunan ini telah diatur dalam Peraturan Menteri Perhubungan nomor 92 tahun 2013 tentang Rencana Induk Pelabuhan Makassar. Pelabuhan ini rencananya akan memiliki luas 1.428 ha dan akan menjadi pelabuhan terbesar di Indonesia bagian timur. Dengan demikian, setiap stakeholder baik pemerintah daerah maupun pusat harus memastikan proyek Makassar New Port berjalan dengan lancar. Makassar New Port juga akan terintegrasi dengan kereta api Makassar-Parepare yang juga merupakan proyek strategis nasional sehingga menjadi terang bahwa pembangunan ini ditujukan untuk sepenuhnya kepentingan ekonomi dan bisnis. Secara umum, proyek Makassar New Port dibagi dalam tiga tahap. Tahap pertama, proses pembangunannya dibagi menjadi tahap I-A, I-B, I-C, dan I-D. Pembangunan telah dimulai sejak tahun 2015 hingga 2018 untuk tahap I. Pembangunan ini dilakukan oleh PT. Pelindo yang bekerjasama dengan PT. Pembangunan Perumahan (PP). Namun yang telah selesai dibangun baru tahap I-A, sementara tahap I-B, I-C, dan I-D belum selesai. Pengerjaan MNP tahap I-B & I-C dimulai sejak tanggal 13 Februari 2020 oleh Boskalis. Rencananya, paket I-B akan menghabiskan anggaran sebesar Rp1,66 triliun dan ditargetkan rampung pada 2020 mendatang. Kemudian dilanjutkan Paket I-C dengan anggaran sebesar Rp2,69 triliun. Paket I-C akan rampung pada 2022. Sementara Paket I D dengan total investasi sebesar Rp6,14triliun, direncanakan selesai pada akhir 2022.
Kemudian Pembangunan Makassar New Port Tahap II baru akan dimulai pada 2022 hingga 2025, dengan modal yang ditanam sebesar Rp10,01 triliun. Lalu, pembangunan Tahap III atau tahap terakhir akan dilakukan pada 2022 hingga 2025. Investasi yang bakal digelontorkan sebesar Rp66,56 triliun. Hingga 2025, Makassar New Port akan memiliki dermaga sepanjang 9.923 meter. Kapasitas lapangan penumpukan akan mampu menampung 17,5 juta TEU’s per tahun. PT Royal Boskalis dengan kapal pengeruknya Queen of the Netherlands sudah memulai penambangan sejak tanggal 13 Februari 2020. Penambangan ini dilakukan di zona tambang pasir laut Blok Spermonde yang tepat berada di wilayah tangkap Nelayan Pulau Kodingareng yaitu Copong Lompo, Copong Ca’di, Bonema’lonjo, dan Pungangrong. sejauh ini sudah ada dua perusahaan yang telah dipergunakan wilayah konsesinya untuk aktivitas tambang pasir laut yakni PT Alefu Karya Makmur dan PT Banteng Laut Indonesia. Selain itu, Setelah dilakukan tracking kapal Queen of Netherlands melalui situs resmi PT. Royal Boskalis, panjang kapal ini mencapai 230,71 meter dengan lebar 32 meter. Dengan ukuran tersebut kapal ini mampu menampung pasir laut sebanyak 30.000 m3 /one haul. Artinya dalam sehari pasir yang dibawa ke pesisir makassar untuk proyek reklamasi pembangunan Makassar New Port sebanyak 90.000 m3 /hari atau 30.000 m3 / 8 jam. tim WALHI Sulawesi Selatan juga menganalisis keuntungan yang didapat oleh pemilik konsesi tambang pasir laut dan pemegang tender reklamasi MNP yang sangat mengiurkan. Berdasarkan hasil kajian tim WALHI Sulawesi Selatan mengungkapakan bahwa keuntungan pemilik konsesi perusahaan tambang perhari sebanyak Rp. 1.305.000.000/hari dengan rincian tiga kali pengangkutan (3x30.000 meter kubik) dikalikan dengan 14.500 (1 meter kubik dihargai sebesar 1 dollar). Sementara keuntungan pemegang tender proyek reklamasi MNP yakni PT. Boskalis sebesar 75 juta EUR atau setara dengan 1,2 trilyun.
Dari isu penambangan pasir diwilayah nelayan, lagi-lagi ekonomi politik sangat berperan didalamnya karena dengan penambangan pasir diwilayah laut tentu saja memberikan keuntungan ataupun nilai lebih bagi yang mengeksploitasinya, hal ini dapat kita lihat dari pernyataan diatas betapa banyaknya nilai lebih yang mereka peroleh sehingga tidak lagi memikirkan masyarakat-masyarakat yang bertempat tinggal di Kodingareng dengan mayoritas penduduk disana berprofesi sebagai Nelayan. Penambangan pasir ini memberikan banyak kerugian bagi masyarakat setempat mulai dari segi lingkungan hingga berdampak ke ekonomi. adanya aktivitas tambang pasir laut telah mengubah kehidupan nelayan di Pulau Kodingareng, Aktivitas tambang pasir laut di wilayah tangkap nelayan membuat pendapatan nelayan menurun drastis karena aktivitas penambangan membuat air laut menjadi keruh. Yang awalnya rata-rata pendapatan nelayan berkisar antara Rp 200.000 sampai Rp 2.000.000. Akan tetapi, sejak adanya aktivitas tambang pasir laut, Nelayan dan Perempuan Pulau Kodingareng mengalami penderitaan dan kerugian baik secara materil maupun non-materil. Selain itu, sirkulasi atau perputaran uang di Pulau Kodingareng juga macet total akibat tidak adanya pendapatan nelayan beberapa bulan terakhir. Selain itu, Ketinggian dan arus ombak di sekitar perairan Copong Lompo berubah Semenjak adanya aktivitas tambang pasir laut, ombak semakin meninggi. Bahkan Perubahan arus ombak di sekitaran perairan Copong Lompo telah menimbulkan kecelakaan sesama nelayan dan juga menenggelamkan perahu milik nelayan yang sedang melaut di perairan Copong Lompo, Nelayan Kodingareng sangat menyayangkan kebijakan pemerintah yang pernah memberikan mereka sosialisasi terkait jaga terumbu karang, tetapi aktivitas kapal tambang pasir laut, Queen of the Nehterlands, justru merusak terumbu karang di wilayah tangkap mereka.
Melihat hal di atas, kita sebagai mahasiswa tentu saja memiliki peran penting dalam menyuarakan hak masyarakat Kodingareng sebagai bentuk protes ke pemerintah dan bentuk dukungan kita kepada masyarakat Kodingareng. Selain itu, kita bisa membuka ruang- ruang dialektika sebagai ruang belajar mengenai masalah-masalah yang terjadi di sekitar kita, ini merupakan salah satu bentuk solusi yang bisa kita lakukan. Ruang belajar ini bisa menghasilkan solusi-solusi dari berbagai pendapat di dalamnya.
Komentar
Posting Komentar