Rilis Diskusi Komisariat: "Jalur Dagang Maritim; Pengaruh Islamisasi terhadap Kebudayaan Bugis dan Mandar"
Rilis Diskusi Komisariat: "Jalur Dagang Maritim; Pengaruh Islamisasi terhadap Kebudayaan Bugis dan Mandar"
Sejarah mencatat bahwa jalur maritim melalui perdagangan merupakan akses masuk Islam ke Indonesia. Islam masuk dalam suasana yang damai atau oleh Nurcholis Madjid sebut dengan istilah penetration pasifique. Kondisi sosio-kultural masyarakat pada saat itu yang cocok dengan pendekatan lewat perniagaan damai yang digunakan oleh para pedagang yang sekaligus da’i sehingga Islam dapat dengan mudah diterima dan berkembang dengan cepat di hampir seluruh Nusantara, terutama di daerah pesisir.
Perkembangan Islam di Nusantara yang berbasis maritim melalui jalur perdagangan internasional seiring perkembangan waktu juga menyebabkan Islam masuk ke Kerajaan-kerajaan Nusantara. Relasi perdagangan internasional, utamanya dengan Kerajaan-kerajaan Islam terjalin erat bukan hanya dilatarbelakangi oleh semangat perniagaan tetapi juga oleh persaudaraan Islam. Hal ini dibuktikan dengan, misalnya: 1) Pemberian bantuan-bantuan senjata dari kekhalifahan Islam di Turki terhadap Kerajaan Aceh dalam melawan penjajah Belanda pada abad XIX; dan 2) hubungan Aceh dengan Kerajaan Islam di India.
Relasi dari perkembangan sejarah masuknya Islam ke Nusantara kemudian memunculkan istilah Islam Nusantara. Islam Nusantara merupakan pemahaman keislaman yang berdialog, bergumul, dan menyatu dengan kebudayaan Nusantara melalui proses seleksi, akulturasi, dan adaptasi. Awal mulanya, istilah yang dikenal adalah Islam Jawi atau yang disebut juga Islam Melayu. Istilah Jawi disini tidak hanya merujuk pada Pulau Jawa namun meliputi seluruh wilayah Nusantara sehingga ulama dari Ternate, Lombok, Makassar, Bugis, Banjar, Palembang, Aceh, Johor, Patani, Siam juga disebut ulama Jawi. Islam ini belakangan disebut secara lebih luas sebagai Islam Nusantara. Disebut demikian karena Islam yang ulama tersebut pahami kemudian dikembangkan dan diintegrasikan dengan kebudayaan setempat (Nusantara).
Islam Nusantara memang bukanlah Islam yang secara murni datang langsung dari Mekah, melainkan Islam yang datang melalui jalur maritim sektor perdagangan yang berpegang pada Qur’an dan Hadits Nabi Muhammad SAW. Islam yang masuk ke Nusantara adalah Islam yang sarat akan pengalaman dialog, baik dengan budaya Arab dengan kebudayaan tua seperti kebudayaan Persia, Hindu di India, maupun konfusianisme Tiongkok. Melalui pengalaman sosiologis dan kultural antar bangsa dan antar peradaban seperti itu yang menjadikan Islam mudah beradaptasi dan diterima oleh kebudayaan Nusantara.
Melalui pemahaman yang baik akan sejarah masuknya Islam di Nusantara serta bagaimana pengaruh Islamisasi terhadap salah satu kebudayaan sehingga akan mengantarkan kita kepada kesadaran sejarah. Ada dua corak kesadaran sejarah yang masih dalam proses peralihan yaitu kesadaran yang bersifat etnis (berdasarkan regional concept of history) dan yang bersifat nasional. Kesadaran sejarah yang sifatnya nasional pada jalur dagang maritim dan islamisasi ini sebenarnya sedang bertumbuh dan ditumbuhkan (misal pada visi Universitas Hasanuddin yakni MARITIM). Hanya saja persoalan yang hadir adalah persinggungannya terhadap konsep kesadaran lokal yang bersifat etnis-kultural, yang di satu pihak mencoba menghubungkannya namun di lain pihak bisa saja menjadikan kesadaran lokal menjadi irrelevan.
Diskusi Seri Agama dan Budaya Nusantara dengan pembahasan: 1) Jalur Dagang Maritim dan Islamisasi Nusantara; Jaringan Samudera Pasai; dan 2) Pengaruh Islamisasi Terhadap Kebudayaan Bugis dan Mandar telah terlaksana pada 17 Desember 2022 secara daring via zoom cloud meeting.
Selengkapnya mengenai diskusi ini dapat diakses melalui kanal youtube HmI Komisariat Kesmas Unhas. Link Youtube Diskusi Komisariat

Komentar
Posting Komentar