Mengenal Eco-Theology
Oleh : Ardyansyah Saputra Basri
Sekilas Mengenai Ekologi
Ekologi atau yang dalam bahasa Yunani Kuno disebut sebagai oikologia, menjelaskan relasi yang saling berkaitan yang menopang dan memungkinkan kesejahteraan di Bumi. Relasi tersebut terwujud di antara semua makhluk yang meliputi hewan, tumbuhan, dan mineral. Dimana kesemua makhluk tersebut memainkan peran penting dalam menjaga keseimbangan komunitas bumi.
Komunitas bumi ini jika dalam bahasa Yunani dapat disebut sebagai oikos. Oikos berasal dari kata oikumene yang menggambarkan rumah bersama milik Tuhan. Sehingga seluruh komunitas merupakan milik Tuhan atau disebut sebagai Sang Pencipta.
Dalam komunitas bumi, setiap makhluk memiliki kontribusi dan peran dalam kesehatan dan ketahanan ekosistem keanekaragaman hayati. Perlu diketahui juga bahwa relasi yang dibangun oleh manusia mengandung makna ekologis.
Pada tataran tertentu, relasi ekonomi, sosial, dan politik dapat mempengaruhi keseimbangan ciptaan. Sebagai contoh, dari bumilah, segala sesuatu yang manusia kerjakan, gunakan, dan hasilkan itu berasal. Kebiasaan manusia yang mengonsumsi energi dan barang secara terus-menerus mempengaruhi ketahanan sistem planet, namun kapasitas Bumi memiliki mekanismenya sendiri untuk memulihkan dirinya dan mempertahankan kehidupan. Sehingga disini, relasi ekonomi dan politik berdampak pada manusia dan oikos Tuhan.
Menjaga relasi ekologi, sosial, ekonomi, dan politik yang adil dan seimbang memerlukan iman, akal budi, dan kebijaksanaan. Iman mengingatkan manusia bahwa dirinya bukanlah pengatur dari ciptaan lainnya, tetapi sebagai pemelihara komunitas ciptaan yang dinamis dan hidup. Karena Bumi dan segala isinya merupakan rahmat yang dipercayakan kepada manusia. Manusia sebagai khalifah di bumi bukan untuk mendominasi, tetapi untuk menjaga. Menjaga kondisi kehidupan dan menciptakan ekonomi, teknologi, dan politik yang berdasar pada batas-batas ekologis. Manusia diharapkan memberikan perhatian pada sistem dan proses alam, tradisi yang diwarisi, dan wahyu Tuhan.
Manusia selama berabad-abad lamanya menduduki puncak ekosistem untuk mengatur hidup dan ekonomi berdasarkan logika pasar, melampaui batas-batas Bumi. Logika palsu tersebut mengeksploitasi oikos Tuhan dan menjadikan ciptaan lainnya sebagai sarana untuk mencapai tujuan ekonomi serta politik. Eksploitasi tanah, tumbuhan, hewan, dan mineral dimaksudkan untuk mendapatkan keuntungan. Hal ini menyebabkan hilangnya habitat yang merupakan rumah bagi jutaan spesies. Termasuk manusia yang rumahnya terancam akibat konflik dan kerusakan iklim. Realitas membuka mata kita bahwa manusia yang menjunjung tinggi antroposentrisme dapat mempercepat ketidakstabilan ekologi. Sejatinya kebijaksanaan memungkinkan manusia menemukan jawaban dan jalan untuk membangun ekonomi hijau dan sistem politik yang adil serta menopang kehidupan planet dan manusia.
Sekilas Mengenai Teologi
Teologi berasal dari kata Yunani, yakni theologia yang berarti wacana tentang Tuhan. Agustinus memahami theologia sebagai pengajaran tentang Ketuhanan. Sebagaimana dikatakan oleh Thomas Aquinas, teologi diajarkan oleh Tuhan, mengajarkan tentang Tuhan, dan menuntun kepada Tuhan.
Sekilas Mengenai Teologi Ekologi
Ekologi bukan hanya merupakan ilmu alam, namun ekologi mencakup aspek politik, sosial, dan budaya. Ekologi ditandai dengan hubungan atau relasi timbal balik antara manusia dan ciptaan lainnya. Oleh karena itu, wacana mengenai ekologi tidak terbatas pada konservasi alam, tetapi juga keadilan global.
Jika dilihat kondisi realitas hari ini, ekonomi pasar terus mendorong pola konsumsi yang tidak berkelanjutan dan berdampak negatif terhadap masyarakat miskin. Selain itu, penggunaan energi dalam masyarakat industri mempengaruhi iklim global. Sehingga mengacu pada persoalan tersebut, para teolog lingkungan menegaskan pentingnya refleksi teologis mengenai ekologi.
Sehingga gagasan utama eco-theology yaitu bahwa dunia adalah milik Allah. TUHANlah yang empunya bumi serta segala isinya, dan dunia serta yang diam di dalamnya.
Namun pada periode modern saat ini, pemahaman tentang relasi manusia dan alam telah bergeser kepada manipulasi teknologi terhadap lingkungan. Nilai-nilai didasarkan pada tujuan yang dipaksakan pada alam semesta oleh kreativitas historis manusia. Padahal dunia alami memiliki martabat intrinsik, tidak boleh diperlakukan hanya sebagai bahan mentah untuk dieksploitasi demi kenyamanan peradaban yang berpikiran teknologis.
Sumber Rujukan:
Prasetyo, Yohanes Wahyu. Pengantar Teologi Ekologi. Ecotheology JPIC OFM Indonesia, 2021
Komentar
Posting Komentar