Langsung ke konten utama

 (지적 자본 개): Intellectual Capital Concept Korea Adoptisasi Relativitas Konsep dalam Mengkultivasi Permasalahan Ekonomi Di Indonesia

Modal Intelektual (Intellectual Capital)

 (지적 자본 ): Intellectual Capital Concept Korea

Adoptisasi Relativitas Konsep dalam Mengkultivasi Permasalahan Ekonomi Di Indonesia

oleh: Muhammad Resky Maulana

Realitas arus modernisasi dan globalisasi yang terjadi memandang perlu suatu negara untuk proaktif mengawal situasi ekonomi mereka, ditambah inovasi teknologi dan persaingan yang amat ketat pada era ini selalu memunculkan tekanan-tekanan ekonomi yang sampai pada akhirnya perlu adanya metode yang dihadirkan untuk tetap bisa bertahan di posisi tersebut. Adapun metode yang bisa ditawarkan salahsatunya ialah Intellectual Capital Concept oleh Korea Selatan. Secara umum modal intelektual ini dibagi menjadi tiga elemen utama, yaitu: human capital yang mencakup pengetahuan dan keterampilan pegawai, structure capital yang mencakup teknologi dan infrastruktur informasi yang mendukungnya, costumer capital dengan membangun hubungan yang baik dengan konsumen. Ketiga elemen ini akan berinteraksi secara dinamis, serta terus menerus dan luas sehingga akan menghasilkan nilai bagi perusahaan. Dalam hal pengukuran, ada banyak konsep pengukuran modal intelektual yang dikembangkan oleh para peneliti saat ini. Namun secara umum metode yang dikembangkan tersebut dapat dikelompokkan kedalam dua kelompok, yaitu: pengukuran non monetary (non financial) dan pengukuran monetary (financial). Dari model-model pengukuran yang dikembangkan masing-masing memiliki kelebihan dan kekurangan, sehingga menurut dari apa yang didapatkan untuk memilih model mana yang paling tepat untuk digunakan, merupakan tindakan yang tidak tepat, karena pengukuran tersebut hanyalah sebuah alat yang dapat diterapkan pada situasi dan kondisi perusahaan dengan spesifikasi tertentu. Sedangkan pelaporan modal intelektual dilakukan dengan cara membuat pengukuran yang tidak bersifat moneter dan melaporkannya sebagai sebuah suplemen dalam laporan tahunan perusahaan. Suplemen tersebut dikenal dengan istilah intellectual capital statement.

The Society of Management Accountants of Canada (SMAC) mendefinisikan intellectual assets sebagai berikut: In balance sheet, intellectual assets are those knowledge-based items, which the company owns which will produced a future stream of benefits for the company. Dalam neraca, aset intelektual adalah item berbasis pengetahuan, yang dimiliki perusahaan yang akan menghasilkan aliran manfaat masa depan bagi perusahaan. (IFAC 1998). Sebenarnya masih banyak definisi dari modal intelektual menurut pakar dan kalangan bisnis, namun secara umum jika diambil suatu benang merah dari berbagai definisi intellectual capital yang ada, maka intellectual capital dapat didefinisikan sebagai jumlah dari apa yang dihasilkan oleh tiga elemen utama organisasi (human capital, structural capital, costumer capital) yang berkaitan dengan pengetahuan dan teknologi yang dapat memberikan nilai lebih bagi perusahaan berupa keunggulan bersaing organisasi.

Intellectual Capital secara umum mencakup semua pengetahuan karyawan, organisasi dan kemampuan mereka untuk menciptakan nilai tambah dan menyebabkan keunggulan kompetitif berkelanjutan. Intellectual Capital diidentifikasi sebagai seperangkat aset tidak berwujud seperti sumber daya, kemampuan, dan kompetensi yang menggerakkan kinerja organisasi dan penciptaan nilai

Kenapa Metode Intellectual Capital?

Salahsatu metode yang bisa ditawarkan dalam hal ini kita bisa berkaca secara langsung pada negara Korea Selatan yaitu  mereka berhasil memanfaatkan bonus demograsi melalui konsep intelectual capital. Mereka tidak mempunyai sumber daya alam tetapi yang sebenarnya diberdayakan sebaik mungkin ialah sumber daya manusianya. Maka dari itu, negara Korea Selatan selalu lebih memberikan teknik dan pengajaran kepada anak muda mereka disana terkait ilmu manajemen dan bisnis yang baik dalam konsep intellectual capital. Kemudian itulah yang menjadi dasar ekonomi Korea. Tetapi, hal ini berbeda dengan Indonesia yang memang sedang mengalami bonus demografi dalam hal ini bonus demografi tidak hanya berpotensi menjadi berkah namun juga bisa menjadi masalah. Semua tergantung dua hal berikut ini. Pertama adalah tersedianya lapangan kerja yang mencukupi bagi penduduk usia produktif, sehingga penduduk tersebut secara finansial dapat menopang keberadaan penduduk usia non produktif. Kedua, penduduk usia kerja (1 - 65 tahun) akan benar-benar menjadi produktif manakala dibekali pendidikan dan wadah skill yang memadai. Karena jika tidak, mereka justru akan menambah deretan jumlah pengangguran manakala mereka kalah bersaing dengan pekerja lain dari luar negeri yang mempunyai skill dan kemampuan yang mumpuni, ketika arus perdagangan bebas ASEAN nanti benar-benar dibuka. Apakah dua prasyarat bonus demografi di atas terpenuhi?

Pada saat ini Indonesia masih menggunakan metode conventional based dalam membangun bisnisnya, sehingga produk yang dihasilkannya masih miskin kandungan teknologi. Di Indonesia, menurut (Abidin 2000) intellectual capital masih belum dikenal secara luas. Dalam banyak kasus, melihat keadaan kontemporer ekonomi sampai dengan saat ini perusahaan-perusahaan di Indonesia cenderung menggunakan conventional based dalam membangun bisnisnya, sehingga produk yang dihasilkannya masih miskin kandungan teknologi. Disamping itu perusahaan-perusahaan tersebut belum memberikan perhatian lebih terhadap human capital, structural capital, dan customer capital. Padahal semua ini merupakan elemen pembangun modal intelektual perusahaan. Kesimpulan ini penulis ambil karena minimnya informasi yang penulis peroleh tentang modal intelektual di Indonesia. Selanjutnya (Abidin 2000) menyatakan bahwa jika perusahaan-perusahaan tersebut mengacu pada perkembangan yang ada, yaitu manajemen yang berbasis pengetahuan, maka perusahaan-perusahaan di Indonesia akan dapat bersaing dengan menggunakan keunggulan kompetitif yang diperoleh melalui inovasi-inovasi kreatif yang dihasilkan oleh modal intelektual yang dimiliki oleh perusahaan. Hal ini akan mendorong terciptanya produk-produk yang semakin favourable di mata konsumen. Oleh karena itu modal intelektual telah menjadi aset yang sangat bernilai dalam dunia bisnis modern. Hal ini menimbulkan tantangan bagi para akuntan untuk mengidentifikasi, mengukur dan mengungkapkannya dalam laporan keuangan. Laporan keuangan tradisional telah dirasakan gagal untuk dapat menyajikan informasi yang penting ini. Bagi perusahaan yang sebagian besar asetnya dalam bentuk modal intelektual seperti Kantor Akuntan Publik misalnya, tidak adanya informasi ini dalam laporan keuangan akan menyesatkan, karena dapat mempengaruhi kebijakan perusahaan. Oleh karena itu laporan keuangan harus dapat mencerminkan adanya aktiva tidak berwujud dan besarnya nilai yang diakui. Adanya perbedaan yang besar antara nilai pasar dan nilai yang dilaporkan akan membuat laporan keuangan menjadi tidak berguna untuk pengambilan keputusan. Konsep modal intelektual telah mendapatkan perhatian besar berbagai kalangan terutama para akuntan. Fenomena ini menuntut mereka untuk mencari informasi yang lebih rinci mengenai hal-hal yang berkaitan dengan pengelolaan modal intelektual mulai dari cara pengidentifikasian, pengukuran sampai dengan pengungkapannya dalam laporan keuangan perusahaan.

Pertanyaan selanjutnya adalah, Bisakah Indonesia Mengadopsi Metode tersebut?

Maka melihat dari situasi kondisi Indonesia, masih belum bisa menginternalisasikan konsep Intellectual Capital ini secara utuh. Hal ini kemungkinan disebabkan karena :

1)      Konsep Intellectual Capital merupakan konsep yang baru, sehingga masih banyak perusahaan di negara- negara berkembang khususnya Indonesia yang belum memberikan perhatian lebih terhadap Intellectual Capital. Perusahaan juga belum mengelola Intellectual Capital dengan baik:

2)      Perusahaan-perusahaan di Indonesia sebagian besar masih menggunakan cara yang konvesnsional dalam membangun bisnisnya, dan bukan berbasiskan pada knowledge sehingga kurang memberikan perhatian terhadap human capital, structural capital, dan customer capital.

Beberapa indikator terkait dengan kualitas sumberdaya manusia di atas dapat disimpulkan bahwa pemerintah masih mempunyai tantangan yang banyak untuk menaikkan kualitas sumberdaya manusia penduduknya. Jika pemerintah mampu menaikkan kualitas human capital penduduknya, beberapa masalah akan dapat dipecahkan sekaligus. Akan tetapi, konsep Intellectual Capital yang digunakan oleh salahsatu Negara Maju yaitu Korea Selatan juga bisa diintrnalisasikan ke sistem ekonomi Indonesia karena akan berdampak positif ke kualitas SDM yang baik, akhirnya akan mendorong terciptanya inovasi dan produktivitas tenaga kerja yang berpengaruh terhadap pertumbuhan perusahaan dan perekonomian. Selain itu, SDM yang mumpuni akan memudahkan pencari tenaga kerja untuk menyerap angkatan kerja yang dihasilkan dari institusi pendidikan.

Pada gilirannya, pembangunan SDM yang unggul akan mengurangi krisis kemiskinan, karena dengan SDM unggul membantu merubah nasib penduduk yang semula berada dalam kategori miskin, memperoleh pekerjaan dan upah yang layak yang dapat mengantarkannya ke jenjang strata sosial yang lebih baik. Dampak lain adalah bonus demografi yang dialami negara kita dapat diarahkan menjadi berkah bagi negara. Karena dengan jumlah penduduk usia produktif yang lebih banyak, jika dibarengi dengan kualitas SDM yang baik akan memudahkannya memperoleh akses pekerjaan. Muaranya, jika kebijakan terkait pembangunan kualitas sumberdaya manusia dibuat secara tepat dan benar, maka competitive advantage bangsa Indonesia akan semakin meningkat sebagai modal untuk bersaing dalam arus liberasi perdagangan dan perekonomian dunia.

Disamping dari itu, dilihat dari era modernitas global sekarang pemerintah juga harusnya mulai serius untuk menggarap sektor ekonomi kreatif dan teknologi informasi. Fakta telah membuktikan bahwa dengan ekonomi kreatif dibantu dengan teknologi informasi mampu menciptakan banyak lapangan kerja dan secara dramatis mampu mengentaskan banyak penduduk dari garis kemiskinan.

 

References:

Solikhah, Badingatus dan Abdul Rohman. 2010. Implikasi Intellevtual Capital Terhadap Financial Performance, Growth Dan Market Value; Studi Empiris Dengan Pendekatan Simplistic Specification. Simposium Nasional Akuntansi XIII. Purwokerto.

 Sudibya, Diva Cicilya Nunki Arun dan Mitha Dwi Restuti. 2014. Pengaruh Modal Intelektual Terhadap Nilai Perusahaan Dengan Kinerja Keuangan Sebagai Variabel Intervening. BENEFIT Jurnal Manajemen dan Bisnis, 18 (1) : 14 – 29.

Sunarsih, Ni Made dan Ni Putu Yuria Mendra 2012. Pengaruh Modal Intelektual Terhadap Nilai Perusahaan Dengan Kinerja Keuangan Sebagai Variabel Intervening Pada Perusahaan Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia.

Sawarjuwono, T. Kadir AP. 2003. INTELLECTUAL CAPITAL: PERLAKUAN, PENGUKURAN DAN PELAPORAN (SEBUAH LIBRARY RESEARCH). Jurnal Akuntansi dan Keuangan. Universitas Airlangga. Surabaya. Vol 5 (1). Pp 35-37

https://finance.detik.com/berita-ekonomi-bisnis/d-2636524/indonesia-harus-berkaca-ke-korea-selatan-jika-ingin-maju


Komentar

Paling Banyak Dikunjungi

Merefleksikan Makna Keadilan dalam Perjuangan Lembaga Kemahasiswaan

  Merefleksikan Makna Keadilan dalam Perjuangan Lembaga Kemahasiswaan Oleh Ardyansyah Saputra Basri Selama beberapa tahun belakangan, saya terlibat aktif di organisasi atau lembaga kemahasiswaan fakultas tempat saya mengenyam studi ilmu kesehatan masyarakat. Ada pahaman yang berkembang di kalangan anggotanya, yakni perihal keadilan. Keadilan diartikan sebagai sesuatu hal yang sesuai dengan kadar dan porsinya. Tapi apakah makna keadilan secara luas dapat diartikan seperti itu? jika ditelusuri, ternyata pahaman itu hadir dari hasil dialektika pada proses perubahan konstitusi. Kalau di Yunani Kuno, proses dialektika atau diskusi filosofis itu dilakukan di lyceum, di perkuliahan saya mendapatinya di mubes lembaga kemahasiswaan. Pada dasarnya berlembaga adalah aktivitas berpikir, kita berfilsafat di dalamnya, sejauh yang saya dapatkan. Proses dialektika atau diskusi filosofis ini sebenarnya merupakan metode untuk mendapatkan kebenaran atau pengetahuan. Pada setiap transisi periode kepe...

Merawat Telinga Kita

  Merawat Telinga Kita Oleh : Sabri Waktu kita terbatas, anggapan itu menjadi alasan manusia bertindak selalu ingin jauh   lebih cepat bahkan melupakan setiap proses yang dilalui dan orang-orang di sekitarnya. Melihat waktu sebagai sesuatu yang terbatas atau tanpa batas ditentukan oleh diri kita masing-masing. Kita memahami bahwa hidup kita berada di masa kini akan tetapi tidak menutup kemungkinan kita dihantui oleh masa lalu dan masa depan. Mendengarkan sesungguhnya merupakan salah satu cara kita menghargai waktu dengan orang-orang di sekitar kita, karena kehadiran seseorang dapat terasa tak ada jika apa yang ingin disampaikan tak didengarkan dengan baik. Maka kemampuan kita untuk mengabaikan sesam a akan terlatih. Apalagi berbagai kebiasaan yang ada saat ini mengajak kita untuk lupa akan pentingnya menciptakan sebuah kehadiran sejati dengan saling mendengarkan. Di antara kita, angkatan, ...

Master Plan Ketua Umum HmI Komisariat Kesmas Unhas Cabang Makassar Timur Periode 1443 - 1444 H

  MASTER PLAN KETUA UMUM HIMPUNAN MAHASISWA ISLAM KOMISARIAT KESEHATAN MASYARAKAT CABANG MAKASSAR TIMUR PERIODE 1443 - 1444 HIJRIAH     OLEH ARDYANSYAH SAPUTRA BASRI   CURRICULUM VITAE   Nama Lengkap             : Ardyansyah Saputra Basri Nama Panggilan           : Ardy TTL                              : Sugihwaras, 10 Juli 2000 Alamat                          : Sekretariat Maperwa FKM Unhas   Riwayat Pendidikan    : SDN Inpres 029 Sumberjo                   ...