(지적 자본 개): Intellectual Capital Concept Korea Adoptisasi Relativitas Konsep dalam Mengkultivasi Permasalahan Ekonomi Di Indonesia
(지적 자본 개): Intellectual Capital Concept Korea
Adoptisasi Relativitas Konsep dalam Mengkultivasi Permasalahan Ekonomi Di Indonesia
Realitas
arus modernisasi dan globalisasi yang terjadi memandang perlu suatu negara
untuk proaktif mengawal situasi ekonomi mereka, ditambah inovasi teknologi dan
persaingan yang amat ketat pada era ini selalu memunculkan tekanan-tekanan
ekonomi yang sampai pada akhirnya perlu adanya metode yang dihadirkan untuk
tetap bisa bertahan di posisi tersebut. Adapun metode yang bisa ditawarkan
salahsatunya ialah Intellectual Capital
Concept oleh Korea Selatan. Secara umum modal intelektual ini dibagi
menjadi tiga elemen utama, yaitu: human
capital yang mencakup pengetahuan dan keterampilan pegawai, structure capital yang mencakup
teknologi dan infrastruktur informasi yang mendukungnya, costumer capital dengan membangun hubungan yang baik dengan
konsumen. Ketiga elemen ini akan berinteraksi secara dinamis, serta terus menerus
dan luas sehingga akan menghasilkan nilai bagi perusahaan. Dalam hal
pengukuran, ada banyak konsep pengukuran modal intelektual yang dikembangkan
oleh para peneliti saat ini. Namun secara umum metode yang dikembangkan
tersebut dapat dikelompokkan kedalam dua kelompok, yaitu: pengukuran non monetary (non financial) dan pengukuran
monetary (financial). Dari model-model
pengukuran yang dikembangkan masing-masing memiliki kelebihan dan kekurangan,
sehingga menurut dari apa yang didapatkan untuk memilih model mana yang paling
tepat untuk digunakan, merupakan tindakan yang tidak tepat, karena pengukuran
tersebut hanyalah sebuah alat yang dapat diterapkan pada situasi dan kondisi
perusahaan dengan spesifikasi tertentu. Sedangkan pelaporan modal intelektual
dilakukan dengan cara membuat pengukuran yang tidak bersifat moneter dan
melaporkannya sebagai sebuah suplemen dalam laporan tahunan perusahaan.
Suplemen tersebut dikenal dengan istilah intellectual capital statement.
The
Society of Management Accountants of Canada (SMAC) mendefinisikan intellectual
assets sebagai berikut: In balance sheet,
intellectual assets are those knowledge-based items, which the company owns
which will produced a future stream of benefits for the company. Dalam
neraca, aset intelektual adalah item berbasis pengetahuan, yang dimiliki
perusahaan yang akan menghasilkan aliran manfaat masa depan bagi perusahaan. (IFAC
1998). Sebenarnya masih banyak definisi dari modal intelektual menurut pakar
dan kalangan bisnis, namun secara umum jika diambil suatu benang merah dari
berbagai definisi intellectual capital yang ada, maka intellectual capital
dapat didefinisikan sebagai jumlah dari apa yang dihasilkan oleh tiga elemen
utama organisasi (human capital, structural capital, costumer capital) yang berkaitan
dengan pengetahuan dan teknologi yang dapat memberikan nilai lebih bagi
perusahaan berupa keunggulan bersaing organisasi.
Intellectual Capital secara umum mencakup semua
pengetahuan karyawan, organisasi dan kemampuan mereka untuk menciptakan nilai
tambah dan menyebabkan keunggulan kompetitif berkelanjutan. Intellectual Capital
diidentifikasi sebagai seperangkat aset tidak berwujud seperti sumber daya,
kemampuan, dan kompetensi yang menggerakkan kinerja organisasi dan penciptaan
nilai
Kenapa
Metode Intellectual Capital?
Salahsatu
metode yang bisa ditawarkan dalam hal ini kita bisa berkaca secara langsung
pada negara Korea Selatan yaitu mereka
berhasil memanfaatkan bonus demograsi melalui konsep intelectual capital. Mereka tidak mempunyai sumber daya alam tetapi
yang sebenarnya diberdayakan sebaik mungkin ialah sumber daya manusianya. Maka
dari itu, negara Korea Selatan selalu lebih memberikan teknik dan pengajaran
kepada anak muda mereka disana terkait ilmu manajemen dan bisnis yang baik
dalam konsep intellectual capital. Kemudian
itulah yang menjadi dasar ekonomi Korea. Tetapi, hal ini berbeda dengan Indonesia
yang memang sedang mengalami bonus demografi dalam hal ini bonus demografi
tidak hanya berpotensi menjadi berkah namun juga bisa menjadi masalah. Semua
tergantung dua hal berikut ini. Pertama adalah tersedianya lapangan kerja yang
mencukupi bagi penduduk usia produktif, sehingga penduduk tersebut secara
finansial dapat menopang keberadaan penduduk usia non produktif. Kedua,
penduduk usia kerja (1 - 65 tahun) akan benar-benar menjadi produktif manakala
dibekali pendidikan dan wadah skill yang memadai. Karena jika tidak, mereka
justru akan menambah deretan jumlah pengangguran manakala mereka kalah bersaing
dengan pekerja lain dari luar negeri yang mempunyai skill dan kemampuan yang
mumpuni, ketika arus perdagangan bebas ASEAN nanti benar-benar dibuka. Apakah
dua prasyarat bonus demografi di atas terpenuhi?
Pada
saat ini Indonesia masih menggunakan metode conventional based dalam membangun
bisnisnya, sehingga produk yang dihasilkannya masih miskin kandungan teknologi. Di
Indonesia, menurut (Abidin 2000) intellectual
capital masih belum dikenal secara luas. Dalam banyak kasus, melihat
keadaan kontemporer ekonomi sampai dengan saat ini perusahaan-perusahaan di Indonesia
cenderung menggunakan conventional based
dalam membangun bisnisnya, sehingga produk yang dihasilkannya masih miskin
kandungan teknologi. Disamping itu perusahaan-perusahaan tersebut belum memberikan
perhatian lebih terhadap human capital, structural capital, dan customer capital.
Padahal semua ini merupakan elemen pembangun modal intelektual perusahaan.
Kesimpulan ini penulis ambil karena minimnya informasi yang penulis peroleh
tentang modal intelektual di Indonesia. Selanjutnya (Abidin 2000) menyatakan bahwa
jika perusahaan-perusahaan tersebut mengacu pada perkembangan yang ada, yaitu
manajemen yang berbasis pengetahuan, maka perusahaan-perusahaan di Indonesia
akan dapat bersaing dengan menggunakan keunggulan kompetitif yang diperoleh melalui
inovasi-inovasi kreatif yang dihasilkan oleh modal intelektual yang dimiliki
oleh perusahaan. Hal ini akan mendorong terciptanya produk-produk yang semakin
favourable di mata konsumen. Oleh karena itu modal intelektual telah menjadi aset
yang sangat bernilai dalam dunia bisnis modern. Hal ini menimbulkan tantangan
bagi para akuntan untuk mengidentifikasi, mengukur dan mengungkapkannya dalam
laporan keuangan. Laporan keuangan tradisional telah dirasakan gagal untuk
dapat menyajikan informasi yang penting ini. Bagi perusahaan yang sebagian
besar asetnya dalam bentuk modal intelektual seperti Kantor Akuntan Publik
misalnya, tidak adanya informasi ini dalam laporan keuangan akan menyesatkan,
karena dapat mempengaruhi kebijakan perusahaan. Oleh karena itu laporan
keuangan harus dapat mencerminkan adanya aktiva tidak berwujud dan besarnya
nilai yang diakui. Adanya perbedaan yang besar antara nilai pasar dan nilai
yang dilaporkan akan membuat laporan keuangan menjadi tidak berguna untuk
pengambilan keputusan. Konsep modal intelektual telah mendapatkan perhatian
besar berbagai kalangan terutama para akuntan. Fenomena ini menuntut mereka
untuk mencari informasi yang lebih rinci mengenai hal-hal yang berkaitan dengan
pengelolaan modal intelektual mulai dari cara pengidentifikasian, pengukuran
sampai dengan pengungkapannya dalam laporan keuangan perusahaan.
Pertanyaan selanjutnya adalah, Bisakah Indonesia
Mengadopsi Metode tersebut?
Maka
melihat dari situasi kondisi Indonesia, masih belum bisa menginternalisasikan
konsep Intellectual Capital ini secara utuh. Hal ini kemungkinan disebabkan karena
:
1)
Konsep Intellectual Capital merupakan konsep yang baru,
sehingga masih banyak perusahaan di negara- negara berkembang khususnya
Indonesia yang belum memberikan perhatian lebih terhadap Intellectual Capital.
Perusahaan juga belum mengelola Intellectual Capital dengan baik:
2)
Perusahaan-perusahaan di Indonesia sebagian besar masih
menggunakan cara yang konvesnsional dalam membangun bisnisnya, dan bukan
berbasiskan pada knowledge sehingga kurang memberikan perhatian terhadap human
capital, structural capital, dan customer capital.
Beberapa
indikator terkait dengan kualitas sumberdaya manusia di atas dapat disimpulkan
bahwa pemerintah masih mempunyai tantangan yang banyak untuk menaikkan kualitas
sumberdaya manusia penduduknya. Jika pemerintah mampu menaikkan kualitas human
capital penduduknya, beberapa masalah akan dapat dipecahkan sekaligus. Akan
tetapi, konsep Intellectual Capital
yang digunakan oleh salahsatu Negara Maju yaitu Korea Selatan juga bisa
diintrnalisasikan ke sistem ekonomi Indonesia karena akan berdampak positif ke
kualitas SDM yang baik, akhirnya akan mendorong terciptanya inovasi dan
produktivitas tenaga kerja yang berpengaruh terhadap pertumbuhan perusahaan dan
perekonomian. Selain itu, SDM yang mumpuni akan memudahkan pencari tenaga kerja
untuk menyerap angkatan kerja yang dihasilkan dari institusi pendidikan.
Pada
gilirannya, pembangunan SDM yang unggul akan mengurangi krisis kemiskinan, karena
dengan SDM unggul membantu merubah nasib penduduk yang semula berada dalam
kategori miskin, memperoleh pekerjaan dan upah yang layak yang dapat
mengantarkannya ke jenjang strata sosial yang lebih baik. Dampak lain adalah
bonus demografi yang dialami negara kita dapat diarahkan menjadi berkah bagi
negara. Karena dengan jumlah penduduk usia produktif yang lebih banyak, jika
dibarengi dengan kualitas SDM yang baik akan memudahkannya memperoleh akses
pekerjaan. Muaranya, jika kebijakan terkait pembangunan kualitas sumberdaya
manusia dibuat secara tepat dan benar, maka competitive advantage bangsa
Indonesia akan semakin meningkat sebagai modal untuk bersaing dalam arus
liberasi perdagangan dan perekonomian dunia.
Disamping
dari itu, dilihat dari era modernitas global sekarang pemerintah juga harusnya
mulai serius untuk menggarap sektor ekonomi kreatif dan teknologi informasi.
Fakta telah membuktikan bahwa dengan ekonomi kreatif dibantu dengan teknologi
informasi mampu menciptakan banyak lapangan kerja dan secara dramatis mampu
mengentaskan banyak penduduk dari garis kemiskinan.
References:
Solikhah,
Badingatus dan Abdul Rohman. 2010.
Implikasi Intellevtual Capital Terhadap Financial Performance, Growth Dan
Market Value; Studi Empiris Dengan Pendekatan Simplistic Specification.
Simposium Nasional Akuntansi XIII. Purwokerto.
Sudibya, Diva Cicilya Nunki Arun dan Mitha Dwi
Restuti. 2014. Pengaruh Modal Intelektual
Terhadap Nilai Perusahaan Dengan Kinerja Keuangan Sebagai Variabel Intervening.
BENEFIT Jurnal Manajemen dan Bisnis, 18 (1) : 14 – 29.
Sunarsih,
Ni Made dan Ni Putu Yuria Mendra 2012. Pengaruh
Modal Intelektual Terhadap Nilai Perusahaan Dengan Kinerja Keuangan Sebagai
Variabel Intervening Pada Perusahaan Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia.
Sawarjuwono, T. Kadir AP. 2003. INTELLECTUAL CAPITAL: PERLAKUAN, PENGUKURAN DAN PELAPORAN (SEBUAH
LIBRARY RESEARCH). Jurnal Akuntansi dan Keuangan. Universitas Airlangga.
Surabaya. Vol 5 (1). Pp 35-37
https://finance.detik.com/berita-ekonomi-bisnis/d-2636524/indonesia-harus-berkaca-ke-korea-selatan-jika-ingin-maju
Komentar
Posting Komentar