Perluasan Ruang Produksi dalam Sistem Kapitalisme yang Berujung Perampasan Ruang Hidup Masyarakat
Oleh: Pajrul Falaq
"Kita tidak mewarisi bumi ini dari nenek moyang kita,kita meminjamnya dari anak cucu kita,Maka kembalikanlah secara utuh" (Mahatma Gandhi).
Dari penjelasan di atas kita bisa
melihat bahwa ruang atau wilayah merupakan sebuah syarat utam bagi para kaum
kapitalis untuk menguasaisektor
perekonomian, kemudian juga dapat dilihat bahwasanya untuk dapat menguasai ruang
atau dalam hal ini wilayah produksi maka dibutuhkan kebijakan dari pemerintah.
Sehingga keduanya sangat mempunyai relasi dalam upaya perampasan ruang hidup di
masayarakat
Kemudian Harvey (2004) memandang
kondisi tersebut akan meciptakan sebuah akumulasi melalui prosess penjarahan
dan pemkasaan (Acumulation by Dispossession), yang dapat kita artikan sebagai
pelepasan sejumlah harta yakni pelepasan ruang dalam hal ini wilayah untuk para
kaum kapitalis dengan biaya yang sangat rendah dan biasanya tanpa biaya. Kondisi
ini dapat dilihat dalam proses penguassan tanah tanah hingga sumber daya alam
oleh pemangkus kebijakan, yang berujung pada pengusiran dan penggusuran secara
paksa yang mengakibatkan konflik antara masyarakat dengan pemerintah . dan dalam
upaya perampasan ini pihak kaum kapitalis dan pemerintah melakukan cara-cara
represif akan selalua bersama aparat keamanan yang dimiliki, hingga berujung
pada tindak kriminalisasi serta eksekusi paksa.
Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA)
pada tahun 2016 mencatat bahwa sepanjang tahun 2016 terdapat 450 konflik
agraria dengan cakupan wilayah konflik sekitar 1.265.027 hektar dan melibatkan
86.745 kepala keluarga. Berselang satu tahun setelahnya, KPA menulis adanya
peningkatan jumlah konflik agararia sekitar 659 konflik atau ada penambahan
kasus sebesar 209 konflik, dengan cakupan wilayah konflik 520.491,87 hektar dan
melibatkan 652.738 kepala keluarga.
Sebagai contoh, Proses s
Pendirian Pabrik Semen di Kecamatan Sukolilo Kabupaten Pati. Pendirian dan
pembangunan pabrik oleh PT. Semen Gresik sudah telah menjadi rencana bagi
Pemerintah Daerah Kabupaten Pati. Sebagai iming-iming bahwa Pati Selatan akan
mendapatkan banyak keuntungan dan dapat meningkatkan pendapatan daerah
Kabupaten Pati. Daerah yang strategis dan memiliki potensi untuk dijadikan
pendirian pabrik semen yakni pegununagn kendeng karena daerah ini dapat
memenuhi bahan dasar pembuatan semen.
Sesuai
dengan rencana pembanguna pabrik semen oleh PT. Semen Gresik akan dibangun di
lahan seluas 14,32 juta hektar yang tersebar di tujuh desa, yakni Kedumulyo,
Gedudero, Sukolilo, Sumbersuko, Kasiyan, Tompegunung, dan Baturejo. Akan tetapi
tidak semua masyarakat setuju dengan rencana pembanguna tersebut. Para
masyarakat yang hidup disekitaran daerah yang akan dibangun pabrik semen dikelilingi
ketakutan akan kehilangan lahan pesawahan yang dimana lahan pesawahan initelah
menjadi sumber penghidupan mereka selama ini, selain itu dampak lain yang akan
dirasakan masyarakat ketika pembanguna pabrik semen oleh PT. Semen Gresik terus
dilanjutkan maka akan kehilangan sumber air bersih, dan juga sumber air itu
bertujuan untuk k saluran irigasi seluas 15.873,900 ha sawah di Kecamatan
Sukolilo.
Dwicipta (2015) dalam bukunya #Rembang
Melawan menjelaskan bahwa seharusnya dan seidealnya tujuh daerah diatas yang
akan dijadikan pembangunan pabrik semen tidak seyogyanya dijadikan lahan untuk
pembangun pabrik semen oleh PT. Semen Gresik karena merupakan lahan konservasi,
dibuktikan dengan Keputusan Menteri Energi dan Sumberdaya Mineral (ESDM) nomor
0397 K/40/MEM/2005 Namun, banyak usaha yang dilakukan korporasi dan para
kaum kapitalis dan pemerintah untuk mencari jalan dan mendukung supaya pabrik
semen ini tetap didirikan. Termasuk kemudian diresmikannya Peraturan Gubernur
Jawa Tengah, Nomor 128 Tahun 2008.
Peraturan pemerintah yang
hadir kemudian menimbulkan kontroversi, karena peraturan ini hanya dianggap
sebagai fasilitator para kaum kapitalis untuk melanggengkan dan meluaskan
ruang-ruang produksinya, demi tercapainya akumulasi keuntungan yang diinginkan.
Selain itu kontroversi lain yang hadir kemudian adalah sangat memungkinkannya
terjadi perampasan ruang hidup masyarakat disekitar pembangunan pabrik semen mulai dari penjarahan
tanah masyarakat yang diakuisisi secara paksa oleh regulasi yang dibuat oleh
pemerintah demi melanggengkan aksi para kaum kapitalis untuk mendapatkan akses
ruang produksi demi tercapainya tujuan para kapitalis yakni akumulasi
keuntungan sebesar-besarnya.
Bahwa masalah utama lingkungan (tanah, air, dan kekayaan alam) di Indonesia adalah tentang kepemilikan dan penguasaan di tangan segelintir orang dan korporasi besar di tengah puluhan juta rakyat bertanah sempit bahkan tak bertanah. Ironisnya, ditengah ketimpangan tersebut, perampasan tanah rakyat masih terus terjadi sampai sekarang ini. Kita sadar bahwa segala upaya dan bentuk regulasi yang dihadirkan pemerintah untuk meminamalisir kasus perampasan ruang hidup di masyarakat tidak akan pernah lepas dari intervensi para kaum kapitalis. sebagai seorang mahasiswa, solusi yang bisa hadirkan untuk merespon permaslahan diatas adalah yang pertama memperpanjang nafas perjuangan untuk melawan segala bentuk perampasan ruang hidup oleh para kaum kapitalis dan yang kedua terus belajar dan terus menyebarluaskan wacana ini kemasyarakat bahwa realitas sosial hari ini yang berjalan telah dikuasai oleh para kapitalis dan tentu akan berdampak negatif bagi masyarakat yang tidak mempunyai akses produksi misalnya dipisahkannya masyrakat dengan ruang hidupnya dengan paksa demi perluasan ruang-ruang produksi kaum kapitalis demi mendapatkan akumulasi keuntungan sebesar-besarnya, dengan harapan masyarakat yang tidak memiliki akses produksi ini akan sadar ddan tumbuh kesadaran secara menyeluruh sehingga muncul perlawanan -perlawanan yang holistic dan tidak parsial lagi terkait dengan maslah ini.
REFERENSI:
Setyawan,
W. E. 2018. Politik Ruang dalam Perampasan Ruang Hidup Masyarakat. IndoProgress. Diakses via https://indoprogress.com/2018/03/politik-ruang-dalam-perampasan-ruang-hidup-masyarakat/
Wirawan. 2010. Konflik dan Manajemen
Konflik (Teori, Aplikasi dan Penelitian). Jakarta: Salemba Humanika.
Mukti Satrio,. 2013. “Penerbitan IMB yang Melanggar Tata
Ruang (Kajian Tentang Implementasi Perda RTRW Kota Malang Terhadap Penerbitan IMB yang
Melanggar Tata Ruang)” Jurnal Ilmiah Fakultas Hukum Universitas Brawijaya,
Malang :
Erman, I. Rahim,. 2011 “Kajian tentang implementasi Perda Ijin Mendirikan Bangunan di Kota Gorontalo, Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Negeri Gorontalo, INOVASI,.
Komentar
Posting Komentar