Langsung ke konten utama

Perluasan Ruang Produksi Dalam Sistem Kapitalisme Yang Berujung Perampasan Ruang Hidup Masyarakat

Majelis Hakim PN Tangerang Nyatakan Ahmad Ghozali Pemilik Sah Tanah  Sengketa di Kohod - Berita Terkini Hari Ini

Perluasan Ruang Produksi dalam Sistem Kapitalisme yang Berujung Perampasan Ruang Hidup Masyarakat

Oleh: Pajrul Falaq

 
"Kita tidak mewarisi bumi ini dari nenek moyang kita,
kita meminjamnya dari anak cucu kita,
Maka kembalikanlah secara utuh" (Mahatma Gandhi).
        Ucapan itu sepertinya tepat untuk menggambarkan kondisi keserakahan para kaum kapitalis dalam pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya alam di Indonesia. Konflik penguasaan ruang dan pengelolaan sumber daya alam yang marak terjadi diakibatkan ketidakadilan dalam penguasaan sumber daya oleh negara yang seharusnya ditujukan untuk kesejahteraan masyarakat. Begitu pula dengan pengaturan ruang di wilayah pedesaan yang seringkali memicu konflik dan perebutan hak sehingga mengakibatkan putusnya hubungan masyarakat pedesaan dengan mata pencaharian utamanya.
        Terbitnya izin usaha  dan izin usaha yang rakus ruang  seperti pertambangan, hingga yang paling baru saat ini  melalui  pembangunan  koridor-koridor ekonomi melalui proyek MP3EI yang dimana MP3EI merupakan program pemerintah pusat untuk mengatasi tingginya angka pengangguran dan kemiskinan di Indonesia. yang sebenanrnya ketika dibhas dan dikaji lebih dalam program ini hanya hadir sebagai romanitasi regulasi yang dibuat pemerintah untuk membungkus segala kebijakan yang dibuat, demi melangengkan aksi para kaum kapitalis. 
        Regulasi di atas merupakan contoh bagaimana negara melalui kekuasaannya terus menreproduksi ruang sekaligus memfasilitasi para kapitalis untuk mengeruk sumber daya alam dengan berlebihan. Khusus di wilayah pedesaan dan hutan, kehadiran beragam inisiatif pengaturan dan perencanaan ruang dari beragam institusi dan negara yang seringkali saling bertentangan menginformasikan kepada kita bahwasanya proyek pengaturan ruang oleh negara tersebut belum selesai dan terus akan berlanjut dan berubah-ubah. Proses pengaturan ini pada akhirnya merupakan upaya untuk membatasi akses sekaligus memutus hubungan masyarakat terhadap sumber daya alam yang menjadi sumber penghidupan utama mereka.
        Vandergeest dan Peluso (1995) mengakatakn seluruh praktek dalam negara  membagi wilayah mereka kedalam zona- zona politik dan ekonomi yang kompleks dan tumpang tindih, mengatur kembali penduduk dan sumberdaya dalam bagian tertentu, dan membuat aturan-aturan bagaimana dan oleh siapa wilayah tersebut dapat dimanfaatkan dan digunakan. Untuk itu negara menempuh strategi teritorialisasi sebagai upaya mengontrol kehidupan penduduk dan pengawasan kawasan hutan dan sumber daya alam lainnya, sehingga munculnya kasus penggusuran ruang hidup masyarakat dewasa ini sudah tidak bisa terelakkan lagi keberadaanya demi perluasaan ruang produksi para kaum kapitalis.

        Dari penjelasan di atas kita bisa melihat bahwa ruang atau wilayah merupakan sebuah syarat utam bagi para kaum kapitalis  untuk menguasaisektor perekonomian, kemudian juga dapat dilihat bahwasanya untuk dapat menguasai ruang atau dalam hal ini wilayah produksi maka dibutuhkan kebijakan dari pemerintah. Sehingga keduanya sangat mempunyai relasi dalam upaya perampasan ruang hidup di masayarakat.

        Kemudian Harvey (2004) memandang kondisi tersebut akan meciptakan sebuah akumulasi melalui prosess penjarahan dan pemkasaan (Acumulation by Dispossession), yang dapat kita artikan sebagai pelepasan sejumlah harta yakni pelepasan ruang dalam hal ini wilayah untuk para kaum kapitalis dengan biaya yang sangat rendah dan biasanya tanpa biaya. Kondisi ini dapat dilihat dalam proses penguassan tanah tanah hingga sumber daya alam oleh pemangkus kebijakan, yang berujung pada pengusiran dan penggusuran secara paksa yang mengakibatkan konflik antara masyarakat dengan pemerintah . dan dalam upaya perampasan ini pihak kaum kapitalis dan pemerintah melakukan cara-cara represif akan selalua bersama aparat keamanan yang dimiliki, hingga berujung pada tindak kriminalisasi serta eksekusi paksa. 

        Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) pada tahun 2016 mencatat bahwa sepanjang tahun 2016 terdapat 450 konflik agraria dengan cakupan wilayah konflik sekitar 1.265.027 hektar dan melibatkan 86.745 kepala keluarga. Berselang satu tahun setelahnya, KPA menulis adanya peningkatan jumlah konflik agararia sekitar 659 konflik atau ada penambahan kasus sebesar 209 konflik, dengan cakupan wilayah konflik 520.491,87 hektar dan melibatkan 652.738 kepala keluarga. 

        Sebagai contoh, Proses s Pendirian Pabrik Semen di Kecamatan Sukolilo Kabupaten Pati. Pendirian dan pembangunan pabrik oleh PT. Semen Gresik sudah telah menjadi rencana bagi Pemerintah Daerah Kabupaten Pati. Sebagai iming-iming bahwa Pati Selatan akan mendapatkan banyak keuntungan dan dapat meningkatkan pendapatan daerah Kabupaten Pati. Daerah yang strategis dan memiliki potensi untuk dijadikan pendirian pabrik semen yakni pegununagn kendeng karena daerah ini dapat memenuhi bahan dasar pembuatan semen. 

        Sesuai dengan rencana pembanguna pabrik semen oleh PT. Semen Gresik akan dibangun di lahan seluas 14,32 juta hektar yang tersebar di tujuh desa, yakni Kedumulyo, Gedudero, Sukolilo, Sumbersuko, Kasiyan, Tompegunung, dan Baturejo. Akan tetapi tidak semua masyarakat setuju dengan rencana pembanguna tersebut. Para masyarakat yang hidup disekitaran daerah yang akan dibangun pabrik semen dikelilingi ketakutan akan kehilangan lahan pesawahan yang dimana lahan pesawahan initelah menjadi sumber penghidupan mereka selama ini, selain itu dampak lain yang akan dirasakan masyarakat ketika pembanguna pabrik semen oleh PT. Semen Gresik terus dilanjutkan maka akan kehilangan sumber air bersih, dan juga sumber air itu bertujuan untuk k saluran irigasi seluas 15.873,900 ha sawah di Kecamatan Sukolilo. 

        Dwicipta (2015) dalam bukunya #Rembang Melawan menjelaskan bahwa seharusnya dan seidealnya tujuh daerah diatas yang akan dijadikan pembangunan pabrik semen tidak seyogyanya dijadikan lahan untuk pembangun pabrik semen oleh PT. Semen Gresik karena merupakan lahan konservasi, dibuktikan dengan Keputusan Menteri Energi dan Sumberdaya Mineral (ESDM) nomor 0397 K/40/MEM/2005 Namun, banyak usaha yang dilakukan korporasi dan para kaum kapitalis dan pemerintah untuk mencari jalan dan mendukung supaya pabrik semen ini tetap didirikan. Termasuk kemudian diresmikannya Peraturan Gubernur Jawa Tengah, Nomor 128 Tahun 2008.

Peraturan pemerintah yang hadir kemudian menimbulkan kontroversi, karena peraturan ini hanya dianggap sebagai fasilitator para kaum kapitalis untuk melanggengkan dan meluaskan ruang-ruang produksinya, demi tercapainya akumulasi keuntungan yang diinginkan. Selain itu kontroversi lain yang hadir kemudian adalah sangat memungkinkannya terjadi perampasan ruang hidup masyarakat  disekitar pembangunan pabrik semen mulai dari penjarahan tanah masyarakat yang diakuisisi secara paksa oleh regulasi yang dibuat oleh pemerintah demi melanggengkan aksi para kaum kapitalis untuk mendapatkan akses ruang produksi demi tercapainya tujuan para kapitalis yakni akumulasi keuntungan sebesar-besarnya. 

Bahwa masalah utama lingkungan (tanah, air, dan kekayaan alam) di Indonesia adalah tentang kepemilikan dan penguasaan di tangan segelintir orang dan korporasi besar di tengah puluhan juta rakyat bertanah sempit bahkan tak bertanah. Ironisnya, ditengah ketimpangan tersebut, perampasan tanah rakyat masih terus terjadi sampai sekarang ini. Kita sadar bahwa segala upaya dan bentuk regulasi yang dihadirkan pemerintah untuk meminamalisir kasus perampasan ruang hidup di masyarakat tidak akan pernah lepas dari intervensi para kaum kapitalis. sebagai seorang mahasiswa, solusi yang bisa hadirkan untuk merespon permaslahan diatas adalah yang pertama memperpanjang nafas perjuangan untuk melawan segala bentuk perampasan ruang hidup oleh para kaum kapitalis dan yang kedua terus belajar dan terus menyebarluaskan wacana ini kemasyarakat bahwa realitas sosial hari ini yang berjalan telah dikuasai oleh para kapitalis dan tentu akan berdampak negatif bagi masyarakat yang tidak mempunyai akses produksi misalnya dipisahkannya masyrakat dengan ruang hidupnya dengan paksa demi perluasan ruang-ruang produksi kaum kapitalis demi mendapatkan akumulasi keuntungan sebesar-besarnya, dengan harapan masyarakat yang tidak memiliki akses produksi ini akan sadar ddan tumbuh kesadaran secara menyeluruh sehingga muncul perlawanan -perlawanan yang holistic dan tidak parsial lagi terkait dengan maslah ini.

 

REFERENSI:

Setyawan, W. E. 2018. Politik Ruang dalam Perampasan Ruang Hidup Masyarakat.  IndoProgress. Diakses via https://indoprogress.com/2018/03/politik-ruang-dalam-perampasan-ruang-hidup-masyarakat/

Wirawan. 2010. Konflik dan Manajemen Konflik (Teori, Aplikasi dan Penelitian). Jakarta: Salemba Humanika.

Mukti Satrio,. 2013. “Penerbitan IMB yang Melanggar Tata Ruang (Kajian  Tentang Implementasi Perda RTRW Kota Malang Terhadap Penerbitan IMB yang Melanggar Tata Ruang)” Jurnal Ilmiah Fakultas Hukum Universitas Brawijaya, Malang :  

Erman, I. Rahim,. 2011 “Kajian tentang implementasi Perda Ijin Mendirikan Bangunan di Kota  Gorontalo, Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Negeri Gorontalo, INOVASI,.

Komentar

Paling Banyak Dikunjungi

Merefleksikan Makna Keadilan dalam Perjuangan Lembaga Kemahasiswaan

  Merefleksikan Makna Keadilan dalam Perjuangan Lembaga Kemahasiswaan Oleh Ardyansyah Saputra Basri Selama beberapa tahun belakangan, saya terlibat aktif di organisasi atau lembaga kemahasiswaan fakultas tempat saya mengenyam studi ilmu kesehatan masyarakat. Ada pahaman yang berkembang di kalangan anggotanya, yakni perihal keadilan. Keadilan diartikan sebagai sesuatu hal yang sesuai dengan kadar dan porsinya. Tapi apakah makna keadilan secara luas dapat diartikan seperti itu? jika ditelusuri, ternyata pahaman itu hadir dari hasil dialektika pada proses perubahan konstitusi. Kalau di Yunani Kuno, proses dialektika atau diskusi filosofis itu dilakukan di lyceum, di perkuliahan saya mendapatinya di mubes lembaga kemahasiswaan. Pada dasarnya berlembaga adalah aktivitas berpikir, kita berfilsafat di dalamnya, sejauh yang saya dapatkan. Proses dialektika atau diskusi filosofis ini sebenarnya merupakan metode untuk mendapatkan kebenaran atau pengetahuan. Pada setiap transisi periode kepengur

Merawat Telinga Kita

  Merawat Telinga Kita Oleh : Sabri Waktu kita terbatas, anggapan itu menjadi alasan manusia bertindak selalu ingin jauh   lebih cepat bahkan melupakan setiap proses yang dilalui dan orang-orang di sekitarnya. Melihat waktu sebagai sesuatu yang terbatas atau tanpa batas ditentukan oleh diri kita masing-masing. Kita memahami bahwa hidup kita berada di masa kini akan tetapi tidak menutup kemungkinan kita dihantui oleh masa lalu dan masa depan. Mendengarkan sesungguhnya merupakan salah satu cara kita menghargai waktu dengan orang-orang di sekitar kita, karena kehadiran seseorang dapat terasa tak ada jika apa yang ingin disampaikan tak didengarkan dengan baik. Maka kemampuan kita untuk mengabaikan sesam a akan terlatih. Apalagi berbagai kebiasaan yang ada saat ini mengajak kita untuk lupa akan pentingnya menciptakan sebuah kehadiran sejati dengan saling mendengarkan. Di antara kita, angkatan, komisaria

Falsafah Puasa; Pertanyaan dari Sisi Epistemologis

  Falsafah Puasa; Pertanyaan dari Sisi Epistemologis Oleh: Ardyansyah Saputra Basri Tanggal 1 Ramadhan 1443 H atau 3 April 2022 M, tepat pada jam 01.21 WITA suara ketukan palu sebanyak tiga kali berbunyi. Menandakan berakhirnya sidang penetapan program kerja pengurus HmI komisariat kesmas unhas cabang maktim periode 1443-1444 H/ 2022-2023 M. Ucapan syukur hamdalah menghiasi forum rapat kerja yang dilaksanakan secara daring via google meeting, yang berarti bahwa hal yang direncanakan kepengurusan telah dimulai selama kurang lebih satu tahun ke depan. Pada saat yang sama, notifikasi chat grup ramai silih berganti dari pengurus yang baru saja melaksanakan rapat kerja. Pertanyaan mengenai kapan rapat kerja selesai pun beralih menjadi penantian terhadap sahur yang nanti bagusnya makan apa, dengan siapa, dan jam berapa. Sahur pertama ini memang selalu menjadi persoalan, setidaknya dari yang apa saya amati di kultur Sulawesi Barat dan Sulawesi Selatan. Tidak jarang, beberapa teman yan