Langsung ke konten utama

 Inner Child dan Orang Dewasa

How Old Is Your Inner Child — RANDM

Inner Child dan Orang Dewasa

Oleh Diva Fadliah Kusumawardani

Apakah ketika menjalin hubungan dengan orang lain baik itu sebagai teman, kekasih ataupun keluarga kalian merasa jika masalah yang kalian alami seperti terulang kembali? Apakah jika hal tersebut terjadi kalian menyalahkan orang lain atau mecari kambing hitam akan masalahmu itu? Well, mari sedikit merefleksi diri, karena bisa saja masalah itu ada di dirimu.

Inner child adalah sisi kepribadian anak kecil seseorang yang didapatkan ketika masa kanak-kanak, hal ini menetap pada ingatan mengenai emosi baik maupun buruk masih tersimpan dalam diri. Inner child yang terluka akan menjadi trauma untuk seseorang yang akan berpengaruh pada kehidupan dewasanya. Dapat diketahui bahwa jika inner child tidak kunjung sembuh maka individu tersebut memerlukan tempat untuk melampiaskan luka lama yang ia punya. Efek berkepanjangan dari hal ini yaitu seseorang, temperamental, mudah tersinggung, dan tidak percaya diri. Perilaku-perilaku tersebut tercipta dari pengasuhan semasa kecil yang merupakan sebagai bentuk pertahanan diri, sehingga berdampak bahwa orang tersebut memiliki gangguan mental.

Febriani dkk., dalam jurnalnya menyatakan mereka menyadari adanya dampak dari inner child dalam diri orang tua terhadap pola interaksi dengan anak. Anak diibaratkan sebuah CD kosong, ia akan menyimpan semua memori yang diterimanya. Entah akan seperti apa anak tersebut jika orang tuanya masih memiliki luka dari masa kecilnya hal mendidik.

Menurut psikolog Dr. Nicole LePera, psikolog holistik dari Philadelphia, AS, mengatakan bahwa Gelombang otak saat mulai usia lahir hingga 6 tahun serupa dengan hypnosis. Anak meyerap semua yang ia terima seperti bahasa hingga cara menjalin hubungan dengan orang tua.

Yang ditakutkan akibat dari “salah pengasuhan” ini ialah kondisi tersebut akan diperparah dengan pergaulan yang salah ketika ia beranjak remaja. Anak yang tidak diberikan cukup perhatian dan kasih sayang akan berusaha mencari hal tersebut melalui pergaulannya. Di kondisi seperti inilah banyak ditemukan bahwa para orang tua tidak terlalu acuh terhadap pergaulan anaknya.

Luka inner child tidak cukup jika hanya berusaha dilupakan, namun perlu penyembuhan total. Sebab luka inner child yang masih tersimpan akan berubah menjadi alam bawah sadar. Misal orang tua yang dulunya tidak dibesarkan dengan perhatian dan kasih sayang akan berperilaku yang sama ketika pada saatnya nanti ia membesarkan anak.

Melansir dari webinar “Overcome Inner Fear Like Ko Moon Young in K-Drama It's Okay to Not to be Okay" seorang psikolog dan Co-Founder Tiga Generasi, Saskhya Aulia Prima, menjelaskan seputar tanda-tanda inner child yang terjadi pada orang dewasa.

Pertama, mudah merasa takut. Semua orang memang memiliki rasa takut, namun yang dimaksud disini ialah ketakutan berlebih jika akan ditinggalkan oleh orang sekitar. Kedua, tidak percaya pada diri sendiri. Orang ini selalu meragukan potensi diri dan membandingkan dirinya dengan orang lain.Ketiga, sering merasa bersalah. Sosok ini selalu menjadi sasaran amarah orang tuanya ketika berbuat salah saat kecil. Keempat, memiliki emosi yang tidak stabil. Kekerasan pada saat kecil dan kurangnya kasih sayang menjadi faktor menyakitkan dari sosok ini yang membuat emosi terus berubah-ubah. Kelima, terlalu kompetitif. Kegagalan adalah musuh terbesar orang ini karena saat kecil ia selalu dibandingkan. Masa dewasa seseorang tidak pernah lepas dari masa kanak-kanaknya. Dari kelima tanda yang disebutkan banyak orang yang tidak menyadari hal-hal tersebut telah terjadi pada diri mereka..

Siklus seperti ini tentunya tidak ingin terus berulang. Maka dari itu kita perlu mengetahui dan mengenali apakah inner child tersebut ada di diri kita. Mempertanyakan ke diri sendiri perihal “Kenapa dengan diriku?” atau “Kenapa rasanya sulit untuk bergaul dengan orang lain?” maupun “Kenapa hanya karena hal kecil aku menjadi sosok yang temperamental?” tidak ada salahnya.

Sesuatu yang terjadi pada dirimu pasti ada penyebabnya. Namun, menyalahkan orang lain yang menyebabkan adanya inner child didalam dirimu tidak dapat dianggap benar. Terlalu larut memikirkan hal ini malah justru akan memperburuk kondisimu Mencoba memaafkan dapat menjadi solusi awal untuk menerima kekurangan ini.

Untuk mencegah hal tersebut kembali terjadi, kita perlu menyembuhkan inner child yang ada didalam diri yaitu dengan self healing dan self acceptance, Jika dengan hal tersebut tidak terjadi perubahan apapun dalam diri, maka cobalah untuk konsultasi pada ahli seperti psikolog atau psikiater. Hal ini dilakukan agar Kamu dapat menjadi pribadi yang lebih baik dari sebelumnya.

Komentar

Paling Banyak Dikunjungi

Merefleksikan Makna Keadilan dalam Perjuangan Lembaga Kemahasiswaan

  Merefleksikan Makna Keadilan dalam Perjuangan Lembaga Kemahasiswaan Oleh Ardyansyah Saputra Basri Selama beberapa tahun belakangan, saya terlibat aktif di organisasi atau lembaga kemahasiswaan fakultas tempat saya mengenyam studi ilmu kesehatan masyarakat. Ada pahaman yang berkembang di kalangan anggotanya, yakni perihal keadilan. Keadilan diartikan sebagai sesuatu hal yang sesuai dengan kadar dan porsinya. Tapi apakah makna keadilan secara luas dapat diartikan seperti itu? jika ditelusuri, ternyata pahaman itu hadir dari hasil dialektika pada proses perubahan konstitusi. Kalau di Yunani Kuno, proses dialektika atau diskusi filosofis itu dilakukan di lyceum, di perkuliahan saya mendapatinya di mubes lembaga kemahasiswaan. Pada dasarnya berlembaga adalah aktivitas berpikir, kita berfilsafat di dalamnya, sejauh yang saya dapatkan. Proses dialektika atau diskusi filosofis ini sebenarnya merupakan metode untuk mendapatkan kebenaran atau pengetahuan. Pada setiap transisi periode kepengur

Merawat Telinga Kita

  Merawat Telinga Kita Oleh : Sabri Waktu kita terbatas, anggapan itu menjadi alasan manusia bertindak selalu ingin jauh   lebih cepat bahkan melupakan setiap proses yang dilalui dan orang-orang di sekitarnya. Melihat waktu sebagai sesuatu yang terbatas atau tanpa batas ditentukan oleh diri kita masing-masing. Kita memahami bahwa hidup kita berada di masa kini akan tetapi tidak menutup kemungkinan kita dihantui oleh masa lalu dan masa depan. Mendengarkan sesungguhnya merupakan salah satu cara kita menghargai waktu dengan orang-orang di sekitar kita, karena kehadiran seseorang dapat terasa tak ada jika apa yang ingin disampaikan tak didengarkan dengan baik. Maka kemampuan kita untuk mengabaikan sesam a akan terlatih. Apalagi berbagai kebiasaan yang ada saat ini mengajak kita untuk lupa akan pentingnya menciptakan sebuah kehadiran sejati dengan saling mendengarkan. Di antara kita, angkatan, komisaria

Falsafah Puasa; Pertanyaan dari Sisi Epistemologis

  Falsafah Puasa; Pertanyaan dari Sisi Epistemologis Oleh: Ardyansyah Saputra Basri Tanggal 1 Ramadhan 1443 H atau 3 April 2022 M, tepat pada jam 01.21 WITA suara ketukan palu sebanyak tiga kali berbunyi. Menandakan berakhirnya sidang penetapan program kerja pengurus HmI komisariat kesmas unhas cabang maktim periode 1443-1444 H/ 2022-2023 M. Ucapan syukur hamdalah menghiasi forum rapat kerja yang dilaksanakan secara daring via google meeting, yang berarti bahwa hal yang direncanakan kepengurusan telah dimulai selama kurang lebih satu tahun ke depan. Pada saat yang sama, notifikasi chat grup ramai silih berganti dari pengurus yang baru saja melaksanakan rapat kerja. Pertanyaan mengenai kapan rapat kerja selesai pun beralih menjadi penantian terhadap sahur yang nanti bagusnya makan apa, dengan siapa, dan jam berapa. Sahur pertama ini memang selalu menjadi persoalan, setidaknya dari yang apa saya amati di kultur Sulawesi Barat dan Sulawesi Selatan. Tidak jarang, beberapa teman yan