Langsung ke konten utama

Luxury or Necessity LEMA UH

Mahasiswa png | PNGWing

 Luxury or Necessity LEMA UH

Oleh : Arham Syarif

    Hadirnya Negara Kesatuan Republik Indonesia pada saat ini tidak terlepas dari perjuangan para pendahulu pejuang bangsa. Salah satunya adalah gerakan kaum muda yang memainkan peran penting dan revolusioner. Hal ini dikbuktikan dengan beberapa coretan yang tercatat dalam momen-momen genting dan penting. Sejarah menunjukkan bahwa dinamika bangsa ini tidak lepas dari peran mahasiswa.

    Dalam sejarah perjuangan bangsa Indonesia gerakan mahasiswa seringkali menjadi cikal bakal perjuangan nasional dengan semangat dan idealismenya yang tidak pernah berubah. Sebagai orang yang menuntut ilmu di perguruan tinggi, mahasiswa dianggap oleh masayarakat sebagai orang yang memiliki pendidikan lebih tinggi dibandingkan yang lain, sehingga mereka yakin bahwa mahasiswa mampu menyampaikan aspirasi sebagai bentuk suara hatinya (Martadinata, 2019).

    Potensi yang dimiliki oleh mahasiswa sebagai kaum intelektual harus memiliki keyakinan dan idealisme yang tidak boleh ditunggangi oleh siapapun kecuali kepentingan rakyat. Keterbatasan pemerintah dalam menyampaikan kebijakan membuat kaum terdidik berperan dalam melakukan sosialisasi atas kebijakan tersebut untuk mudah dipahami masyarakat dengan bahasa yang ringkas dan sederhana.

    Dari tahun ke tahun pergerakan mahasiswa terus masif dilakukan dalam mengkritisi kebijakan pemerintah dan kinerja birokrasi dilingkup kampus nya sendiri.  Termasuk gerakan mahasiswa unhas sebagai predikat poros pergerakan di Indonesia timur. Lembaga mahasiswa tingkat universitas telah beberapa kali mengganti nama sejak beridirnya pada tahun 1975 yang mulanya bernama Dewan Mahasiswa (Dema). Kemudian berganti nama menjadi Senat Mahasiswa Unhas (SMUH).

    Lembaga Mahasiswa di Unhas pertama kali dibentuk melalui Pemilihan Umum (Pemilu) yahun 2000. Lema pada waktu itu melakukan aksi di Kantor Telkom dan Relokasi Pantai Losari. Dampak dari gerakan itu Majelis Tinggi Mahasiswa (MTM) menjatuhkan skorsing selama sepuluh hari. Denan alasan ketua MTM telah memperingatkan agar tidak banyak melakukan aktifitas diluar kampus. Hal tersebut membuat LEMA mengalami kekosongan kepemimpinan.

    Beberapa bulan vakum, informasi mengenai pembentukan LEMA kembali digelar. Namun pada saat proses dinamika yang terjadi tidak ada kesepakatan yang dihasilkan. Karena partisipasi yang kurang dari lembaga tiap-tiap fakultas. Ditengah mandegnya persoalan pembentukan LEMA,  Banyak isu permasalahan yang lepas dari pengawalan seperti kenaikan (Sumbangan Pembinaan Pendidikan) SPP, penggusuran pedagang kaki lima, dan pemadaman lampu untuk mencegah aktifitas yang dilakukan mahasiswa.

    Pada tanggal 3-5 April 2006 kembali dibuka KPU untuk memilikh presiden LEMA selanjutnya. Pada pemilu waktu itu terdapat beberapa partai yang bersaing dalam Pemilu raya ini ialah Partai Damai Lestari, partai Akademos, partai Revolusi. pemilu selesai dengan keluarnya Arham sebagai presiden dengan mengantongi suara 2534 suara. Pembentukan LEMA banyak mengalami pasang surut dalam masa kepemimpinannya. Pada saat itu juga LEMA berganti nama menjadi Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas (BEM-U)

    Beberapa tahun berlangsung tidak ada lagi wadah legal yang menampung sentral pergerakan mahasiswa unhas ditengah berbagai permasalahan yang muncul dilingkup internal. Inisiasi  tiap-tiap lembaga tingkat fakultas untuk menciptakan wadah gerak, menghasilkan berbagai macam wadah dalam pembentukannya dalam mengawal permasalahan yang terjadi. Pada tahun 2019 kabar mengenai akan dibentuknya lagi Lembaga Mahasiswa tingkat universitas terdengar, dengan dibukanya Musyawarah Mahasiswa.

    Hal ini tidak terlepas dari status Universitas Hasanuddin yang menguji coba sistem PTN-BH setelah sebelumnya berstatus Badan Layanan Umum (BLU). Konsekuensi tersendiri, dimana Unhas mendapatkan keleluasan membuat kebijakan sesuai dengan kebutuhannya tanpa menunggu keputusan administratif dari pusat (Jazai et al., 2019). Salah satu syarat pemenuhan status PTN-BH itu sendiri adalah adanya Lembaga Mahasiswa Tingkat Universitas

    Berlangsungnya dinamika dalam proses Musyawarah Mahasiswa mencapai kesepakatan terbentuknya Lema yang baru dengan nama Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Hasanuddin (BEM-UH). Pembentukan wadah baru ini atas kesepakatan 8 lembaga mahasiswa tingkat fakultas sedangkan beberapa lembaga fakultas tidak menyetujui hadirnya wadah ini karena dianggap sebagai produk birokrasi. Akibatnya terjadi dualisme gerakan dalam Unhas dalam pengawalan isu.

    Jika kita lihat idealnya lembaga fakultas yang tergabung dalam BEM U mengupayakan usaha rekonsiliasi kepada setiap lembaga fakultas untuk bersama-sama menjadikan BEM U sebagai wadah pemersatu gerakan terlepas dari pandangan produk birokrat. Menjadikan wadah ini untuk tetap pada kondisi idealnya dari, oleh dan untuk mahasiswa. Namun dalam pemenuhannya masih adanya perbedaan pandangan dari tiap lembaga fakultas membuat kondisi pemenuhan wadah gerak ini tidak terpenuhi

    Upaya untuk membentuk wadah gerak baru kolektif perlu kemudian kita lakukan terlebih dahulu persamaan persepsi antar lembaga tiap fakultas. Kesadaran akan kebutuhan gerak baru yang harus dijunjung tanpa memikirkan ego dan eksistensi dalam struktur dalam wadah sentral gerakan perlu dipahami oleh masing-masing mahasiswa. oleh karenanya perlu upaya rekonsiliasi satu kepala satu arah untuk membentuk wadah yang nyata dalam mengawal isu yang ada.

Referensi :

Jazai, A., Mushawir, A. A., Muis, M., & Umar, F. (2019). Pengaruh Kompensasi Finansial dan Non-Finansial Terhadap Motivasi Kerja dan Kinerja Pegawai Pada Universitas Hasanuddin Di Makassar. Hasanuddin Journal of Business Strategy (HJBS), 3, 14–24.

Martadinata, A. M. (2019). Peran Mahasiswa dalam Pembangunan di Indonesia. Idea : Jurnal Humaniora, 1–6. https://doi.org/10.29313/idea.v0i0.2435

https://identitasunhas.com/menelisik-jejak-lembaga-eksekutif-mahasiswa-unhas/


Komentar

Paling Banyak Dikunjungi

Merefleksikan Makna Keadilan dalam Perjuangan Lembaga Kemahasiswaan

  Merefleksikan Makna Keadilan dalam Perjuangan Lembaga Kemahasiswaan Oleh Ardyansyah Saputra Basri Selama beberapa tahun belakangan, saya terlibat aktif di organisasi atau lembaga kemahasiswaan fakultas tempat saya mengenyam studi ilmu kesehatan masyarakat. Ada pahaman yang berkembang di kalangan anggotanya, yakni perihal keadilan. Keadilan diartikan sebagai sesuatu hal yang sesuai dengan kadar dan porsinya. Tapi apakah makna keadilan secara luas dapat diartikan seperti itu? jika ditelusuri, ternyata pahaman itu hadir dari hasil dialektika pada proses perubahan konstitusi. Kalau di Yunani Kuno, proses dialektika atau diskusi filosofis itu dilakukan di lyceum, di perkuliahan saya mendapatinya di mubes lembaga kemahasiswaan. Pada dasarnya berlembaga adalah aktivitas berpikir, kita berfilsafat di dalamnya, sejauh yang saya dapatkan. Proses dialektika atau diskusi filosofis ini sebenarnya merupakan metode untuk mendapatkan kebenaran atau pengetahuan. Pada setiap transisi periode kepengur

Merawat Telinga Kita

  Merawat Telinga Kita Oleh : Sabri Waktu kita terbatas, anggapan itu menjadi alasan manusia bertindak selalu ingin jauh   lebih cepat bahkan melupakan setiap proses yang dilalui dan orang-orang di sekitarnya. Melihat waktu sebagai sesuatu yang terbatas atau tanpa batas ditentukan oleh diri kita masing-masing. Kita memahami bahwa hidup kita berada di masa kini akan tetapi tidak menutup kemungkinan kita dihantui oleh masa lalu dan masa depan. Mendengarkan sesungguhnya merupakan salah satu cara kita menghargai waktu dengan orang-orang di sekitar kita, karena kehadiran seseorang dapat terasa tak ada jika apa yang ingin disampaikan tak didengarkan dengan baik. Maka kemampuan kita untuk mengabaikan sesam a akan terlatih. Apalagi berbagai kebiasaan yang ada saat ini mengajak kita untuk lupa akan pentingnya menciptakan sebuah kehadiran sejati dengan saling mendengarkan. Di antara kita, angkatan, komisaria

Falsafah Puasa; Pertanyaan dari Sisi Epistemologis

  Falsafah Puasa; Pertanyaan dari Sisi Epistemologis Oleh: Ardyansyah Saputra Basri Tanggal 1 Ramadhan 1443 H atau 3 April 2022 M, tepat pada jam 01.21 WITA suara ketukan palu sebanyak tiga kali berbunyi. Menandakan berakhirnya sidang penetapan program kerja pengurus HmI komisariat kesmas unhas cabang maktim periode 1443-1444 H/ 2022-2023 M. Ucapan syukur hamdalah menghiasi forum rapat kerja yang dilaksanakan secara daring via google meeting, yang berarti bahwa hal yang direncanakan kepengurusan telah dimulai selama kurang lebih satu tahun ke depan. Pada saat yang sama, notifikasi chat grup ramai silih berganti dari pengurus yang baru saja melaksanakan rapat kerja. Pertanyaan mengenai kapan rapat kerja selesai pun beralih menjadi penantian terhadap sahur yang nanti bagusnya makan apa, dengan siapa, dan jam berapa. Sahur pertama ini memang selalu menjadi persoalan, setidaknya dari yang apa saya amati di kultur Sulawesi Barat dan Sulawesi Selatan. Tidak jarang, beberapa teman yan