Langsung ke konten utama

Revitalisasi Gerakan Perempuan Di Era Digitalisasi 4.0

Julius Caesar Clipart Woman - Human Rights, Women And Violation [book] -  Free Transparent PNG Download - PNGkey

Revitalisasi Gerakan Perempuan Di Era Digitalisasi 4.0

Oleh : Dhea Prasetia

    Perempuan adalah salah satu elemen masyarakat yang harus memainkan peran strategis dalam mewujudkan masyarakat adil makmur yang di ridhoi Allah SWT. Adapun dalam islam perempuan dianggap sebagai tiang Negara, baik buruknya suatu Negara akan ditentukan dari kaum perempuannya. Tidak ada larangan bagi perempuan untuk melakukan pekerjaan reproduktif, politik dan sosial, perempuan memiliki peranan untuk melakukan pekerjaan pada bidang-bidang tersebut Kemudian dalam buku yang berjudul Filsafat Perempuan dalam Islam menyatakan bahwa Perempuan adalah juru rawat sebuah masyarakat

    Tidak sedikit penelitian di dunia yang menyatakan bahwa perempuan masih tergolong sebagai kelompok yang rentan mengalami berbagai masalah seperti Kemiskinan, yakni pemiskinan terhadap perempuan; Konflik wilayah; Bencana alam; Kebijakan politik yang mendiskriminasi perempuan; Kekerasaan seksual dan lain sebagainya. Masalah perempuan bukan hanya sebatas masalah pada jenis kelamin namun juga menjadi masalah bagian dari masalah kemanusiaan. Sebelum hadirnya ajaran islam yang dibawa oleh Rasulullah SAW kebudayaan-kebudayaan dunia tidak menghargai perempuan sama sekali. Bahkan saat itu ada anggapan ketika sesorang melahirkan seorang bayi perempuan adalah sebuah aib atau musibah sehingga tidak jarang bayi-bayi perempuan dibunuh

    Bahkan marjinalisasi terhadap perempuan yang mana perempuan dianggap hanya sebagai pelayan setia untuk memuaskan nafsu bagi kaum adam. Tubuh perempuan kerap kali dijadikan sebagai investasi sumber daya perempuan dengan pernikahan dini atau dijadikan sebagai alat tukar untuk melunasi hutang suatu keluarga yang berekonomi rendah dengan mengawinkan anak perempuannya guna melunasi hutang tersebut, perdagangan anak perempuan hingga pelacuraan yang dilakukan oleh keluarganya . Kemudian adanya pelabelan negatif (stereotip) pada kaum perempuan yang salah satunya yakni ketika perempuan tidak bisa atau tidak ingin hamil tidak akan dianggap sebagai seorang perempuan yang sempurna atau akan dianggap sebagai perempuan yang tidak normal .

    Selain itu, beban ganda perempuan yang bekerja diluar rumah tidak mengurangi beban pekerjaan rumah tangga. Pekerjaan seperti mencuci, memasak, memandikan anak seolah hanya menjadi kewajiban seorang perempuan saja. Belum lagi untuk perempuan yang bekerja dan memiliki waktu yang kurang untuk bersama anaknya akan dianggap tidak bertanggungjawab. Budaya masyarakat seolah mengatakan bahwa pekerjaan rumah tangga bukan lah sebuah pekerjaan Selanjutnya, Tubuh perempuan kini juga dijadikan industrialisasi kapitalis yang mana didayagunakan sebagai sumber profit industry seperti industri kecantikan, fashion, periklanan hingga pornografi. Serta banyaknya kasus pemerkosaan, perbudakaan seks kekerasaan seksual hingga kebijakaan politik yang menyampingkan kepentingan perempuan.

    Bahkan di era digitalisasi atau di era emansipasi saat ini perempuan kerap di nilai hanya diperlukan dalam melaksanakan pekerjaan yang berkaitan dengan urusan rumah tangga. Perempuan seringkali dianggap sebagai kelompok kelas kedua sehingga hak-hak perempuan sering dikesampingkan terhadap persamaan hak dengan laki-laki. Era digitalisasi ini juga membuat kasus kekerasaan seksual pada perempuan semakin berkembang. Perpindahan kekerasaan dari ruang nyata atau ruang rill pindah ke ruang virtual. Remaja perempuan paling rentan terhadap kondisi Pelecehan seksual terutama pada Kekerasan gender berbasisi siber (KGBS) .^2 Mudahnya mengakses teknologi saat ini dan korban ataupun pelaku masih usia muda yang tidak dibekali oleh kecerdasam digital serta pengawasan yang baik menjadi faktor akan hal tersebut. Berdasarkan Catatan Tahunan Komnas Perempuan, mencatat bahwa pada tahun 2020 kekerasan dalam pacaran (KDP) merupakan kekerasan yang paling tinggi.^2 Adapun bentuk kekerasaan pada remaja perempuan tersebut seperti Cat-calling, penyebaran konten intim non konsensual, hingga pemerkosaan dalam berpacaran.^2 Kemudian budaya pemerkosaan (Rape culture) semakin membuat perempuan korban kekerasaan seksual mengalami kekerasaan berlapis yakni stigma negative yang muncul dan ditujukan pada mereka yang dianggap anak nakal, seorang gadis yang genit dan aktraktif Bahkan tak jarang korban dikawinkan dengan pelaku kemudian dipaksa untuk putus sekolah atau berhenti dari kantornya..

    Korps HMI-Wati atau yang biasa di singkat Kohati adalah suatu badan khusus bentukan HMI yang bersifat Semi Otonom dengan fungsi sebagai bidang pemberdayaan manusia dan sebagai organisasi mahasiswa yang mana badan khusus ini memiliki peran sebagai Pembina dan pendidik HMI-Wati untuk menegakkan dan mengembangkan nilai-nilai keIslaman dan keIndonesiaan dengan kata lain Kohati bertugas untuk membina dan mengembangkan potensi HMI-wati dalam wacana dan dinamika gerakan keperempuanan Hal tersebut sejalan dengan tujuan Kohati yakni “Terbinanya Muslimah Insan Cita” Insan Cita merupakan insan pelepor yang berfikiran luas dan berpandangan luas, terampil, terbuka, mengetahui apa yang menjadi cita-citanya serta mencari ilmu perjuangan yang koperatif sesuai cita-citanya. Jika perempuan memiliki nilai insan cita dan sadar akan kodratnya maka kualitas seorang perempuan tersebut akan menjadi produktif dan sangatlah baik dan tentu akan mempengaruhi kehidupan Negara Namun realita saat ini seolah kecantikan fisik dijadikan sebagai standar utama kaum perempuaan dan mengabaikan akhlak tentu, hal ini berdampak pada banyaknya ketimpangan atau diskriminasi seperti yang telah disebutkan sebelumnya. Oleh karena itu, problematika tersebut coba diselesaikan oleh HMI dengan membentuk Kohati yang mengsinergitaskan antara iman, ilmu dan amal kaum perempuan guna mengawal dan menjadi wadah pergerakan keperempunan.

    Gerakan Keperempuanan atau gerakan perlawanan terhadap diskriminasi perempuan muncul sebagai agency kelompok bukan semata-mata tindakan individu Agensi kelompok ini menolak subordinasi dan tekanan yang dimanifestasikan melalui aksi kolektif terhadap budaya, politik, dan individu (Abrams 1999, h. 807). Gerakan perempuan telah berjuang untuk mengartikulasikan keprihatinan tentang status perempuan, pengalaman diskriminasi dan penindasaan dengan mengorganisasiakan diri kedalam organisasi perempuan

    Salah satu upaya perempuan untuk merespon situasi diskriminatif terhadap persoalan-persoalan sehari hari yang dihadapi perempuan ialah dengan melakukan aksi kolektif. . Menurut Blackburn gerakan perempuan melalui organisasi lebih memiliki kekuatan dan berkelanjutan daripada upaya-upaya individual (Blackburn 2004, h. 11). Kekuatan kolektif telah dipandang sebagai metode yang penting dalam gerakan perempuan di Indonesia. Adapun yang dimaksud dengan aksi kolektif adalah proses bekerja untuk mepengaruhi perubahan, melalui pembentukan dan pemeliharaan organisasi secara sukarela dan sekaligus keputusan kelompok untuk bergerak secara kolektif. Dalam hal ini Kohati adalah wadah yang tepat untuk melakukan aksi kolektif dalam melawan atau merespon diskriminatif terhadap perempuaan. Namun, melihat diskirminasi perempuan saat ini memperlihatkan mundurnya pergerakan perempuan.

    Kohati harus dapat memperjuangkan kepentingan perempuan dengan memaksimalkan teknologi yang ada dengan terus meningkatkan kualitas diri dalam menghadapi revolusi industry 4.0 dan menyambut Society 5.0. Kohati harus mampu menjadi kontibutor pembaharuan dalam merespon perkembangan permasalahan isu keperempuanan di masyarakat sebagaimana dalam tujuan kohati yakni Terbinanya Muslimah Berkualitas Insan Cita. Kohati merupakan wadah pengaderan HMI-Wati untuk membina akhlak, intelektual dan keterampilan serta kepemimpinan untuk para perempuan. Kohati merupakan sebuah wadah pergerakan perempuan di Indonesia untuk menciptakan kaum intelektual yang menjadi motor pergerakan dalam merespon isu-isu keperempuanan.

    Melihat realita yang terjadi saat ini dimana banyaknya diskriminasi terhadap perempuan menunjukan kemunduraan gerakan perempuan. Kemunduran pergerakan perempuan ini tidak terlepas dari sikap para penguasa atau khalifah, berkembangnya hadis palsu, serta kebodohan perempuan yang terperangkap dalam budaya kuno serta adanya pengaruh dari budaya barat yang negatif.

    Dapat dinilai perjuangan dari Kohati saat ini tidak banyak menyumbangkan pemikiran-pemikirannya terkait isu-isu keperempuanan. Bagaimana isu perempuaan direspon dengan baik jika perempuannya saja tidak ikut menyumbangkan pemikirannya dalam menyelesaikan masalah tersebut?. Kurangnya Pengetahuan dan dalamnya budaya masyarakat membuat lemahnya pergerakan perempuan. Perempuan pada dasarnya bodoh tetapi hal tersebut terjadi karena budaya yang ada di masyarakat sejak dahulu yang seolah tidak memberikan kesempatan perempuan untuk berpendidik Tentu hal ini telah berbeda dengan kondisi sekarang namun hal tersebut masih berpengaruh pada budaya masyrakat sehingga diperlukan pengedukasiaan khususnya kepada peremupuaan untuk menambah pengetahuannya terlebih tentang isu keperempuanan apalagi saat ini kini telah berada di era digitalisasi yang mana sumber pengetahuan semakin mudah didapatkan namun tetap harus didampingi oleh pengawasan yang baik. sehingga diperlukan wadah untuk dapat membantu memberikan atau menyebarluaskan pengetahuan perempuan terkait isu keperempunan dan Kohati tentu harus memiliki peran dalam hal ini. Jangan sampe ada anggapan Kohati hanya menjadi penonton dalam isu keperempunan dan keislaman. Seolah Kebesaran Kohati saat ini hanya dampak dari kebesaran Nama HMI yang dulu sangat Berjaya. Padahal dahulu Kohati dijadikan badan semi Otonomi sebab bidang keperempuan sudah tak mampu menampung aspirasi para HMI-wati terkait persoalaan perempuan. 

    Saat ini kohati seolah terlihat stagnan sebab organisasi yang dibutuhkan di era digitalisasinya ini adalah organisasi yang tidak hanya sekedar kombinasi individu yang memiliki pengetahuan intensif namun kombinasi individu yang juga berbakat. Dibutuhkan organisasi yang responsif, cepat bereaksi dan cost effective pada isu keperempuanan. Gerakan perempuan adalah gerakan transfromasi perempuan yang merupakan proses gerakan untuk menciptakan hubungan antar sesama manusia yang secara fundamental baru, lebih baik dan adil dibutuhkan revitalisasi analisis kohati menghadapi isu keperemuanan. Beberapa kali Kohati memberikan ruang diskusi terkait isu perempuan namun yang disayangkan tidak adanya bentuk tindak lanjut akan ruang diskusi tersebut. Pergerakan Kohati harus didasari dengan fondasi gerakan yang berideologi. Ideologi tersebut akan reempowering untuk menggerakan niat dan semangat Kohati. Dengan adanya fondasi akan melahirkan pengkajian atau analisis isu pada akar persoalan. Setelah itu, maka akan mudah untuk mengangkat isu tersebut atau mengadvokasikan.

    Sehingga berdasarkan hal tersebut Kohati harus mampu merevitalisasi gerakan dengan memuat tiga hal pokok yakni pendidikan, empowering dan advokasi. Keberhasilan Kohati sangat ditentukan oleh anggotanya yang di dukung oleh perangkat dan mekanisme organisasi HMI sebab sumber daya manusia merupakan suatu hal yang sangat penting dalam melakukan proses pengolah dalam suatu organisasi untuk menciptakan pemimpin yang intelektual dan berkualitas. Perempuan harus menyadari pentingnya pendidikan bagi kaum perempuan bukan untuk menyaingi laki-laki namun untuk menciptakan generasi cerdas. Saat ini kohati harus mampu meningkatkan wawasan, soft skill dan pengetahuan serta daya analisis kritis kadernya baik melalui training formal maupun non formal. sehingga dalam hal ini Kohati harus dapat menghidupkan kembali pergerakaan dalam mengkaji dan mengawal isu keperempuanan dengan pondasi ideologi yang kuat. Kemudian Pergerakan Kohati juga harus bekerja sama dengan organisasi lintas mahasiswa dan masyarakat. Sehingga dalam hal ini Kohati harus bisa menjadi wadah yang terbuka dan nyaman untuk para masyarakat dan mahasiswa sehingga ketika ada suatu permaslahaan terkait Isu keperempuanan Mahasiswa atau masyarakat tidak perlu khawatir atau binggung ingin meminta bantuan kepada siapa sebab Kohati telah cakap dalam mengawal isu tersebut.

    Apalagi kita tahu bahwasannya Kohati merupakan badan semi otonom dari HMI (Himpunan Mahasiswa Islam). Mahasiswa dianggap sebagai kaum intelektual atau kaum terpelajar, sehingga berdasarkan teori yang dikemukakan oleh Ali Syariati bahwa mahasiswa memiliki peran dan memiliki kepercayaan sebagai penyambung lidah antara masyarakat dan pemerintah oleh sebab itu perlu adanya wadah untuk menjembataninya. Dalam hal ini tentu Kohati memiliki peran untuk dapat menjadi wadah pergerakan dalam mengawal dan merespon isu keperempuanan dalam menyelesaikan segala permasalahan tersebut dengan menjadi jembatan untuk mendengar dan merespon terkait isu-isu keperempunan dan menindaklanjutinya dengan memanfaatkan perkembangan teknologi dan informasi yang progresif dan adaptif. Dengan Adanya wadah bentukan Kohati yang dapat menampung dan peka terhadap lingkungan akan menciptakan Big data yang mana berdasarkan Big data tersebut tentunya analisis terkait isu-isu keperempunan yang dikawal Kohati akan semakin efektive dan lebih terarah sehingga akan lebih mudah untuk melakukan advokasi jika memang di perlukan sebab berlandasakan data yang tervalidsi. Selain Bigdata di era digitalisasi 4.0 ini pergerakan Kohati harus memaksimalkan Internet on Things (IOT) . Dalam hal ini artinya IOT dan Big data dapat dijadikan sebagai dasar atau bahan dalam revitalisasi menganalisis isu-isu keperempuanan, Kohati diharapkan dapat memanfaatkan social media sebagai wasilah dakwah untuk kemaslahatan umat dengan membagikan opini atau pamplet yang menekan angkat diskriminasi pada perempuan begitu pula di dunia nyata Kohati harus bisa menjadi wadah yang dapat menampung segala aspirasi dan peka terhadap lingkungan sekitarnya sehingga kebenaran dapat disuarakan dan keadilan dapat ditegakan. Adanya kolaborasi antara Kader HMI-wati dan masyarakat akan meningkatkan progress Kohati dalam merespon Isu keperempuanan. Sehingga Kohati dapat menjadi pilar penyangga HMI dalam pergerakan Keperempuanan.


DAFTAR PUSTAKA

Adriani Defi. Dinamika organisasi perempuan himpuan mahasiswa islam cabang pekanbaru periode 2008-2011. Journal online mahasiswa Unri 2(2)

lis LO, Jamaluddin dan Roslan S. 2018 Peran Mahasiswa sebagai Social-Control. Neo Societal 3(2) pp-484-493

Aziz Asmeany. 2009. Feminisme Profetik. Millah 9(1)

Fakih Mansour. 2008. Analisis Gender dan Transformasi Sosial.

Adriani Defi. Dinamika organisasi perempuan himpuan mahasiswa islam cabang pekanbaru periode 2008-2011. Journal online mahasiswa Unri 2(2)

Lockley A, Marcoes L. dkk. 2019. Aksi Kolektif Perempuan untuk pemberdayaan di Indonesia. Jurnal Perempuan 24(1). pp. 13-26

Komnas Perempuan, 2021, Siaran Pers Komnas Perempuan Memperingati Hari Pemuda Internasional 2021, Komnas Perempuan

Magdalena R. 2017. Kedudukan perempuan dalam perjalanan sejarah. Harkat an-Nisa : jurnal Studi Gender dan Anak, II (1) pp.13-36

Pedoman dasar kohati

Rabbani NF. 2021. Seksisme yang dianggap lumrah, tetapi berdampak besar dalam kesehatan mental wanita. Indonesia SDGs Summit. Sdgssummit.id

Rahayu AW. 2015. Perempuan dan Belenggu peran Kultural. Jurnalperempuan: Jurnalperempuan.org

Sutiono AZ. 2020. Pendidikan Perempuan Sebelum Islam.Tahdzib Al-Aklaq-PAI-FAI-UIA. Uia.e-journal.id VI(2). pp. 123-131

Syahputra MR dan Darmansah T. 2020 Fungsi Kaderisasi dalam meingkatkan kualitas kepemimpinan. Journal of education and teaching learning (JETL)

UIN Alauddin Makassar. Konstektualisasi Gender Islam dan Budaya.2016 pp-50

Wilianto dan Kurniawan Ade. 2018. Sejarah, cara Kerja dan Manfaat Internet of Things. Jurnal Matrix 8(2) 36-41

Wongkar GM.2019. Analisis Feminisme Kasus Perkosaan dan Dalil Negasi Terhadap Korban seperti Terefleksi dalam novel Thirteen Reason Why Karya Jay Asher. Jurnal Skripsi : ejournal.unstrat.ac.id



Komentar

Paling Banyak Dikunjungi

Merefleksikan Makna Keadilan dalam Perjuangan Lembaga Kemahasiswaan

  Merefleksikan Makna Keadilan dalam Perjuangan Lembaga Kemahasiswaan Oleh Ardyansyah Saputra Basri Selama beberapa tahun belakangan, saya terlibat aktif di organisasi atau lembaga kemahasiswaan fakultas tempat saya mengenyam studi ilmu kesehatan masyarakat. Ada pahaman yang berkembang di kalangan anggotanya, yakni perihal keadilan. Keadilan diartikan sebagai sesuatu hal yang sesuai dengan kadar dan porsinya. Tapi apakah makna keadilan secara luas dapat diartikan seperti itu? jika ditelusuri, ternyata pahaman itu hadir dari hasil dialektika pada proses perubahan konstitusi. Kalau di Yunani Kuno, proses dialektika atau diskusi filosofis itu dilakukan di lyceum, di perkuliahan saya mendapatinya di mubes lembaga kemahasiswaan. Pada dasarnya berlembaga adalah aktivitas berpikir, kita berfilsafat di dalamnya, sejauh yang saya dapatkan. Proses dialektika atau diskusi filosofis ini sebenarnya merupakan metode untuk mendapatkan kebenaran atau pengetahuan. Pada setiap transisi periode kepengur

Merawat Telinga Kita

  Merawat Telinga Kita Oleh : Sabri Waktu kita terbatas, anggapan itu menjadi alasan manusia bertindak selalu ingin jauh   lebih cepat bahkan melupakan setiap proses yang dilalui dan orang-orang di sekitarnya. Melihat waktu sebagai sesuatu yang terbatas atau tanpa batas ditentukan oleh diri kita masing-masing. Kita memahami bahwa hidup kita berada di masa kini akan tetapi tidak menutup kemungkinan kita dihantui oleh masa lalu dan masa depan. Mendengarkan sesungguhnya merupakan salah satu cara kita menghargai waktu dengan orang-orang di sekitar kita, karena kehadiran seseorang dapat terasa tak ada jika apa yang ingin disampaikan tak didengarkan dengan baik. Maka kemampuan kita untuk mengabaikan sesam a akan terlatih. Apalagi berbagai kebiasaan yang ada saat ini mengajak kita untuk lupa akan pentingnya menciptakan sebuah kehadiran sejati dengan saling mendengarkan. Di antara kita, angkatan, komisaria

Falsafah Puasa; Pertanyaan dari Sisi Epistemologis

  Falsafah Puasa; Pertanyaan dari Sisi Epistemologis Oleh: Ardyansyah Saputra Basri Tanggal 1 Ramadhan 1443 H atau 3 April 2022 M, tepat pada jam 01.21 WITA suara ketukan palu sebanyak tiga kali berbunyi. Menandakan berakhirnya sidang penetapan program kerja pengurus HmI komisariat kesmas unhas cabang maktim periode 1443-1444 H/ 2022-2023 M. Ucapan syukur hamdalah menghiasi forum rapat kerja yang dilaksanakan secara daring via google meeting, yang berarti bahwa hal yang direncanakan kepengurusan telah dimulai selama kurang lebih satu tahun ke depan. Pada saat yang sama, notifikasi chat grup ramai silih berganti dari pengurus yang baru saja melaksanakan rapat kerja. Pertanyaan mengenai kapan rapat kerja selesai pun beralih menjadi penantian terhadap sahur yang nanti bagusnya makan apa, dengan siapa, dan jam berapa. Sahur pertama ini memang selalu menjadi persoalan, setidaknya dari yang apa saya amati di kultur Sulawesi Barat dan Sulawesi Selatan. Tidak jarang, beberapa teman yan