Selamat Datang di Makassar, Kota Dunia
Oleh : Basir, S.KM., M.Sc
Suatu senja di hari Minggu yang cerah, aku berjalan-jalan ke Pantai Losari. Itu kali pertama aku menyaksikan perubahan pantai yang indah itu. Yang terhampar kini pemandangan dan tempat yang nyaman untuk bersantai, tampak eksotis. Berada di Losari seolah-olah menggambarkan potret Kota Makassar. Hampir semua kalangan masyarakat ada di sini. Aku suka dengan perubahan ini, namun yang mengusikku kemudian, pada Minggu berikut ketika aku kembali mengunjungi pantai Losari, tak dapat kunikmati birunya laut. Tumpukan sampah tampak mengotori pantai, mungkin ulah penonton festival yang diselenggarakan pada malam sebelumnya. Padahal di berbagai titik telah disediakan tempat pembuangan sampah, bahkan dengan label spesifikasi.
Sungguh banyak permasalahan yang dihadapi kota ini. Mulai dari masalah sampah hingga masalah kemiskinan yang dihadapi sebagian masyarakat kota. Kebanyakan dari masyarakat miskin kota Makassar belum mampu mengakses pelayanan pendidikan dan kesehatan sehingga mereka sulit keluar dari lingkaran kemiskinan. Akan tetapi, daripada mengeluhkan kondisi-kondisi tersebut, lebih baik kita mencoba bangkit.
Bukankah pemerintah telah memiliki program tentang pelayanan pendidikan dan kesehatan gratis. Program ini seharusnya mendapat dukungan dari semua kalangan. Palin tidak, kesehatan dan pendidikan gratis bagi masyarakat miskin. Dengan program ini, masyarakat miskin akan mempunyai harapan yang lebih baik untuk keluar dari kotak kemiskinan. Pembangunan sekolah-sekolah dan fasilitas kesehatan yang mudah dijangkau oleh seluruh masyarakat akan menjadikan mereka lebih termotivasi. Motivasi dari segala apa yang kita upayakan adalah impian. Impian mewujudkan Makassar sebagai kota dunia perlu kita miliki bersama. Untuk mewujudkan Makassar sebagai kota dunia tidak hanya dengan pembangunan fisik, tapi juga dengan pembangunan mental. Masyarakat Kota Makassar harus memiliki mental masyarakat kota yang beradab. Citra yang sesungguhnya tentang suatu kota berasal dari masyarakat itu sendiri.
Kita semestinya berbangga menjadi bagian dari masyarakat Makassar. Para leluhur Makassar telah menanamkan suatu nilai yang dikenal dan dikenang oleh masyarakat dunia. Para pelaut kita dikenal gigih mengarungi samudera yang ganas hingga melintasi benua dengan modal perahu pinisi yang dibuat dengan teknologi dan nilai artistik yang tinggi. Kita juga mewarisi citra Sultan Hasanuddin yang dikenal pantang menyerah, cerdas, dan gagah berani. Kita telah memilki citra itu, citra sebagai masyarakat Kota Makassar yang berkarakter yang di mana-mana dikenal sebagai sosok yang tegas, gigih, dan gagah berani.
Tetapi jangan sampai citra itu rusak dalam genggaman kita. Berani tidak berarti nekad dan berani tidak berarti melawan dengan membabi buta. Masyarakat Makassar dari semua kalangan hendaknya meresapi makna hal tersebut. Ketika tim sepak bola kebanggaan kita, PSM Makassar berjuang dengan gagah berani, yang mereka butuhkan adalah motivasi positif. Sorak-sorai yang membakar semangat hendaknya jangan berakhir dengan aksi membakar stadion. Kemenangan memang indah, tetapi mengakui kekalahan dengan sportif jauh lebih indah. Begitupun dengan demonstrasi yang penuh semangat di jalan. Kami bangga, Makassar menjadi kota yang terbuka dan demokratis, di mana mahasiswa dan elemen-elemen masyarakatnya aktif menyuarakan aspirasi rakyat, tetapi hal tersebut bukan berarti bebas tanpa batas.
Selalu ada nilai yang mengatur kehidupan kita agar lebih bermakna sehingga kebiasaan positif akan terbangun dalam masyarakat ini. Banyak hal positif yang dapat kita jadikan kebiasaan. Hal-hal kecil yang tanpa kita sadari akan mempengaruhi pola perilaku kita dan citra kota kita secara umum; seperti kebiasaan membuang sampah pada tempatnya, kebiasaan tertib berlalu lintas, taat membayar pajak, menyampaikan aspirasi dengan santun, menggunakan produk-produk lokal, membiasakan diri gemar membaca, dan hal-hal lainnya yang dapat membentuk kita menjadi lebih baik. Jika ingin melihat Makassar sebagai kota dunia, upayakanlah semua untuk Makassar.
Program-program pemerintah tinggallah program yang tidak ‘bernyawa’ jika tidak didukung dan dihidupkan oleh masyarakat. Kita perlu menjadi kritis terhadap pemerintah, tetapi bukan berarti menjadi lawan pemerintah. Sudah saatnya kita menumbuhkan kebersamaan dan kearifan-kearifan lokal untuk menjadikan kota kita sebagai kota dunia. Menjadi kota dunia tidak berarti kita menyerap budaya asing yang mendunia, tetapi kita hanya perlu menghidupkan kembali kearifan-kearifan lokal yang sesungguhnya telah kita miliki. Nilai-nilai dalam kearifan lokal Makassar yang akan mencirikan kita sebagai komunitas yang berkarakter. Jika sejak kini kita membiasakan diri bertindak lokal dan berpikir global, dengan bangga kita akan menyambut “Selamat Datang di Makassar, Kota Dunia.”
Komentar
Posting Komentar