Makassar Bersih, Makassar Hijau
Oleh : Basir, S.KM., M.Sc
Hari Iedul Fitri bukan hanya merupakan hari berkumpul keluarga, melainkan juga hari terindah untuk menikmati suasana kota Makassar. Jalan-jalan sepi, ditinggal para pemudik, membuat kita leluasa bersepeda, membiarkan udara bersih kota memenuhi rongga dada. Birunya langit tampak lebih cerah, pabrik-pabrik tidak beroperasi. Tetapi suasana ini tidak pernah berlangsung lebih dari tiga hari. Setelah itu udara kotor akan kembali menyesaki paru-paru. Sampah-sampah rumah tangga tampak bertumpuk di sudut-sudut jalan kompleks perumahan.
Sampah dan Polusi udara
Bagaimana memimpikan Adipura, jika sampah dan polusi udara masih menjadi masalah utama di Kota Makassar. Banyak warga masyarakat yang bingung ke mana harus membuang sampah rumah tangga mereka. Pemukiman yang muncul di mana-mana, arus penduduk menuju Makassar terus meningkat, menimbulkan masalah lingkungan yang semakin kompleks di kota ini. Jumlah mobil pengangkut sampah yang disiapkan pemerintah sudah cukup kewalahan untuk melayani pengangkutan sampah warga yang jumlahnya terus meningkat.
Akibatnya, warga kota yang tidak bijak membuang sampah di pinggir-pinggir jalan. Langkah ini kemudian diikuti warga lainnya hingga akhirnya membentuk tumpukan sampah. Perilaku ini tidak hanya merusak keindahan kota, tetapi juga mengganggu penciuman pengguna jalan. Tumpukan sampah juga banyak ditemukan di fasilitas-fasilitas publik, seperti pasar dan rumah sakit yang seharusnya memberikan layanan kenyamanan bagi pengunjung dan pengguna jalan.
Jika semua permasalahan sampah dibebankan kepada pemerintah atau petugas-petugas kebersihan, maka sampah akan terus menjadi masalah di Makassar. Sudah saatnya warga kota merubah cara pandang praktis mereka tentang sampah. Jangan berhenti pada pemikiran bahwa “saya mengumpulkan sampah dan membuangnya di kontainer, menunggu mobil pengangkut sampah untuk membawanya ke TPA, dan kemudian membayar iuran sampah tiap bulannya”. Tetapi sudah saatnya kita memulai langkah yang lebih maju, mengupayakan sistem pemisahan sampah, misalnya.
Pertumbuhan jumlah penduduk Kota Makassar bukan hanya menyebabkan masalah sampah, melainkan juga polusi udara. Peningkatan jumlah penduduk seiring dengan peningkatan jumlah kendaraan pengguna jalan. Bukan hanya kendaraan pribadi, tetapi juga kendaraan umum. Jumlah kendaraan umum semakin meningkat seiring dengan peningkatan kebutuhan jasa transportasi warga. Hal ini menyebabkan polusi udara yang sulit dikendalikan.
Seandainya saja di sepanjang tepi jalan Kota Makassar tumbuh pepohonan besar berdaun rimbun. Polutan-polutan dari bahan bakar kendaraan bisa sedikit terkendali. Suasananya juga akan sangat mendukung untuk mengembangkan kebiasaan bersepeda. Udara Makassar yang panas bisa menjadi lebih sejuk dengan kehadiran pepohonan tersebut.
Warga Kreatif
Bagaimanapun, permasalahan kebersihan dan keindahan kota bukan sekedar tanggung jawab pemerintah. Tiap individu harus memiliki kesadaran tentang kebersihan dan keindahan. Dimulai dengan mendisiplinkan dirinya membuang sampah pada tempat yang semestinya. Penerapan kedisiplinan membuang sampah sudah terlaksana dengan cukup baik di sekolah-sekolah. Bahkan beberapa sekolah sudah menyiapkan tiga jenis tempat sampah (kertas, plastik, dan organik). Anak sekolah relatif disiplin mengenai hal ini.
Sikap disiplin membuang sampah di sekolah seharusnya dibawa ke rumah dan lingkungan masyarakat. Keterlibatan warga dalam mewujudkan kebersihan di lingkungan masing-masing perlu diupayakan. Jika kesadaran ini terwujud, akan lebih menerapkan sistem pemisahan sampah dan pemanfaatan sampah agar bernilai ekonomi sehingga pemerintah kota tidak perlu lagi repot-repot memikirkan upaya penambahan unit mobil pengangkut sampah dan perluasan lokasi tujuan pembuangan akhir.
Sederhana saja, pemerintah melalui aparat di Kelurahan mensosialisasikan jenis-jenis sampah. Warga cukup menyediakan tiga wadah; masing-masing diisi sampah jenis tertentu. Dengan adanya pemilahan yang terdiri atas sampah plastik, kertas, dan organik akan membuat kerja pemerintah, khususnya dinas kebersihan lebih efisien. Mobil-mobil pengangkut sampah cukup mengangkut sampah organik saja untuk kemudian diolah menjadi kompos, seperti yang telah dikembangkan di Makassar. Sampah plastik dan kertas dibawa ke ‘rumah kreatif’ untuk didaur ulang.
‘Rumah kreatif’ dimaksudkan sebagai tempat mendaur ulang sampah-sampah kertas dan plastik menjadi barang-barang bernilai ekonomi. ‘Rumah kreatif’ ini dikelola oleh kelompok-kelompok tertentu di lingkungan tempat tinggal warga. Tiap kelurahan sebaiknya memiliki ‘rumah kreatif’ sehingga warga memiliki alternatif yang jelas ke mana harus membawa sampah-sampah plastik dan kertas mereka.
Kelompok-kelompok ini juga dapat menjadi penggerak dalam kegiatan-kegiatan lingkungan, seperti aksi-aksi penanaman pohon di sepanjang jalan di lingkungan masing-masing. Pohon-pohon yang ditanam hari ini memang tidak dapat segera dinikmati. Perlu puluhan tahun bagi pepohonan tersebut untuk tumbuh menjadi besar dan rimbun. Tapi jika terus ditunda, bahkan di hari tuapun paru-paru kita yang lemah masih harus terus disesaki polutan.
Jika sosialisasi pemisahan sampah di rumah tangga-rumah tangga dan kelompok-kelompok ‘rumah kreatif’ ini berjalan efektif, akan lebih mudah mempersiapkan Makassar meraih Adipura. Segala hal yang diupayakan pemerintah kota untuk meraih Adipura harus memperhatikan kesejahteraan rakyat. Mengupayakan Adipura tidak berarti harus memaksakan kota menjadi tampak mewah atau menggusur pemukiman kumuh warga atas nama keindahan, tetapi mengajak warga untuk lebih peduli terhadap kebersihan. Adipura bukan tujuan, melainkan adalah bonus dari gaya hidup sehat kita.
Komentar
Posting Komentar