Integrasi Gerakan, Mewujudkan Identitas Kolektif
Oleh : A. Alief Muadz
Pergerakan mahasiswa menjadi bagian penting dan tak terpisahkan dari dunia intelektual kampus. Pergerakan mahasiswa telah menjadi roh dalam dinamika kampus yang ternyata kini sebagian besar mahasiswa acuh tak acuh terhadap peran aktivis yang memperjuangkan hak hak mahasiswa itu sendiri, dan itu disebabkan oleh beberapa faktor. Pergerakan mahasiswa saat ini kadang dianggap sebagai suatu hal yang negatif bagi sebagian masyarakat, termasuk sebagian mahasiswa itu sendiri. Ini disebabkan karena beberapa masyarakat dan mahasiswa telah terkonstruk bahwa pergerakan mahasiswa itu hanya tentang sebatas aksi yang selalu tentang demo, pemblokiran jalan, membuat kekacauan, panas-panasan, buang buang tenaga. Padahal pergerakan mahasiswa memiliki peran yang sangat penting dalam mengawal kebijakan kampus.
Definisi identitas secara umum berasal dari kata identity yang artinya memiliki tanda, ciri atau jati diri yang melekat pada suatu individu, kelompok atau sesuatu yang membedakannya dengan yang lain. Jadi dalam setiap kelompok atau individu tidak dapat dilepaskan dari sebuah usaha untuk dikenal oleh pihak lain, dan pengenalan tersebut terjadi dengan berbagai cara dan usaha untuk sampai kemudian dikatakan sebagai identitas kelompok atau identitas individu. Identitas sosial berkaitan dengan rasa peduli dan rasa bangga dari keanggotaan dalam suatu kelompok tertentu. Dalam pergerakan mahasiswa pasti memiliki identitas karena identitas berbicara tentang cara-cara dimana indivdu dan kolektivitas-kolektivitas dibedakan dalam hubungan mereka dengan individu dan kolektivitas yang lain.
Contoh gerakan identitas sosial bisa kita lihat dari aksi kamisan, mengenai aksi kamisan itu sendiri adalah sebuah aksi yang di gelar setiap hari kamis di depan istana negara yang dilakukan oleh korban pelanggaran Hak Asasi Manusia di indonesia. Aksi ini pertama kali di mulai pada tahun 2007. Tuntutan dari kegiatan ini adalah menuntut negara untuk menentukan pelanggaran HAM berat di indonesia seperti tragedi Semanggi, Trisakti dan tragedi 13-15 Mei 1998, peristiwa Tenjung Priok, peristiwa Talangsari 1989 dan lain lain. Sejarah awal mula dilaksanakannya aksi kamisan diprkasai oleh 3 keluarga korban pelanggaran HAM berat salah satunya ada dari keluarga mendiang pegiat HAM, Munir Thalib kamisan sendiri di latar belakangi dari sikap pemerintah yang semakin mengabaikan penyelesaian HAM Terutama Trisakti, semanggi 1 dan semanggi 2 .
Jikalau melihat kondisi Universitas Hasanuddin hari ini yang pergerakan mahasiswanya terbagi atas beberapa kelompok diantaranya : Badan Eksekutif Mahasiswa UH, Federasi Mahasiswa UH, Aliansi Mahasiswa UH, dan yang baru baru muncul adalah Mahasiswa UH. Kelompok kelompok ini yang notabenenya hadir karena pengawalan isu ternyata belum juga evektif dalam proses pengawalannya dan yang menjadi salah satu penghambatnya adalah perbedaan pandangan politik kelembagaan terhadap wadah gerak yang menjadi “background” nya. Oleh karena itu kita perlu mengupayakan untuk membuat visi yang sama dalam sebuah wadah untuk menciptakan kolektifitas gerak sehingga pengalaman isu itu dapat efektif. Hal ini sejalan yang dituturkan oleh Benford and Snow, Soule, dalam literatur ilmu sosial tentang gerakan, konsep identitas kolektif (collective identity) digunakan secara luas. Identitas kolektif dipandang baik sebagai pendahulu (prasyarat) yang diperlukan bagi munculnya tindakan kolektif maupun sebagai hasil dari gerakan tindakan kolektif berbagai teori dan pada semua level analisis.
Oleh karena itu, dalam proses membangun gerakan kolektif dengan memperkuat identitas kolektif itu perlu dimulai dengan memperkuat pondasi awal atau membangun hal yang paling mendasar. Dalam sebuah pergerakan mahasiswa peran keaktifan kader tidak akan bisa terlepas karena kader inilah nantinya yang akan berperan dalam pergerakan ini. Ruang ruang dialektis yang tercipta seperti konsolidasi merupakan ruang pembelajaran yang sesuai atau cocok untuk pembelajarannya di tahap awal dalam membangun gerakan. Dari penguatan ruang konsolidasi inilah hubungan emosional secara individu maupun kelembagaan akan tercipta karena adanya kesamaan keresahan, kesamaan visi dan kesamaan persepsi dalam memandang masalah atau dalam konteks cara memandang sesuatu. Hubungan emosional yang semakin kuat secara tidak langsung juga dapat meningkatkan kepercayaan sesamanya sehingga ini yang dapat digunakan sebagai pondasi awal bahkan hal ini merupakan bangunan gerakan kolektif. Gerakan kolektif yang tercipta secara tidak langsung akan menciptakan identitas kolektif.
Link Referensi :
http://eprints.ums.ac.id/22081/4/BAB_I.pdf
https://repository.uksw.edu/bitstream/123456789/4020/3/T1_712008034_BAB%20II.pdf
http://etheses.uin-malang.ac.id/2620/5/09410051_Bab_2.pdf
https://thecolumnist.id/artikel/mahasiswa-dan-identitas-pergerakan-883
https://id.wikipedia.org/wiki/Aksi_Kamisan
Komentar
Posting Komentar