Langsung ke konten utama

Stop Stigma Pada Pengidap HIV/AIDS, Jauhi Penyakitnya Bukan Penderitanya


Stop Stigma Pada Pengidap HIV/AIDS, Jauhi Penyakitnya Bukan Penderitanya

Oleh : Muhammad Kyrgizt Al-Muqhni

HIV/AIDS merupakan penyakit menular yang terjadi di kalangan masyarakat yang belum ditemukan vaksin atau obat yang efektif untuk pencegahan HIV/AIDS hingga saat ini. Penyakit HIV/AIDS merupakan suatu penyakit yang mematikan. Penyakit mematikan ini menyebabkan penderita mengalami gangguan fisik dan mental. Penyakit ini sudah menyebar luas ke masyarakat termasuk dengan ibu rumah tangga dan anak-anak. Terus meluasnya HIV/AIDS akan menimbulkan dampak buruk terhadap pembangunan nasional secara keseluruhan. Tidak hanya pada bidang kesehatan tetapi juga mempengaruhi bidang sosial, ekonomi, budaya, agama sampai dengan hukum.

Banyaknya kasus penelantaran pasien pengidap HIV/AIDS ditengah masyarakat disebabkan oleh kurangnya informasi tentang penularan HIV/AIDS kepada keluarga dan masyarakat, sehingga menyebabkan pasien pendetita HIV/AIDS sering mendapatkan perlakuan yang negatif, misalnya kurangnya kasih sayang, hilangnya rasa empati, diskriminasi dan stigmatisasi. Padahal peranan keluarga dan masyarakat sangat dibutuhkan untuk meringankan beban mental pada pasien yang menderita HIV/AIDS.

HIV/AIDS tidak bisa disembuhkan karena tidak ada obatnya. Namun, gejala penyakit bisa dikendalikan dan sistem imun bisa ditingkatkan dengan pemberian terapi antiretoviral (ARV). Obat ARV tidak dapat menyembuhkan, tetapi bisa membantu orang dengan HIV hidup lebih lama dan lebih sehat. Selain itu, ARV juga membantu mengurangi risiko penularan HIV. Terapi ARV adalah sekumpulan obat yang biasanya digunakan untuk mengobati infeksi akibat penyakit HIV. Tujuan utama obat ARV adalah mencegah dan mengurangi jumlah HIV dalam tubuh dan menghambat virus dalam memperbanyak diri. Dengan begitu, jumlah virusnya di dalam tubuh tidak terus bertambah. Berkurangnya virus HIV memberi kesempatan bagi sistem kekebalan tubuh untuk bisa pulih dan cukup kuat untuk melawan infeksi dan kanker. Selain itu, ketika jumlah virusnya rendah dan tidak terdeteksi, kemungkinan untuk menularkan infeksi HIV ini ke orang lain pun berkurang

Keluarga merupakan unit pelayanan dasar di masyarakat yang juga merupakan perawat utama dalam anggota keluarga, juga merupakan unit (bagian) terkecil dari masyarakat yang dapat mempengaruhi supra sistem. Salah satu fungsi dari keluarga adalah fungsi psikologis yaitu memberikan kasih sayang, dan rasa aman bagi keluarga, memberikan perhatian Pengungkapan status HIV pada orang terdekat merupakan bagian penting dari pemberdayaan diri. Pengungkapan status HIV dapat memotong mata rantai penularan HIV melalui komitmen diri dan mendapatkan kenyamanan dalam sitausi dan kehidupan yang dijalani. Membuka status HIV dapat bermanfaat untuk mengurangi rasa terisolir, meningkatkan penerimaan diri, mendapatkan kehidupan seks yang aman dan sehat, merencanakan mempunyai anak dengan aman, merencanakan masa depan dan keluarga serta mendapatkan pengobatan ARV, pelayanan manajemen kasus, rujukan kepada kelompok dukungan dan layanan lanjutan lainnya.

Stigma dan diskriminasi terhadap ODHA (Orang Dengan HIV/AIDS) merupakan tantangan yang bila tidak teratasi, potensial untuk menjadi penghambat upaya penanggulangan HIV dan AIDS. Diskriminasi yang dialami ODHA baik pada unit pelayanan kesehatan, tempat kerja, lingkungan keluarga maupun di masyarakat umum harus menjadi prioritas upaya penanggulangan HIV dan AIDS. Dukungan dan perberdayaan kelompok-kelompok dukungan sebaya (KDS) sebagai mitra kerja yang efektif dan mahasiswa sebagai kelompok yang potensial dalam mengurangi stigma dan diskriminasi.

Stigma terhadap ODHA tergambar dalam sikap sinis, perasaan ketakutan yang berlebihan, dan pengalaman negatif terhadap ODHA (Shaluhiyah, 2015). Stigma membuat ODHA diperlakukan secara berbeda dengan orang lain. Diskriminasi terkait HIV adalah suatu tindakan yang tidak adil pada seseorangyang secara nyata atau diduga mengidap HIV (Herek, Capitanio, & Widaman, 2002).

Pengungkapan status HIV kepada ODHA (Orang Dengan HIV/AIDS) erat kaitannya dengan sumber informasi yang diperoleh ODHA mengenai status HIV itu sendiri meliputi pengertian, pengobatan, cara penularan dan pencegahan HIV/AIDS, sehingga menyebabkan ODHA mengetahui betapa pentingnya pengungkapan status HIV sebagai tindakan untuk pengobatan dan pencegahan penularan HIV/AIDS itu sendiri.

Pencegahan dan penanggulangan HIV/AIDS merupakan upaya terpadu dari peningkatan perilaku hidup sehat (promotif), pencegahan penyakit HIV/AIDS (preventif), serta pengobatan dan perawatan (kuratif) dan dukungan hidup (support) terhadap pengidap HIV/AIDS. Upaya preventif dan promotif merupakan upaya prioritas yang diselenggarakan secara berimbang dengan upaya kuratif dan dukungan terhadap pengidap HIV/AIDS.

Koordinasi dan kerjasama lintas sektor terhadap penanggulangan HIV/AIDS masih belum optimal. Kerjasama yang dilakukan saat ini hanya dengan antar bidang P2M dan bidang Promkes, tokoh masyarakat (TOMA), dan tokoh agama (TOGA). Namun kerjasama belum dilakukan antar lintas sektor lainnya seperti Dinas Pendidikan dan Badan Narkotika. Penanggulangan HIV/AIDS dilakukan secara bersama-sama oleh pemerintah, masyarakat, sektor swasta dan para pengidap HIV/AIDS dengan dukungan organisasi internasional. Masyarakat termasuk LSM merupakan pelaku utama dalam pelaksanaan penanggulangan sedangkan pemerintah berkewajiban memberdayakan masyarakat serta memberikan bantuan arahan, bimbingan dan menciptakan suasana yang menunjang.

Tidak sedikit para pengidap HIV/AIDS di luar sana yang takut untuk berobat atapun memberitahu ke orang dekatnya terntang musibah yang mereka alami. Kerasnya stigma buruk seharusnya menjadi masalah dan keresahan kita bersama. Oleh karena itu, untuk mencegah dan megurangi stigma bagi pengidap HIV/AIDS dibutuhkan jiwa-jiwa yang bisa saling memahami dan rasa kemanusiaan. Setiap orang dapat berubah, setiap orang memiliki hak untuk sehat, mari kita saling menjaga  Dengan adanya bantuan moral, sosial hingga psikologis bagi korban dapat memudahkan pengobatan dan penemuan kasus sehingga tindak pencegahan dapat ditegakkan. Mari kita lawan stigma pengidap HIV bukan untuk dijauhi.

 

Komentar

Paling Banyak Dikunjungi

Merefleksikan Makna Keadilan dalam Perjuangan Lembaga Kemahasiswaan

  Merefleksikan Makna Keadilan dalam Perjuangan Lembaga Kemahasiswaan Oleh Ardyansyah Saputra Basri Selama beberapa tahun belakangan, saya terlibat aktif di organisasi atau lembaga kemahasiswaan fakultas tempat saya mengenyam studi ilmu kesehatan masyarakat. Ada pahaman yang berkembang di kalangan anggotanya, yakni perihal keadilan. Keadilan diartikan sebagai sesuatu hal yang sesuai dengan kadar dan porsinya. Tapi apakah makna keadilan secara luas dapat diartikan seperti itu? jika ditelusuri, ternyata pahaman itu hadir dari hasil dialektika pada proses perubahan konstitusi. Kalau di Yunani Kuno, proses dialektika atau diskusi filosofis itu dilakukan di lyceum, di perkuliahan saya mendapatinya di mubes lembaga kemahasiswaan. Pada dasarnya berlembaga adalah aktivitas berpikir, kita berfilsafat di dalamnya, sejauh yang saya dapatkan. Proses dialektika atau diskusi filosofis ini sebenarnya merupakan metode untuk mendapatkan kebenaran atau pengetahuan. Pada setiap transisi periode kepengur

Merawat Telinga Kita

  Merawat Telinga Kita Oleh : Sabri Waktu kita terbatas, anggapan itu menjadi alasan manusia bertindak selalu ingin jauh   lebih cepat bahkan melupakan setiap proses yang dilalui dan orang-orang di sekitarnya. Melihat waktu sebagai sesuatu yang terbatas atau tanpa batas ditentukan oleh diri kita masing-masing. Kita memahami bahwa hidup kita berada di masa kini akan tetapi tidak menutup kemungkinan kita dihantui oleh masa lalu dan masa depan. Mendengarkan sesungguhnya merupakan salah satu cara kita menghargai waktu dengan orang-orang di sekitar kita, karena kehadiran seseorang dapat terasa tak ada jika apa yang ingin disampaikan tak didengarkan dengan baik. Maka kemampuan kita untuk mengabaikan sesam a akan terlatih. Apalagi berbagai kebiasaan yang ada saat ini mengajak kita untuk lupa akan pentingnya menciptakan sebuah kehadiran sejati dengan saling mendengarkan. Di antara kita, angkatan, komisaria

Falsafah Puasa; Pertanyaan dari Sisi Epistemologis

  Falsafah Puasa; Pertanyaan dari Sisi Epistemologis Oleh: Ardyansyah Saputra Basri Tanggal 1 Ramadhan 1443 H atau 3 April 2022 M, tepat pada jam 01.21 WITA suara ketukan palu sebanyak tiga kali berbunyi. Menandakan berakhirnya sidang penetapan program kerja pengurus HmI komisariat kesmas unhas cabang maktim periode 1443-1444 H/ 2022-2023 M. Ucapan syukur hamdalah menghiasi forum rapat kerja yang dilaksanakan secara daring via google meeting, yang berarti bahwa hal yang direncanakan kepengurusan telah dimulai selama kurang lebih satu tahun ke depan. Pada saat yang sama, notifikasi chat grup ramai silih berganti dari pengurus yang baru saja melaksanakan rapat kerja. Pertanyaan mengenai kapan rapat kerja selesai pun beralih menjadi penantian terhadap sahur yang nanti bagusnya makan apa, dengan siapa, dan jam berapa. Sahur pertama ini memang selalu menjadi persoalan, setidaknya dari yang apa saya amati di kultur Sulawesi Barat dan Sulawesi Selatan. Tidak jarang, beberapa teman yan