Langsung ke konten utama

Dari Ketikan Jari Hingga Berujung Aksi


Dari Ketikan Jari Hingga Berujung Aksi

Oleh : Sutra Nur Samsuddin

Demokrasi berasal dari Bahasa Yunani, yang diambil dari kata Demokratia yang berarti kekuasaan rakyat. Demokratia sendiri berasal dari dua kata yaitu demos yang mempunyai arti rakyat serta kratos yang artinya kekuasaan atau kekuatan. Secara umum Demokrasi adalah suatu bentuk pemerintahan yang memiliki kekuasaaan sepenuhnya berasal di tangan rakyat untuk itu semua warga negaranya memiliki hak setara dalam pengambilan keputusan yang dapat mengubah hidup mereka sendiri. Rakyat adalah pemegang kekuasaan tertinggi di dalam negara untuk itu lahirlah istilah “Dari Rakyat, Untuk Rakyat, Oleh Rakyat”

Salah satu negara yang memakai sistem demokarasi adalah Indonesia. Indonesia sejak 17 Agustus 1945 merupakan negara yang demokratis. Hal ini dapat dilihat dari sejarah Indonesia, Indonesia telah lama dijajah oleh belanda, maka dari situlah Indonesia sudah terbukti berjuang dengan jerih payah dalam mewujudkan suatu negara yang  dengan berbentuk Republik. Adanya perubahan Amandemen UUD dari Negara Indonesia untuk mewujudkan satu system hukum yang sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia, itulah muncul demokrasi.

Pelaksanaan demokrasi di Indonesia dari masa ke masa tidaklah sama, mengingat undang-undang dasar yang berlaku pun berganti-ganti. Pergantian undang-undang dasar menyebabkan pergantian sistem pemerintahan. Indonesia telah menganut sistem demokrasi sejak merdeka sampai saat ini. Dimulai dari demokrasi terpimpin pada masa jabatan Soekarno, demokrasi pancasila yang digunakan Soeharto selama puluhan tahun menjabat menjadi presiden, hingga demokrasi sesungguhnya yang mulai berjalan setelah masa jabatan Soeharto berakhir pada tahun 1998 yang ditandai oleh adanya pemilu daerah maupun presiden yang dapat diikuti oleh rakyat secara serentak dan adil.

Tetapi nyatanya di Indonesia telah terjadi Krisis demokrasi seperti yang kita ketahui Hingga masa reformasi maraknya terjadi peristiwa-peristiwa yang meresahkan warga, mulai dari naiknya harga BBM, adanya krisis keuangan, dan banyak yang melakukan KKN (Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme), menurut Reza Wattimena pada bukunya “Reclaiming the state” mengatakan pada tahun 2004 pemilihan umum dikatakan sebagai pesta demokrasi, baik pada tingkat pusat maupun daerah, telah berhasil dilaksanakan. Namun, hasilnya belum seperti harapan melainkan yang tercipta adalah perwakilan semu. Para politisi yang terpilih belum sungguh mewakili dan memperjuangkan kepentingan rakyat yang memilihnya. Mereka sibuk dengan kepentingan pribadi ataupun organisasi politis yang mendukung mereka untuk terpilih di jajaran birokrasi pemerintahan ataupun perwakilan rakyat.Tidak saja itu, adanya oligarki masih begitu kuat mencengkeram dunia politik Indonesia, misal Seperti adanya fenomena #ReformasiDiKorupsi pada September 2019 lalu.Masyarakat indonesia telah menaruh kecurigaan dan ketidakpercayaan lagi pada mereka yang memegang fungsionaris pemerintahan akibat ragamnya tindak penindasan dan permasalahan sosial yang tak kunjung menuai solusi.

Sekelompok orang kaya dan berpengaruh secara politik, yang biasanya lahir dari kelompok elite politik-ekonomi masa lalu, turut campur di dalam politik, sehingga kepentingan mereka bisa tercapai walaupun dengan mengorbankan kepentingan masyarakat luas pada umumnya. Kita bisa melihat bagaimana para pengusaha kaya beramai-ramai menjadi calon legislatif, kepala daerah bahkan sampai tahap presiden dengan dukungan dana yang amat besar. Namun ketika terpilih, mereka kerap kali lupa pada kepentingan dan suara dari rakyat yang mendukung mereka sehingga janji hanyalah janji palsu yang mereka suarakan kepada masyarakat. Untuk itu mahasiswa mempunyai peran yang sangat penting dalam berjalannya proses demokrasi di negeri ini, kita bisa melakukan pergerakan dengan memanfaatkan euforia media.

Istilah Euforia pastinya sudah tak asing lagi di telinga kita. Euforia merupakan kata serapan dari Bahasa inggris yaitu “Euphoria” berasal dari kata “euphoros” dalam Bahasa Yunani yang berati “kekuatan tentang mudahnya keabadian, kesuburan, Menurut Merriam – Webester Euforia adalah perasaan bahagia yang luar biasa terkadang tidak masuk akal”. Euforia merupakan suatu bentuk rasa bahagia yang meluap-luap dan sangat luar biasa puas. Perasaan ini sebenarnya menggambarkan suatu keadaan yang positif. Akan tetapi perasaan ini merujuk pada suatu hal yang berlebihan, dan pada dasarnya segala sesuatu yang berlebihan tersebut sedikit banyak akan memberikan dampak buruk atau efek negatif.

Efek dari Euforia media ini dapat menjadikan ancaman sekaligus menjadi peluang bagi pergerakan mahasiswa, Euforia menjadi ancaman ketika media menjadi sebab timbulnya rasa apatis yang ada dalam dirnya, bisa dibilang hampir semua mahasiswa pasti memiliki akun media sosial. Kehidupan mahasiswa saat ini bisa diumpamakan tidak gaul bila tidak memiliki gadget yang keran dan canggih, kebutuhan mahasiswa akan media sosial semakin hari semakin menjadi kebutuhan primer dan memiliki ketergantungan yang begitu tinggi akan untuk selalu mencari informasi di media sosial, tak hanya itu dengan adanya perkembangan media yang sangat cepat membuat mahasiswa sampai ke perilaku hedonis yaitu pandangan hidup yang menganggap bahwa orang akan menjadi bahagia dengan mencari kebahagiaan sebanyak mungkin dan sedapat mungkin menghindari perasaan-perasaan yang menyakitkan.Setelah itu ia akan masuk dan terperangkap diranah kapitalisme yang hanya mementingkan pemenuhan kesenangan pribadi.

Akibat mahasiswa masuk kedalam ranah kapitalisme, ia akan memenuhi keinginannya untuk mencari kesengan semata dan akan mengalami penyakit skizofrenia yaitu penyakit mental kronis yang menyebabkan gangguan proses berpikir. Mahasiswa dengan skizofrenia tidak bisa membedakan mana khayalan dan kenyataan, dia akan tejebak di kesadaran yang semu.

Tetapi kita dapat membuat Euforia ini menjadi sebuah peluang yang sangat besar untuk mengadapi krisis demokrasi yang terjadi di negeri kita saat ini, dengan adanya Era Reformasi Industri 4.0 yang menciptakan media Informasi yang canggih ini, kita dapat membuat media  sebagai ruang pemantau kinerja pemerintah. Media juga digunakan mahasiswa sebagai ruang diskusi sampai kritik terhadap kebijakan pemerintah. Mahasiswa tidak hanya sekedar aktif dalam dunia maya, tetapi juga melakukan gerakan di dunia nyata, bukankah kita sering mendengar ungkapan “Dari Ketikan Jari Hingga Berujung Aksi” ini membuktikan bahwa peran media terhadap mahasiswa sangatlah penting. Dengan memanfaatkan media sosial komunitas yang digerakkan oleh mahasiswa mencoba merespons permasalahan yang ada di masyarakat, mencari dukungan masyarakat, dan melakukan pergerakan mahasiswa

Mahasiswa juga dapat memanfaatkan media dengan membentuk opini publik, membentuk citra, menjalin jaringan dengan sesama organisasi kemahasiswaan dalam pembentukan konsolidasi mengenai gerak. Peran media sebagai pembentuk opini publik sudah sangat jelas di masyarakat, bukankah opini publik dibentuk oleh sebuah propaganda media yang benar, informasi yang salah jika dipropagandakan dengan benar maka dapat berarti benar di mata publik. 

Di era digital ini sudah saatnya gerakan mahasiswa dikemas lebih menarik lagi, Gerakan-gerakan mahasiswa hari ini harus mulai dibangun dari media sosial yang notabene kehadirannya sangat membantu dalam hal persebaran informasi. Kehadiran teknologi dibidang informasi harus menjadi mitra mahasiwa dalam melawan dan mengawal kebijakan.

Era kemajuan teknologi informasi akan sangat membantu mahasiswa dalam mengakses dan mendapatklan informasi. Maka, dengan adanya kemudahan tersebut gerakan-gerakan mahasiswa dapat berjalan dengan rapi dan terencana. Begitu juga dengan penyebarluasan isu-isu strategi pasti akan sangat terbantu. Pramoedya Ananta Toer pernah berkata “menulis adalah perlawanan” oleh karena itu kita sebagai mahasiswa harus mengisi pergerakan ini dengan membangun wacana-wacana kritis, edukasi dimasyarakat, kritik terhadap pemerintah.

 

 

 

 

 

 

 

DAFTAR PUSTAKA

 Aji, Gunawan Bayu. 2015. Euforia Penggunaan Gadget. Institut Seni IndonesiaYogyakarta, Jurusan Seni Rupa Fakultas Seni Rupa, Program Studi Seni Rupa Murni. Yogyakarta.

Wattimena, Reza AA. 2016. Meneropong Demokrasi di Indonesia. Harian Kompas: Indonesia

 Tumanggor,Rusmin. 2010. Masalah-masalah social Budaya Dalam Pembangunan Kesehatan di Indonesia. Jurnal Masyarakat Indonesia Vol 12 Hal 232-247.Yogyakarta.


Komentar

Paling Banyak Dikunjungi

Merefleksikan Makna Keadilan dalam Perjuangan Lembaga Kemahasiswaan

  Merefleksikan Makna Keadilan dalam Perjuangan Lembaga Kemahasiswaan Oleh Ardyansyah Saputra Basri Selama beberapa tahun belakangan, saya terlibat aktif di organisasi atau lembaga kemahasiswaan fakultas tempat saya mengenyam studi ilmu kesehatan masyarakat. Ada pahaman yang berkembang di kalangan anggotanya, yakni perihal keadilan. Keadilan diartikan sebagai sesuatu hal yang sesuai dengan kadar dan porsinya. Tapi apakah makna keadilan secara luas dapat diartikan seperti itu? jika ditelusuri, ternyata pahaman itu hadir dari hasil dialektika pada proses perubahan konstitusi. Kalau di Yunani Kuno, proses dialektika atau diskusi filosofis itu dilakukan di lyceum, di perkuliahan saya mendapatinya di mubes lembaga kemahasiswaan. Pada dasarnya berlembaga adalah aktivitas berpikir, kita berfilsafat di dalamnya, sejauh yang saya dapatkan. Proses dialektika atau diskusi filosofis ini sebenarnya merupakan metode untuk mendapatkan kebenaran atau pengetahuan. Pada setiap transisi periode kepengur

Merawat Telinga Kita

  Merawat Telinga Kita Oleh : Sabri Waktu kita terbatas, anggapan itu menjadi alasan manusia bertindak selalu ingin jauh   lebih cepat bahkan melupakan setiap proses yang dilalui dan orang-orang di sekitarnya. Melihat waktu sebagai sesuatu yang terbatas atau tanpa batas ditentukan oleh diri kita masing-masing. Kita memahami bahwa hidup kita berada di masa kini akan tetapi tidak menutup kemungkinan kita dihantui oleh masa lalu dan masa depan. Mendengarkan sesungguhnya merupakan salah satu cara kita menghargai waktu dengan orang-orang di sekitar kita, karena kehadiran seseorang dapat terasa tak ada jika apa yang ingin disampaikan tak didengarkan dengan baik. Maka kemampuan kita untuk mengabaikan sesam a akan terlatih. Apalagi berbagai kebiasaan yang ada saat ini mengajak kita untuk lupa akan pentingnya menciptakan sebuah kehadiran sejati dengan saling mendengarkan. Di antara kita, angkatan, komisaria

Falsafah Puasa; Pertanyaan dari Sisi Epistemologis

  Falsafah Puasa; Pertanyaan dari Sisi Epistemologis Oleh: Ardyansyah Saputra Basri Tanggal 1 Ramadhan 1443 H atau 3 April 2022 M, tepat pada jam 01.21 WITA suara ketukan palu sebanyak tiga kali berbunyi. Menandakan berakhirnya sidang penetapan program kerja pengurus HmI komisariat kesmas unhas cabang maktim periode 1443-1444 H/ 2022-2023 M. Ucapan syukur hamdalah menghiasi forum rapat kerja yang dilaksanakan secara daring via google meeting, yang berarti bahwa hal yang direncanakan kepengurusan telah dimulai selama kurang lebih satu tahun ke depan. Pada saat yang sama, notifikasi chat grup ramai silih berganti dari pengurus yang baru saja melaksanakan rapat kerja. Pertanyaan mengenai kapan rapat kerja selesai pun beralih menjadi penantian terhadap sahur yang nanti bagusnya makan apa, dengan siapa, dan jam berapa. Sahur pertama ini memang selalu menjadi persoalan, setidaknya dari yang apa saya amati di kultur Sulawesi Barat dan Sulawesi Selatan. Tidak jarang, beberapa teman yan